https://jatim.times.co.id/
Berita

Bersatu Memacu Denyut Nadi Desa Mahameru, Pemprov Jatim Mendesain Kehidupan Baru (2)

Rabu, 25 September 2024 - 08:53
Bersatu Memacu Denyut Nadi Desa Mahameru, Pemprov Jatim Mendesain Kehidupan Baru (2) Abdul Jamil, warga Hunian Tetap Bumi Damai Semeru melintas di depan papan rute evakuasi.(Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, SURABAYAHanya ada jalan satu-satunya mitigasi untuk menghadapi gunung berapi. Masyarakat harus mengalah pergi dari daerah rawan bencana. Jika gunung bisa berbicara, maka ia akan berkata: jangan tinggal di sini, ini adalah jalurku. Demikian kata Mbah Rono, ahli gunung di Indonesia yang tidak hanya secara ilmiah memahami karakteristik gunung, tetapi juga secara spiritual. Namun rupanya, mendesain harapan baru tak semudah membalik telapak tangan.

Melihat siklus bencana tahunan yang mengancam keselamatan jiwa, pemerintah pusat dan provinsi tak tinggal diam.

Seluruh elemen bergandengan tangan mendesain harapan baru. Membangun hunian tetap dengan merelokasi 1.951 kepala keluarga yang berasal dari zona merah kawasan Gunung Semeru, Jawa Timur.

Bersatu-Memacu-Denyut-Nadi-Desa-Mahameru-b.jpgKoordinator Tagana Kabupaten Lumajang, Mohammad Eko Santoso.(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

Kawasan Sumbermujur, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang dinilai sebagai zona paling aman untuk tinggal berdasarkan rekomendasi dari Badan Geologi, BNPB dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

Awal Januari 2022. Pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR membangun proyek smart village, desa pintar terintegrasi. Konsep rumah modular dan tahan gempa berupa Rumah Instan Sederhana Sehat (RISHA). Keseluruhan material menggunakan produk dalam negeri berkualitas.

Luas lahan relokasi berdasarkan site plan adalah 40,55 hektar dari total lahan 81,55 hektar. Sementara penggunaan lahan efektif untuk hunian sebesar 20 hektar atau sekitar 49,32 persen dari total lahan tersedia. Sedangkan sisa lahan untuk pembangunan fasilitas umum meliputi Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU). 

Estimasi daya tampung kawasan hunian tetap ini kurang lebih 2.000 unit dengan anggaran Rp350,55 miliar. Pengerjaan proyek berjalan cepat selama empat bulan melibatkan dua pengembang.

Proyek berlangsung mulai 28 Januari 2022 hingga serah 31 Mei 2022. Proyek ini dinaungi oleh Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR RI dan berhasil meraih Rekor MURI “Pembangunan Hunian Tetap Pasca Bencana Tercepat”.

Klaster perumahan itu juga dilengkapi gedung serba guna, masjid, madrasah, sekolah, lapangan, stadion, ruang terbuka hijau, embung, pelataran, pasar, area komersial, area kebun bersama, area kandang terpadu, berupa kandang komunal kambing dan sapi. 

“Semua lengkap, sekolah mulai dari TK, PAUD, SD, MAN dan MTS. Itu adalah fasilitas sosial dan umum yang ada di hunian ini,” kata Kepala Desa Sumbermujur, Yayuk Sri Rahayu, desa yang membawahi kompleks perumahan hunian tetap “Bumi Damai Mahameru”.

Area pemakaman melengkapi ketersediaan fasilitas sosial. Fasilitas Rukun Kematian (Rukem) ini merupakan bantuan dari BNPB bersama Universitas Brawijaya Malang. Berikut untuk bantuan kandang komunal dengan pendampingan dari Universitas Airlangga. 

Kementerian PUPR melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Jawa Timur, Ditjen Cipta Karya juga mengebut pembangunan fasilitas pendukung hunian tetap alias huntap itu. 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim membuat waduk untuk penyediaan air minum, tempat pembuangan sampah terpadu, drainase air bersih disertai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). 

Instalasi air minum itu berupa reservoir dengan kapasitas jumbo 300 meter kubik dan panjang pipa jaringan distribusi sepanjang 5.280 meter, mengairi setiap rumah. Dua broncapture, perlintasan serta penyambung melengkapi.

Total kapasitas penyediaan air minum itu mencapai 25 liter per detik, bersumber dari Kali Tunggeng dengan debit 10 liter per detik, Kali Pitik 5 liter/detik dan Hutan Bambu dengan debit 10 liter per detik. 

Proyek rampung dalam waktu singkat, sekitar lima bulan saja. Besar harapan pemerintah menyelamatkan seluruh masyarakat di kawasan etalase bencana dengan memperbaiki kualitas hidup mereka. Juni 2022, berlangsung penyerahan kunci hunian sebagai bakti rehabilitasi.

Tetapi rupanya, proses panjang pemindahan domisili warga tak semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan sempat mendapat ‘penolakan’.

Banyak penghuni relokasi secara diam-diam nekat kembali ke rumah lama mereka pada siang hari. Terutama bagi yang rumahnya masih dapat terselamatkan atau sekadar mengalami kerusakan pada bagian atap.

Bersatu-Memacu-Denyut-Nadi-Desa-Mahameru-c.jpgJembatan Mujur II Kloposawit, Lumajang yang baru diresmikan kembali oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono pada 8 Juni 2024 lalu.(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

Mereka tidak sadar, bahwa bencana bisa saja kembali mengancam. Pemerintah terus berjuang membujuk warga atas nama keberlangsungan kehidupan. 

“Hanya ada jalan satu-satunya mitigasi untuk gunung berapi. Masyarakat harus mengalah pergi dari daerah rawan bencana. Jika gunung bisa berbicara, maka ia akan berkata jangan tinggal di sini, ini adalah jalurku. Demikian kata Mbah Rono, ahli gunung di Indonesia yang tidak hanya secara ilmiah memahami karakteristik gunung, tetapi juga secara spiritual,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim, Dadang Iqwandy, ST., MT.

Mbah Rono yang dikatakan oleh Dadang, merupakan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Doktor jebolan Universitas Grenoble Prancis. Sepanjang hidupnya, ia telah melakukan pengamatan kondisi gunung serta memberi penjelasan kepada warga mengenai radius bahaya gunung berapi.

Lambat laun, warga pun luluh. Ini bukan jalan pintas, tetapi tak ada jalan lain yang lebih baik. Pemerintah pusat dan provinsi betul-betul mendesain secara matang hingga proses pemindahan massal. Aksi ini bukan hanya memindahkan fisik, tetapi juga ekonomi, sosial dan budaya. Butuh perjuangan berat tak main-main. 

Keberhasilan relokasi dapat terwujud dengan pendekatan kultural dan sistem tukar janji. Warga terdampak berharap agar tempat asal mereka yang sudah bersertifikat hak milik itu tidak diambil alih.

Lahan pertanian milik warga yang rusak, tetap menjadi milik warga meski tidak bisa digunakan untuk bercocok tanam. 

Beberapa lahan sudah tertimbun material perut bumi dan rata dengan tanah. Tentu, membutuhkan waktu agar dapat mengolah kembali.

Sementara pemerintah telah berupaya semaksimal mungkin memberikan perlindungan dan jaminan keselamatan. Disperpusip Jatim bahkan telah menyelamatkan arsip-arsip penting dokumen penting milik masyarakat maupun pemerintah termasuk sertipikat tanah. Sepanjang 27-29 September 2022, ada 433 lembar arsip terselamatkan di tengah bencana awan panas guguran itu.

“Itu perjanjian kita dengan seluruh masyarakat. Sekarang kalau malam warga tidur di huntap, pagi sampai sore bekerja di lahan lereng Semeru yang masih bisa diselamatkan," ujar Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Lumajang, Patria Dwi Hastiadi.

Pemerintah juga tak tinggal diam begitu saja pasca relokasi. Masih ada aksi lanjutan menyusun dokumen sebagai pedoman pemangku kepentingan untuk memulihkan penyintas dalam lima sektor.

Salah satunya pemulihan ekonomi dan kehidupan yang diproyeksikan dalam waktu tiga tahun. Hunian tetap itu juga direncanakan akan menjadi laboratorium bencana sebagai zona hijau.   

"Pedoman kita adalah Dokumen R3P (Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana),” ucap Patria.

Dokumen ini menjadi pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah daerah maupun pihak lain. 

“Harapannya, Dokumen R3P dalam waktu tiga tahun, saudara-saudara penyintas bukan hanya pulih dari rasa trauma dan sebagainya, tetapi juga pulih dari sisi kehidupan lain. Salah satunya yang dulunya mereka petani, lahan yang praktis tertutup abu vulkanik dan tidak bisa dimanfaatkan kembali, kita carikan solusi," katanya seraya menjelaskan, bahwa saat itu pemerintah pusat telah menerjunkan tim kementerian pertanian untuk melakukan kajian dan penerapan teknologi pengolahan tanam. Namun ternyata tidak sampai delapan bulan, erupsi Gunung Semeru kembali terjadi pada 4 Desember 2022. Lahan tertutup abu lagi. Kekhawatiran itu belum juga berakhir sesuai prediksi. 

Dan lagi-lagi, bencana erupsi terus menghampiri, Jumat, 7 Juli 2023. Curah hujan tinggi mengguyur lingkar Semeru. Memicu terjadinya longsor dan banjir lahar di Kecamatan Pronojiwo, Candipuro, Tempursari, Pasirian dan Pasrujambe. 

Bencana ini menelan 3 korban jiwa meninggal dunia, 1.038 jiwa mengungsi di 18 titik, 5 unit rumah rusak, 1 unit jembatan penghubung Lumajang-Malang terputus dan tertutupnya jalan karena longsor di Piket Nol. 

“Curah hujan Semeru rata-rata 7 persen di atas normal. Hujan ini bisa meluruhkan material di bibir gunung dan menimbulkan longsor,” katanya.

Jembatan Mujur II Kloposawit, penghubung Desa Kloposawit dan Desa Tumpeng putus total akibat lahar dingin. Debit lahar dingin setinggi lima meter bergolak meruntuhkan beton. 

Bupati Lumajang kemudian menetapkan Status Masa Transisi dan Pemulihan Bencana Erupsi Gunung Semeru selama 90 hari. Terhitung masa transisi mulai 18 Maret 2023 hingga 15 Juni 2023.

Proses ini menitikberatkan pada tiga skala prioritas. Pemberian kunci hunian tetap kepada korban terdampak, peningkatan layanan sosial ekonomi masyarakat dan pembangunan fasilitas pendukung. 

Dinas PU Bina Marga Provinsi Jawa Timur membangun kembali Jembatan Mujur II yang putus karena hantaman jutaan kubik kayu-kayu besar. Desain jembatan baru itu menelan anggaran Rp11 miliar, konstruksi bailey rangka baja 13 panel atau sepanjang 39 meter dan lebar 5,1 meter.

Umur jembatan diprediksi mampu mencapai 50 tahun dengan kekuatan menahan beban lalu lintas 40 ton. Kanan kiri sungai dibangun bronjong sebagai penahan. Jembatan putus itu dinormalkan kembali secepat kilat. 

“Tentunya dengan pemeliharaan berkala,” ujar Ir Emil Wahyudianto ST , M Eng, Madya Teknik Jalan Jembatan Dinas PU Bina Marga Jatim.

Pada 18 April 2024, banjir lahar dingin kembali menerjang sejumlah jembatan. Termasuk Jembatan Mujur II atau Jembatan Bailey yang belum satu tahun diresmikan, sempat mengalami kerusakan pada sisi-sisi tertentu, tetapi masih kokoh berdiri. Sementara tanggul samping jembatan utama runtuh, sehingga memerlukan perbaikan ulang yang dikerjakan hanya dalam waktu dua bulan. Jembatan Mujur II Kloposawit, diresmikan kembali oleh Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono, pada 8 Juni 2024.

“Kita lakukan perbaikan lagi sekaligus perlindungan tanggul sungai,” tandas Emil.

Terhitung selama 2021-2024, terjadi empat kali erupsi dengan ancaman tinggi. Beruntung, warga yang tinggal di hunian tetap mendapat perlindungan Illahi. 

Bumi Damai Mahameru Laboratorium Bencana 

Gapura tinggi menandai keberadaan Bumi Damai Mahameru. Rumah-rumah cantik itu ditempati warga dari dua kecamatan dan dua desa terdampak paling parah. Warga yang hampir hidup tanpa harapan. 

Pembangunan huntap ini mengacu SK Bupati 188.45/207/427.12/ 2022 Tentang Daftar Penerima dan Pembagian Lokasi Rumah Hunian Sementara dan Hunian Tetap Bagi Korban Bencana Alam Erupsi Gunung Semeru. 

Kemudian ada SK Perubahan setelah banjir lahar dingin 7 Juli 2023. Yaitu SK Bupati Lumajang Nomor 188.45/207/247.12/2022 Tentang Daftar Perubahan Penerima Relokasi Hunian Tetap Hunian Sementara yang ditandantangani oleh Penjabat (Pj) Bupati Indah Wahyuni. Di mana ada tambahan penerima dari warga Desa Jugosari. 

Para penyintas yang masuk huntap-huntara tak perlu cemas. Mereka sudah mendapatkan fasilitas lengkap mulai kebutuhan dapur, kamar mandi, alat rumah tangga, sandang dan pangan sampai dinyatakan bisa mandiri. 

Selasa, 17 September 2024. Roda matahari bergulir menuju barat. Hanya terlihat beberapa warga saling bercengkerama. Rata-rata lansia dan perempuan.

Sebagian besar kepala rumah tangga pergi ke lereng untuk bercocok tanam. Biasanya berangkat saat pagi buta dan kembali pulang kala sore menjelang. Mereka memang hidup bergantung pada alam sebagai sumber perekonomian utama.  

Ada yang masih mengolah lahan milik sendiri, ada pula yang menjadi buruh tani. Lahan-lahan tempat mereka mencangkul hasil bumi, merupakan daerah terdampak erupsi. Jaraknya sekitar tiga kilometer dari hunian tetap. Butuh waktu 15 menit. Beberapa tanah subur dengan kandungan material vulkanik itu masih bisa dikelola kembali.

Namun demikian, mereka tetap harus waspada sepanjang masa, selama Semeru masih mampu terjaga sebagai salah satu gunung teraktif di dunia. Gunung Semeru sejak 2021-2024 telah mencatat dua kejadian bencana dominan. Erupsi dan banjir lahar dingin. 

Dulu, warga serasa mengondisikan diri selalu siap menerima takdir terburuk jika gunung mengamuk. Pergi dan kembali sesuai siklus vulkanis.

Sekarang, kekhawatiran itu teredam sejak pindah ke hunian tetap. Selama bertahun-tahun, baru kali ini ada perhatian khusus dari pemerintah dalam menjamin keamanan rumah tinggal.  

Gunung Semeru memang terpantau terus mengamuk selepas itu. Terhitung dua tahun berturut-turut. Konon terjadi setiap pasaran Jumat Legi.

Warga lokal melestarikan tradisi metri, selamatan tolak balak. Gotong royong membuat bubur merah putih, menebar bunga di sekitar gunung dan jalur lahar. 

Amni Najmi, Kepala Bidang Penanggulangan BPBD Kabupaten Lumajang menuturkan kondisi geografis wilayah kerjanya.

Dusun Kajar Kuning dan Curah Kobokan terletak bersebelahan sebagai batas desa antar kecamatan. Di sinilah letak aliran sungai yang memuluskan jalan lahar panas. 

Namun hari-hari saat tragedi itu terjadi, sungguh berbeda, kantong magma menerabas aturan menghantam desa-desa.  

Langit seketika gelap gulita oleh abu vulkanik yang membuncah dari puncak gunung, aliran listrik terputus, tak ada sinyal sama sekali. 

Awan panas guguran, menghancurkan lahan-lahan menuju panen, mengangkut jiwa yang terjebak dalam bencana, dan menghilangkan jejak dalam luka abadi bagi keluarga.

Kini, warga memilih melanjutkan hidup dengan bercocok tanam meskipun jarak antara hunian dan lahan tiga kilometer jauhnya.  

Penduduk masih aman bercocok tanam di lereng-lereng. Mereka mengolah lahan milik sendiri, beberapa jadi buruh upah, karena sudah kehilangan sawah. 

Awan panas guguran dua tahun lalu telah melahap habis lahan mereka dengan tumpahan perut bumi. Lahan itu sudah tidak bisa diolah lagi. Dianggap hilang atau diikhlaskan. Meskipun beberapa masih tersisa, sedikit asa mencangkul ladang. 

Warga Kecamatan Pronojiwo dan Kecamatan Candipuro, sebagian memilih tinggal di sana untuk sekian hari demi menghemat ongkos bensin. Kadang satu bulan sekali baru kembali. Sedangkan sekitar 600-700 KK memilih menetap di hunian tetap.

“Kadang kalau siang mereka kembali ke atas, karena di sini tidak ada lapangan pekerjaan, di sini cuma rumah. Rata-rata mereka dulu petani tebu, petani sayuran dan pekerja tambang pasir,” kata Ami.

Dalam suasana pasca pemulihan dampak fisik dan psikologi, masyarakat tak boleh lengah, harus tetap siaga.

Sementara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten bergotong royong memberikan dukungan penuh menjaga napas panjang kehidupan mereka dengan membangun hunian tetap dan rekonstruksi infrastruktur terdampak. Kondisi sedikit demi sedikit berangsur pulih meskipun belum maksimal.

Monitoring Berkala 

Setiap akhir pekan tiba, Koordinator Tagana Kabupaten Lumajang, Mohammad Eko Santoso bersama tim mengumpulkan warga di pendopo ruang pertemuan.

Pekan ini adalah jadwal monitoring penghuni yang merupakan penyintas tragedi awan panas guguran mengerikan. Eko menunjukkan layar ponselnya, membuka aplikasi CCTV Semeru di YouTube. 

Video menampilkan topografi dan aktivitas gunung. Tak ada letupan tanda ancaman. Gunung Semeru dalam status aktif normal. Setiap warga bisa mengakses informasi besutan warga lereng Semeru itu secara real time agar mengetahui bahaya sekunder letusan gunung berapi yang bisa terjadi sewaktu-waktu.

Bahaya sekunder itu bisa berupa awan panas, aliran lava, lontaran material vulkanik dan abu vulkanik. Channel ini terhubung langsung dengan pos pemantauan. 

Pada hari itu, Semeru sedang berada pada level 2 atau Waspada. Masyarakat masih dapat melakukan kegiatan radius 8 kilometer dari puncak kawasan rawan bencana (KRB 1) hingga 5 kilometer (KRB2).

Eko gencar memetakan dan mengedukasi titik-titik aman berikut waktu yang dibutuhkan apabila terjadi erupsi. Berikut mencari jalan-jalan alternatif saat bencana menghampiri melalui penempatan papan rute evakuasi.

“Berdasarkan historis, setiap 4 Desember, konon terjadi ulang tahun Semeru alias erupsi. Tanggal 20 November 2023 kemarin, BPBD Jatim melakukan rapat dengan stakeholder terkait. Dari Dinas Sosial, TNI/Polri dan lainnya. Karena memang karakteristik Semeru begitu setiap tahun. Kita tandai setiap Desember sebagai ulang tahun Semeru sejak erupsi dahsyat dua tahun lalu," kisah Eko Santoso yang menjadi saksi mata detik-detik bencana erupsi 4 Desember 2021. 

Eko sangat peduli dengan keselamatan warga, mereka semua pernah berada dalam kondisi ambang batas hidup dan mati, kala paku bumi itu mengamuk hebat memuntahkan awan panas guguran.  

Dia adalah Tagana sejati yang membantu pemerintah dalam melaksanakan penanggulangan bencana. Motto satu jam sampai lokasi bencana, ia pegang teguh. 

“Ada instruksi jam berapa pun, kita berangkat semua,” ucap Eko.

Ia memberi contoh Tagana bagian dapur umum. Tugasnya mempersiapkan konsumsi harian. Mulai sarapan pagi, makan siang dan makan malam.

“Jangan sampai pengungsi itu jam enam pagi masih kebingungan cari makan, kita harus siapkan memasak sejak malam,” kisahnya.

Saking rumitnya penanganan bencana, sehingga membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan jejaring.

“Kalau tanpa jejaring, semua akan lama. Kalau tidak ada jejaring, kita masih tunggu birokrasi dan sebagainya. Tetapi dengan berjejaring, kita kapan pun siap, mereka pun para relawan siap mendukung kita, tanpa menunggu waktu lama. Karena kebutuhan bencana sangat besar,” tandasnya. 

Tagana Kabupaten Lumajang memiliki jejaring seperti Kampung Siaga Bencana (KSB) yang diinisiasi oleh Kementerian Sosial dan diteruskan ke masing-masing kabupaten maupun kota.

Setiap desa memiliki 60 anggota. KSB Kecamatan Pasirian, KSB Kecamatan Tempursari dan KSB Kecamatan Pronojiwo. Semua wilayah berbatasan dengan Gunung Semeru.

“Di Lumajang ada tiga KSB. Tetapi yang dua itu KSB berbasis wilayah, artinya satu kecamatan meliputi beberapa desa di situ,” ucap Eko.

Bersatu Tangguh Bencana 

Bukan main komitmen pemerintah dan seluruh elemen pentahelix dalam merumuskan kebijakan dan tindakan tanggap bencana. Seluruh elemen terjun bahu membahu menciptakan harapan baru. Termasuk mengatasi dampak bencana di seluruh wilayah lingkar Gunung Semeru itu.

Asisten Administrasi Sekretaris Daerah Kabupaten Lumajang, Ir Agus Widarto menegaskan tata kelola penanganan bencana di sana. 

“Mengenali ancaman, mengurangi risiko bencana dan mempersiapkan strategi,” ujar Ir Agus.

Pemerintah Kabupaten Lumajang menyematkan sebuah slogan Bersatu Tangguh Bencana. Terbukti, Indeks Kapasitas Daerah (IKD) dalam pengelolaan bencana semakin membaik.

Pada 2018 sebesar 0,57. Tahun 2019 sebesar 0,70. Tahun 2020 sebesar 0,76. Tahun 2021 sebesar 0,75. Tahun 2022 sebesar 0,75 dan tahun 2023 sebesar 0,78. Penurunan selama 2021-2022 merupakan dampak dari erupsi terbesar dalam tiga dekade terakhir.

Sementara Indeks Risiko Bencana (IRB) 107,00 poin atau turun dari tahun 2022 yang sebesar 110,47 dan 113,78 pada tahun 2021. Penurunan IRB ini merupakan kabar baik. 

Secara geografis, Kabupaten Lumajang merupakan kawasan etalase bencana yang diapit tiga gunung berapi. Gunung Semeru (3.676 mdpl), Gunung Bromo (2.392 mdpl) dan Gunung Lamongan (1.651 mdpl). Gunung-gunung ini memang memberikan anugerah daratan yang subur di balik segala ancaman bahayanya. 

Sementara pada bagian selatan, Samudera Hindia terbentang hampir sepanjang 70 kilometer dari Kabupaten Lumajang hingga Kabupaten Malang.

Jika ditarik garis lurus, panjang pantai bisa mencapai 110 kilometer memutari lima kecamatan. Dari Kecamatan Yosowilangun, Kecamatan Kunir, Kecamatan Tempeh, Kecamatan Pasirian dan Kecamatan Tempursari.

Maka wajar jika wilayah dengan luas 1.790,90 kilometer persegi atau 3,74 persen dari luas Provinsi Jatim ini berada dalam bayang-bayang10 macam potensi bencana alam.

Mulai bencana letusan gunung berapi, cuaca ekstrem, banjir, banjir bandang, tanah longsor, tsunami, kekeringan, gelombang ekstrem dan abrasi hingga gempa. Juga bencana non alam seperti hama penyakit yang menyerang lahan pertanian. 

Pemerintah Kabupaten Lumajang tak henti-hentinya meningkatkan kewaspadaan. BPBD setempat telah memetakan kawasan bencana dari 21 kecamatan yang ada. Seperti Kecamatan Pronojiwo yang berbatasan Kecamatan Candipuro. 

“Berkaca pada gempa di Lombok, BPBD Jatim bersama Pemkab Lumajang membentuk tim kebencanaan di tiap organisasi perangkat daerah dan memetakan kawasan bencana yang ada di 21 kecamatan. Sepanjang 2012-2021, ada 10 bencana alam yang terjadi di Kabupaten Lumajang,” jelasnya.

Area ini memiliki enam ancaman bencana. Gempa bumi tektonik, bencana letusan gunung berapi dari Semeru dan Bromo, bencana cuaca ekstrem, banjir, banjir bandang, kebakaran hutan dan lahan. Tak lupa, keberadaan ibu gunung dengan segala pesona serta potensi bahaya.

Budaya Ketangguhan Lingkar Semeru 

Gunung Semeru adalah gunung teraktif yang masih menyimpan potensi letupan. Gunung ini juga sarat legenda rakyat sebagai gunung suci para dewa. Paku Bumi Tanah Jawa.

Bagi penduduk setempat, Semeru adalah ibunya para gunung. Bahkan, gunung tertinggi ketiga di Indonesia setelah Kerinci dan Rinjani.

Berbagai literatur budaya masih mendapat penghormatan melalui tradisi kearifan lokal. Hingga kisah perjanjian antara warga Semeru dengan Ratu Pantai Selatan. Semua cerita-cerita legenda bermuara pada satu tujuan, menjaga keseimbangan alam. 

"Dalam penanganan bencana, literatur budaya sangatlah penting untuk menjaga keseimbangan alam," ujar Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim, Dadang Iqwandy, ST., MT.

Gunung Semeru. Berkali erupsi awan panas guguran terjadi, namun warga tetap setia berada di lingkarnya, tinggal turun temurun, bersahabat dengan marabahaya.

BPBD Jatim terus menekankan pentingnya kolaborasi pentahelix dalam penanggulangan bencana. Melibatkan peran pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media massa. 

“Pemerintah Provinsi Jatim telah membangun ketangguhan bencana di lingkar Semeru,” ujarnya.

Pemprov Jatim melakukan penanggulangan bencana secara bergotong royong. Melibatkan BPBD Jatim, Biro Kesra, Bappeda Jatim, Biro Humas Protokol Setdaprov Jatim hingga Pramuka. 

"Kami berterima kasih bersyukur atas yang dilakukan oleh semua pihak,’ ucapnya.

Bencana memang tidak hanya datang pada saat darurat saja yang disinyalir paling lama 30 hari. Sisanya adalah fase pemulihan dan mitigasi kesiapsiagaan.

BPBD Jatim juga sudah membentuk Kampung Siaga Bencana termasuk di Kabupaten Lumajang yang teridentifikasi memiliki risiko bencana tinggi. 

Ia berharap besar, setiap orang tahu cara menyelamatkan diri, bisa dibantu keluarga maupun tetangga. Sebab, peran regu penolong hanya 1,7 persen. 

“Maka, setiap orang harus memahami cara menyelamatkan diri dan cara evakuasi seperti yang dilakukan di Jepang ketika terjadi bencana.  Memiliki tas siaga bencana, berisi logistik, coklat, sarung tangan dan peluit,” kata Dadang.

Pemprov Jatim juga melakukan pemenuhan logistik, pembangunan infrastruktur melalui anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT), pemasangan rambu dan Desa Tangguh Bencana (Destana) di lingkar Semeru.

Pusdalops BPBD Jatim mencatat total 2.742 desa/kelurahan rawan bencana kategori tinggi atau kelas tiga dengan berbagai macam variasi bencana di sana.  Seperti di lingkar Semeru yang rawan longsor, erupsi dan banjir lahar dingin.

Gunung Semeru memang berbeda dengan gunung berapi lain karena memiliki karakter khusus. Dengan kapasitas kantong magma yang kecil, berpotensi terjadi erupsi setiap hari.

Kantong magma ini menentukan tipikal eksplosif atau ledakan vulkanik. Umumnya berupa abu tipe vulkanian dan strombolian yang terjadi 3-4 kali setiap jam. 

“Dengan kata lain, Semeru setiap hari 'memberi makan' berupa material penyubur tanah," katanya.

Aktivitas erupsi saat ini terdapat di Kawah Jonggring Seloko yang terbentuk sejak 1913. Mulai 1946 hingga sekarang, letusannya tidak pernah berhenti.

Bahkan, jarak atau interval antara 15 menit hingga 1 jam setiap hari. Sebelumnya, peristiwa erupsi dahsyat pernah terjadi pada tahun 1977.

Saat itu Presiden Soeharto langsung turun mendesain program penanganan pasca bencana bernama Proyek Semeru.

Fokus program pada pengerukan material di kawasan kantong magma penyebab banjir lahar dingin yang mampu meruntuhkan jembatan dan pemukiman. Tahun 2021 adalah bencana letusan terbesar kedua. 

Semeru juga tidak memiliki kaldera. Namun memiliki mulut pada sisi tenggara yang mengarah ke hulu Sungai Besuk Kembar, Sungai Besuk Bang dan Sungai Besuk Kobokan. Secara teori, bukaan di tenggara itu makin melebar dan seiring waktu akan berputar melingkar searah jarum jam. 

Bencana Lahar Masih Jadi Ancaman Laten

Pakar Geologi sekaligus Ketua Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (MKPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr Ir Amien Widodo, menegaskan, bahwa lahar dingin Semeru masih menjadi ancaman laten.

Masyarakat harus selalu siaga saat musim hujan tiba. Terutama yang bermukim di area Sungai Besuk Kobokan. Lahar tahunan ini bisa berubah menjadi bencana dan yang selalu menelan korban, kerusakan serta kerugian baik moril maupun materiil.

Ia menyarankan agar BPBD selalu mengacu pada Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Semeru yang terus dimutakhirkan untuk menyusun rencana kontigensi guna upaya evakuasi. Begitu pula acuan dalam menentukan kembali lokasi hunian dan wisata. 

Peta KRB itu disusun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geogologi.

Dalam peta, ada paparan penting mengenai aktivitas gunung secara berkala. Seperti pantauan visual, aktivitas kegempaan, potensi bahaya serta rekomendasi. Semua itu memiliki tujuan menekan dampak bencana yang bisa terjadi kapan saja.

"Dalam ranah ilmu manajemen risiko disebutkan bahwa risiko merupakan fungsi ancaman dan dampak," terangnya.

Bila ancaman itu besar dan terjadi hampir pasti tiap tahun serta berdampak luas dengan korban cukup banyak, lanjutnya, maka risiko bencana musiman bisa dikategorikan sebagai bencana berisiko tinggi. 

Sesuai dengan amanah  Undang Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB), maka, pemerintah berkewajiban melakukan berbagai upaya pengurangan risiko bencana baik sebelum, saat dan setelah bencana. 

“Amanah UU PB tersebut mengharuskan pimpinan pusat maupun daerah untuk melakukan berbagai upaya mitigasi untuk mengurangi atau mencegah ancaman bencana musiman, mengurangi kerentanan masyarakat dan meningkatkan kapasitas masyarakat beberapa bulan sebelum ancaman musiman itu datang,” paparnya. 

Alternatif Usaha Selain Sektor Pertanian 

Bisa jadi langkah mitigasi itu terhambat jika warga relokasi tetap nekat kembali ke lahan rawan. Pengamat Pertanian Universitas Brawijaya Malang,  Dr. Sujarwo, SP., MP mengungkapkan sebuah pandangan tersendiri terkait kultur pertanian di Lereng Gunung Semeru. 

Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lumajang Tahun 2023, jumlah rumah tangga usaha pertanian di Pasirian mencapai 14.803 unit, Candipuro 14.213 unit dan Pronojiwo 8.252 unit. Desa-desa di Kawasan Lereng Semeru. 

Sedangkan total petani di Pronojiwo 8.205 orang, Candipuro 13.584 orang dan Pasirian 14.038 orang. Sumber ekonomi mereka antara lain dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

Pemerintah perlu melakukan observasi mendalam dari sisi risiko penggunaan lahan area rawan bencana dan solusi atas fenomena sosial yang terjadi setelah relokasi itu.

“Menurut saya memang ini sangat bergantung dari bagaimana observasi tingkat risiko bahaya atas penggunaan lahan di Lereng Semeru. Kultur masyarakat di sana tidak bisa dilepaskan dari sektor pertanian sebagai penopang utama perekonomian. Mereka sangat sulit berpisah dengan pertanian. Jika situasi aman, maka secara psikologi mereka akan terdorong untuk menggarap kembali lagi lahan petani," terang Sujarwo.

Sementara untuk mereduksi risiko dan memberikan alternatif pilihan, ia menyarankan agar pemerintah dapat memberikan alternatif pilihan pekerjaan di lokasi hunian tetap yang baru. Sebagai contoh adalah membuka dan memfasilitasi pemasaran industri kreatif, industri pengolahan, dan juga potensi ekonomi lainnya yang dapat dikembangkan.

“Di sisi lain, sebagai wilayah yang berisiko bencana gunung berapi, memang menjadi penting menguatkan early warning system (EWS) untuk kebencanaan dan knowledge untuk kebencanaan dan mitigasi,” tegasnya.

Meningkatkan mitigasi ini dinilai sangat penting dengan melibatkan berbagai kalangan sejalan dengan perbaikan aspek ekonomi.

“Mitigasi di sekolah-sekolah harus ditingkatkan dan mereka dilibatkan aktif, sehingga memiliki literasi lebih baik atas bencana tersebut. Termasuk dalam aspek ekonomi, masyarakat harus dibantu untuk meningkatkan ketersediaan alternatif pekerjaan (livelihood) sehingga risiko atas kehidupannya dapat dikurangi sebagai akibat hanya bergantung pada pertanian saja," ujarnya.

Mekanisme BTT Penanganan Bencana

Di lain sisi, Wakil Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jatim, Hikmah Bafaqih memberikan apresiasi atas aksi tanggap cepat tepat guna yang telah dilakukan oleh pemerintah provinsi dalam penanggulangan bencana. Seperti penyusunan Dokumen Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) untuk memastikan persiapan penanganan dan penganggaran bencana.

