https://jatim.times.co.id/
Kopi TIMES

Menyoal Calon Tunggal dalam Pilkada

Minggu, 16 Juni 2024 - 09:12
Menyoal Calon Tunggal dalam Pilkada Ahmad Basori, Komisioner Bawaslu Mojokerto tahun 2018-2023 dan ASN di Bawaslu Kabupaten Mojokerto.

TIMES JATIM, MOJOKERTO – Diskursus adanya calon tunggal, sebenarnya bukan pembahasan baru di setiap gelaran Pilkada. Sejak diundangkan UU Nomor 10 tahun 2016 sebagai perubahan kedua UU nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi UU, kalangan  akademisi, pegiat dan pemerhati Pemilu, LSM dan banyak masyarakat luas telah mengupas dari berbagai sudut pandang tentang diakomodirnya calon tunggal dalam gelaran Pilkada. Hari ini, ketika Pilkada serentak tahun 2024  akan digelar, perbincangan terkait dengan kemungkinan munculnya calon tunggal dalam Pilkada kembali mengemuka. 

Sejak adanya ketentuan pasangan calon tunggal yang diatur dalam pasal 54C UU nomor 10 Tahun 2016, trend munculnya calon tunggal dalam Pilkada terus mengalami peningkatan. Dalam catatan penulis, Pilkada tahun 2017 memunculkan 9 calon tunggal, Pilkada tahun 2018 memunculkan 16 calon tunggal dan Pilkada tahun 2020 memunculkan 31 calon tunggal. Banyak kalangan menilai diakomodirnya calon tunggal dalam UU nomor 10 tahun 2016 ini, merupakan satu bentuk kemunduran dalam kehidupan berdemokrasi. 

Daulat rakyat di daerah dalam rangka memilih pemimpin tertinggi di daerahnya setidaknya untuk lima tahun kedepan, dihadapkan pada pilihan  kotak kosong dalam sebuah kontestasi. Preferensi pilihan masyarakat untuk memilih calon kandidat yang lebih beragam menjadi tidak mungkin, karena hanya dihadapkan pada dua pilihan yakni calon tunggal dan kotak kosong.

Otopis dalam Undang-undang Pilkada

Meskipun dalam pasal 54C UU nomor 10 tahun 2016 menetapkan beberapa prasyarat bagi munculnya calon tunggal, namun prasyarat itu belum bisa menjawab pertanyaan bagaimana jika rekomendasi Parpol atau gabungan Parpol diberikan hanya kepada satu pasangan calon tertentu dan tidak memberikan kesempatan Parpol lain untuk bisa mengusung pasangan calon  alternatif yang menjadi penyebab munculnya calon tunggal. 

Meskipun UU Pilkada sebenarnya sudah memberikan ruang bagi calon Perseorangan untuk berlaga dalam kontestasi Pilkada. Namun UU Pilkada juga telah mengatur bahwa dukungan minimal sebagai syarat untuk bisa mendaftar sebagai pasangan calon Perseorangan di KPU harus sudah diselesaikan sebelum pendaftaran dibuka secara resmi. 

PKPU nomor 2 tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadual telah menetapkan bahwa pemenuhan persyaratan dukungan minimal dilakukan pada tanggal 5 Mei-19 Mei 2024. Sementara pendaftaran pasangan calon dibuka selama 3 hari dari tanggal 27-29 Agustus 2024. 

Merujuk pada ketentuan ini artinya syarat dukungan minimal bagi pasangan calon Perseorangan harus sudah diselesaikan terlebih dahulu sebelum masa pendaftaran dibuka secara resmi. Hal ini sekaligus menutup  kemungkinan bagi pasangan Calon Perseorangan untuk bisa mendaftar jika syarat dukungan minimal dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU. 

Sebenarnya UU Pilkada memberikan ruang perpanjangan pendaftaran jika selama masa pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon. Pasal 49 ayat 8  UU Pilkada berbunyi “Dalam hal hasil penelitian menghasilkan pasangan calon yang memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon, tahapan pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota, tahapan pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari”. 

Penundaan ini tentu dimaksudkan  sebagai bentuk antisipasi munculnya calon tunggal, tapi menjadi tidak berarti manakala munculnya calon tunggal sebagai akibat pemborongan rekomendasi oleh Partai Politik tertentu, sehingga menutup peluang bagi Partai Politik lain untuk bisa mengusung pasangan calon. 

Begitu juga pasangan calon perseorangan yang tidak mengantongi dukungan minimal sebagai syarat mendaftar di KPU, tertutup kemungkinan untuk bisa melakukan perbaikan dukungan sebagai syarat untuk bisa mendaftar sebagai pasangan calon Perseorangan. 

Aturan penundaan yang sejatinya diperuntukkan mencegah munculnya pasangan calon tunggal dalam Pilkada, akhirnya hanya seperti sebuah otopis dalam UU Pilkada. Bertujuan baik secara ideal, tetapi tidak bisa dilaksanakan ketika dukungan Parpol atau gabungan Parpol telah dikantongi oleh satu pasangan calon sehingga menutup kran bagi pasangan calon lain untuk bisa mendaftar di KPU.

Tawaran Solusi

Dengan melihat fakta di atas, munculnya pasangan calon tunggal dalam Pilkada sebenarnya dapat diantisipasi atau paling tidak bisa dicegah secara dini bagi kelangsungan kehidupan berdemokrasi yang lebih baik di tingkat daerah. Beberapa solusi yang menurut penulis bisa tawarkan adalah sebagai berikut :

Pertama, UU Pilkada berkaitan dengan pasangan calon tunggal dirubah atau dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Berkaitan dengan pencalonan yang diusung dari jalur Parpol atau gabungan Parpol, ketentuan dalam UU Pilkada bisa mengadopsi ketentuan yang terdapat dalam pasal 229  ayat 2 UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang berbunyi “KPU *menolak* pendaftaran  pasangan calon dalam hal : a. Pendaftaran satu (1) pasangan calon diajukan oleh gabungan dari seluruh Partai Politik peserta Pemilu; atau b. Pendaftaran 1 (satu) pasangan calon diajukan oleh gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang mengakibatkan gabungan Partai Politik Peserta Pemilu lainnya tidak bisa mendaftarkan pasangan calon”. 

Selanjutnya terhadap Partai Politik yang tidak memberikan dukungan terhadap pasangan calon tertentu bisa dikenai sanksi sesuai pasal 235 ayat 5 UU nomor 7 tahun 2017 yang berbunyi “Dalam hal Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang memenuhi syarat mengajukan pasangan calon tidak mengajukan bakal pasangan calon, Partai Politik bersangkutan dikenai sanksi tidak mengikuti Pemilu berikutnya”.

Kedua ambang batas untuk bisa mengusung pasangan calon, baik dari jalur Partai Politik atau Gabungan Partai Politik dan pasangan calon Perseorangan diturunkan. Dukungan 20 persen kursi di DPRD atau 25 persen perolehan suara syah di tingkat daerah bagi pasangan calon yang diusung Partai Politik, tentu dirasakan sangat berat bagi pasangan calon yang diusung dari jalur Partai Politik. 

Angka 20 persen kursi dan 25 persen perolehan suara syah yang memiliki kursi di DPRD justru "memenjarakan" partai politik dan mematikan inisiatif dalam melahirkan figur-figur baru untuk maju dalam pencalonan. Begitu juga dukungan minimal 10 persen-6,5 persen dari jumlah penduduk di suatu daerah pemilihan bagi Pasangan Calon Perseorangan juga dirasa memberatkan bagi Pasangan Calon yang akan mendaftarkan diri dari jalur perseorangan. 

Pembuat UU semestinya bisa melakukan terobosan secara signifikan dengan cara menurunkan angka prosentase ambang batas dukungan baik bagi calon yang diusung Partai Politik maupun calon Perseorangan yang ingin mencalonkan diri, sampai pada rasionalisasi angka tertentu sehingga hal demikian akan mencegah munculnya Pasangan Calon Tunggal dalam gelaran Pilkada.

Esensi utama dari Pelaksanaan Pilkada adalah menghadirkan khazanah demokrasi yang lurus dan bersih di tingkat daerah yang ujungnya bisa melahirkan pemimpin yang membawa kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik. Semakin banyaknya calon tunggal dalam gelaran Pilkada adalah tanda kehidupan demokrasi yang tidak sehat. 

Cita-cita menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih baik dengan menghadirkan pilihan lebih banyak sesuai dengan hati nurani rakyat di daerah, dibelenggu oleh kenyataan pilihan melawan kotak kosong dan bukan sesuatu yang justru “berotak”. Ini tentu sesuatu yang sangat naif, dan mendesak untuk segera dilakukan perbaikan untuk kehidupan demokrasi yang jauh lebih baik. 

***

*) Oleh : Ahmad Basori, Komisioner Bawaslu Mojokerto tahun 2018-2023 dan ASN di Bawaslu Kabupaten Mojokerto.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.