TIMES JATIM, MALANG – Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Bangil membuka kembali kejanggalan dalam penanganan laporan pidana terkait sengketa kepemilikan Sardo Swalayan Malang. Hakim menyatakan bahwa penghentian penyidikan (SP3) terhadap laporan Tatik Swartiatun tidak sah, dan memerintahkan penyidik untuk melanjutkan proses hukum terhadap para terlapor.
Kuasa hukum Tatik, Helly, SH, MH, menilai putusan tersebut menjadi momentum penting untuk mengungkap dugaan manipulasi dokumen yang selama ini menghambat proses pencarian keadilan kliennya.
Menurutnya, perkara bermula dari sengketa harta gono-gini antara Tatik dan mantan suaminya, IR. Salah satu aset yang dipersoalkan adalah Sardo Swalayan di Malang dan Pandaan. Namun klaim kepemilikan berubah ketika kakak dan adik IR, yakni CR dan FN, muncul sebagai pihak yang mengajukan gugatan intervensi.
Mereka membawa Akta Pernyataan Bersama Nomor 7/2016 yang menyebut Sardo Swalayan sebagai harta warisan tiga bersaudara. Akta tersebut kemudian dijadikan dasar gugatan wanprestasi yang pada akhirnya memengaruhi putusan gono-gini hingga tingkat kasasi.
“Di sinilah letak kejanggalannya. Akta itu akhirnya terbukti tidak sah dalam gugatan PMH, tetapi sebelumnya digunakan untuk menggugurkan hak klien kami dalam perkara gono-gini,” ujar Helly, Jumat (28/11/2025).
Tatik kemudian menempuh jalur hukum pidana pada 2020 dengan laporan dugaan penyertaan keterangan palsu dalam akta otentik. Namun penyidikan dihentikan pada 2021. Setelah putusan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dan putusan PK gono-gini menyatakan akta 2016 tidak sah, Tatik meminta kasus pidananya dibuka kembali.
Gelar perkara khusus di Polda Jatim bahkan sempat menetapkan IR, CR, dan FN sebagai tersangka. Namun proses kembali terhenti setelah para terlapor mengajukan pengaduan masyarakat ke Bareskrim Polri.
“Sudah ada penetapan tersangka, artinya unsur minimal dua alat bukti terpenuhi. Tapi kemudian muncul SP3 dengan alasan tidak cukup bukti. Ini yang sangat janggal,” ungkapnya.
Melalui praperadilan, hakim PN Bangil akhirnya mengabulkan seluruh permohonan Tatik. Hakim menyatakan SP3 tidak sah, memerintahkan penyidik mencabut penghentian, melanjutkan penyidikan, mengirim berkas ke kejaksaan, hingga melakukan penahanan terhadap para tersangka.
Hakim juga menegaskan bahwa laporan polisi Tatik pada 2020 sah dan wajib diproses. Helly menilai putusan ini menjadi preseden penting bagi penegakan hukum.
“Ini pengingat bahwa memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik adalah kejahatan serius dengan ancaman tujuh tahun penjara,” tegasnya.
Sementara itu, Tatik mengaku lega karena proses panjang yang ditempuhnya menemukan titik terang. Ia menyampaikan terima kasih kepada para hakim yang berani mengoreksi kejanggalan penyidikan.
“Ini perjuangan saya dan anak-anak untuk mempertahankan hak kami. Semoga tidak ada lagi orang yang mengalami perlakuan hukum yang tidak adil seperti ini,” ucap Tatik. (*)
| Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
| Editor | : Imadudin Muhammad |