TIMES JATIM, SURABAYA – Tambang batu bara ilegal sebanyak 248 kontainer terungkap. Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri membongkar jaringan batu bara di wilayah konservasi Bukit Soeharto, Kalimantan Timur.
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya menjadi titik transit angkutan hasil dari kegiatan ilegal ini. Diduga kuat aktivitas tersebut sudah berlangsung sejak 2016.
Dalam operasi ini, polisi mengamankan sebanyak 351 kontainer berisi batu bara. Tercatat 286 kontainer ditindak di Depo Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, sedangkan sisanya 103 diamankan di Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KTT).
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaiffudin, menjelaskan, bahwa tangkapan ini bermula dari informasi masyarakat terkait adanya muatan batu bara yang dikemas menggunakan karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer.
“Hasil tambang itu, kemudian dikirim ke Tanjung Perak Surabaya melalui Pelabuhan KTT. Asal-usul batu bara tersebut, adalah dari penambangan ilegal di kawasan Hutan Taman Raya Soeharto, Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar),” kata Brigjen Pol Nunung, Kamis (17/7/2025).
Dari laporan tersebut, polisi menerbitkan empat Laporan Polisi (LP). Setelah memeriksa sebanyak 18 saksi dan gelar perkara, tiga orang ditetapkan sebagai tersangka.
Dua dari tiga tersangka adalah laki-laki beriinisial YH dan CH, yang berperan sebagai penjual batu bara. Tersangka inisial MH sebagai pembeli, belum tertangkap.
"Modus operandi para pelaku membeli batu bara dari hasil kegiatan penambangan ilegal yang berada dalam Kawasan Konservasi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto, kemudian dikumpulkan dalam stockroom untuk dikemas menggunakan karung, lalu dimasukkan ke dalam kontainer dan diangkut menuju Terminal Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT)," ungkap Brigjen Pol Nunung.
Setelah berada di Terminal Pelabuhan, kontainer batu bara tersebut diberi dokumen resmi dari perusahaan pemegang izin usaha produksi (IUP), sehingga seolah-olah batu bara tersebut berasal dari penambangan resmi atau pemegang IUP, bukan diperoleh dari aktivitas ilegal.
Kegiatan ilegal ini, ditaksir menimbulkan potensi kerugian negara sekitar Rp5,7 triliun. Tidak hanya itu, juga telah mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti erosi, pencemaran air dan udara serta hilangnya keanekaragaman hayati.
Ditengarai kuat ada perusahaan tambang resmi yang terlibat dalam menerbitkan dokumen IUP. Brigjen Nunung mengatakan yang terindikasi adalah MMJ dan BMJ lokasinya di Kutai Kartanegara. Sedangkan batu bara ilegal ini dijual secara retail.
“Dijual secara retail ke berbagai pabrik di Surabaya yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar. Seperti pabrik pengolahan besi dan industri lainnya,” ujarnya.
Atas pelanggaran hukum yang dilakukan para tersangka, mereka dijerat dengan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan batu bara Jo Pasal 55 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp100 miliar. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya Jadi Titik Transit Tambang Batu Bara Ilegal
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |