https://jatim.times.co.id/
Berita

ASQARA Research Sebut Penolak 7 Partai di DPRD Karena APBD 2024 Sidoarjo Tanpa Nyawa

Kamis, 17 Juli 2025 - 22:27
ASQARA Research Sebut Penolak 7 Partai di DPRD Karena APBD 2024 Sidoarjo Tanpa Nyawa Direktur ASQARA Research and Branding Consultant, Dwi Ardy Sugiono. (Foto: Dok. Pribadi)

TIMES JATIM, SIDOARJO – Setiap tahun, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD seharusnya menjadi cermin—bukan sekadar laporan angka-angka yang digulirkan dalam ruang paripurna. Tapi harus menjawab satu pertanyaan fundamental: apakah uang rakyat benar-benar kembali bermanfaat untuk rakyat?

Sayangnya, yang tergambar dalam Raperda Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Sidoarjo Tahun 2024 justru sebaliknya. Penolakan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Sidoarjo oleh 7 Fraksi Partai Politik yang duduk di kursi legislatif Kota Delta yakni PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, PKS, Partai NasDem, dan PPP yang resmi tergabung dalam Koalisi Sidoarjo Maju, mengindikasikan bahwa pemerintah daerah gagal memberikan narasi kinerja yang utuh, informatif, progresif, dan berpihak pada kebutuhan riil masyarakat.

Hal itu diungkapkan Direktur ASQARA Research and Branding Consultant, Dwi Ardy Sugiono kepada TIMES Indonesia, Kamis (17/7/2025).

Menurut Ardy sapaan akrabnya, dalam persoalan banjir, misalnya. Pada beberapa daerah yang sudah secara “reguler” mengalami musibah banjir setiap tahun, sikap pemerintah terkesan membiarkan bencana tersebut sebatas sebagai takdir, bukan dianggap tantangan yang perlu segera dituntaskan.

Koalisi Sidoarjo Maju melalui juru bicaranya, yakni Ketua Golkar Sidoarjo Adam Rusydi menyebutkan, bahwa banjir kini tak hanya merendam kawasan lama seperti Tanggulangin, Porong, dan Waru, tapi juga mulai meluas menjangkiti beberapa titik banjir baru di wilayah Krian hingga Tarik.

"Saat perkembangan sistem drainase berjalan lebih lambat dari laju pembangunan ruang dan pemukiman, maka yang terjadi bukan mitigasi yang menjadi bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan, melainkan pengabaian yang berdampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Yang lebih memilukan: anak-anak harus membolos sekolah hanya karena gedung mereka digenangi air, seperti yang terjadi di SDN Banjarasri," kata Ardy.

Ardy melanjutkan jika, retorika serupa juga terjadi dalam klaim "100.000 lapangan kerja baru". Sebuah program prioritas Bupati yang sayangnya tidak dilengkapi tolok ukur yang jelas.

"Jika tak ada breakdown data mengenai berapa lapangan kerja yang benar-benar tercipta, dari sektor mana, dan lewat skema bagaimana, maka program itu hanya akan jadi jargon belaka, bukan realitas di lapangan. Ketika pengangguran terbuka masih menyentuh angka 6,49%—tertinggi di Jawa Timur—maka jargon itu justru dapat jadi bumerang," paparnya.

Di sisi lain, pendidikan yang semestinya di desain semakin inklusif dan terjangkau dari segi pembiayaan, masih menyisakan celah yang diisi pungutan. SD dan SMP Negeri masih membebani orang tua dengan dalih kesepakatan komite. Padahal lebih dari 20% APBD sudah dikunci alokasinya untuk sektor ini. Jika anggaran tersebut nyaris habis untuk belanja rutin, sementara masih banyak ruang kelas yang masih rusak, dan sarana belajar yang minim, lalu di mana letak keberpihakan anggaran pendidikan itu?

Tak berhenti di situ. Hasil audit BPK menunjukkan kesalahan penganggaran pada 27 OPD.

"Ini bukan sekadar kesalahan teknis. Ini adalah manifestasi dari lemahnya pengawasan, kultur birokrasi yang kurang akuntabel, dan absennya keteladanan dari pucuk pimpinan. Terlebih lagi, ratusan titik jalan rusak masih jadi pemandangan rutin, di tengah anggaran infrastruktur yang terus digelontorkan. Publik berhak curiga: apakah ada yang tak beres di dalam manajemen proyek dan pengawasannya," tegas Ardy.

Lebih lanjut Ardy menilai jika sejatinya Sidoarjo tak kekurangan sumber daya. Tapi yang terasa absen adalah political will—kemauan politik untuk menghadirkan perubahan yang bermakna. Ketika anggaran disusun dengan nirempati, dibelanjakan tanpa transparansi, dan dievaluasi tanpa tanggung jawab, maka tak heran jika pembangunan hanya terasa di atas kertas, bukan di aspal, pelayanan publik yang prima, atau ruang kelas yang nyaman.

"Penolakan terhadap Raperda ini adalah bentuk koreksi yang patut diapresiasi. Para wakil rakyat sudah semestinya bersikap lebih tegas pada saat mulai muncul gejala sistem pemerintahan yang berjalan kurang baik. Lebih dari itu, publik menunggu perubahan yang konkret. Sebab APBD semestinya bukan hanya dokumen perencanaan fiskal yang sekadar jadi rutinitas, tapi seharusnya menjadi jantung pembangunan. Tanpa nyawa politik yang kredibel, APBD hanya akan jadi dokumen tebal tanpa makna yang tak menyentuh hajat hidup warga," pungkas Ardy. (*)

Pewarta : Rudi Mulya
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.