Baik itu skala anggaran pusat, daerah maupun provinsi atau bahkan non pemerintah. Termasuk kucuran dana bantuan yang berasal dari anggaran Belanja Tak Terduga (BTT). 

“Itu termaktub dalam dokumen itu dan harus dipedomani,” kata Hikmah.

Hikmah menyebut, bahwasanya alokasi APBD Provinsi Jatim untuk penanganan bencana sudah cukup, bahkan lebih tinggi dari provinsi lain. 

“Malah ada indikasi ketergantungan kabupaten kota kepada dana bencana provinsi, karena banyak sekali kabupaten kota di Jawa Timur yang BTT nya maupun dana yang melekat di BPBD nya itu sangat rendah. Bahkan, BPBD di beberapa kabupaten kota dianggap instansi kelas dua yang kurang diperhatikan dari sisi penyediaan anggaran. Kalau di Jawa Timur sih sudah baik,” jelas Hikmah.

Dana BTT yang dikucurkan provinsi untuk penanganan bencana juga dinilai sudah tepat. Kendati demikian, ia memberikan catatan tersendiri bagi BTT APBN atau BTT dari pusat yang prosesnya dinilai terlalu rumit, sementara bencana membutuhkan penanganan cepat tanggap.

“Kalau yang milik provinsi sudah cukup cepat. Artinya ketika terjadi bencana, kemudian ada pernyataan bahwa daerah itu mengalami bencana, pernyataan itu disampaikan oleh bupati, wali kota atau gubernur, baru kemudian BTT baru bisa diturunkan,” kata Hikmah.

Hanya saja, lanjut Hikmah, terkadang nilai yang dibutuhkan ketika bencana terjadi hampir tak terhingga karena tingkat kerusakan juga cukup beragam. Sementara frekuensi terjadinya bencana juga cukup tinggi. 

“Jadi, BTT itu harus selalu kita ekspektasikan mencukupi untuk kemungkinan terjadinya bencana di banyak tempat di Jatim. Nah, yang agak problem adalah dana on call nya APBN, yaitu BTT yang melekat di APBN. Karena mekanisme penyiapan LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban), rampungnya, luar biasa njlimet (rumit) dan melibatkan banyak kementerian dan lembaga teknis, jadi dilempar-lempar,” tukasnya.

Hikmah menceritakan pengalaman ketika bencana erupsi 1 erupsi 2 Semeru terjadi, didahului dengan erupsi Gunung Kelud. Proses BTT APBN dinilai berlarut-larut luar biasa, hingga sampai akhirnya masyarakat sendiri yang menangani proses rehabilitasi dan rekonstruksi. 

“Karena on-call yang dari APBN ini cukup alot, cukup rumit untuk diakses,” tandas legislator yang juga aktivis perempuan itu.

Beruntung, paradigma pentahelix dalam penanganan bencana di Jatim berjalan optimal. Ada sebuah kesadaran penuh bahwa bencana merupakan situasi dan sektor yang tidak mungkin ditangani oleh satu pihak. Mulai dari preventif mitigasi risiko, saat kejadian maupun pasca bencana. Keseluruhan penanganan itu melibatkan multi pihak.

Keberadaan Tagana, Kader Tanggap Bencana, relawan, Tim SAR serta sektor swasta dan organisasi nirlaba di banyak tempat, baik yang dimiliki oleh pemerintah maupun non pemerintah sangat membantu para korban. 

Namun demikian, Hikmah menekankan agar pemerintah tak semata-mata menggantungkan pada relawan. Sebab, tidak semua relawan yang terjun memiliki kesiapsiagaan meskipun kerap terjun ke lapangan. Karena, frekuensi kejadian bencana, letak bencana, lokasi bencana, itu juga menentukan tingkat keselamatan dan jumlah korban serta kerugian.

“Maka, ke depan, tidak boleh bergantung juga kepada relawan, tetapi menangguhkan atau membuat tangguh. Jadi, pemerintah harus memfasilitasi agar kelompok-kelompok yang paling rentan di masyarakat justru ditangguhkan ketika menghadapi bencana, misalnya disabilitas, lansia, anak-anak, mereka yang ada di asrama, pesantren dan sebagainya itu malah yang harus paling ditangguhkan hingga kemudian ketika terjadi bencana, mereka memiliki kemampuan secara personal untuk menyelamatkan diri,” kata Hikmah memberikan saran.

Ia berharap besar tercipta pergeseran pola baru dalam menghadapi potensi bencana. Menggencarkan upaya-upaya preventif, bukan lagi membebankan tanggung jawab besar pada sisi tanggap darurat. Tetapi pada mitigasi risiko, pencegahan, edukasi, agar bencana bisa dihindarkan.

“Kalau tidak bisa dihindarkan, bisa diminimalkan akses bencana,” ujarnya.

Sedangkan hal lain yang perlu dikuatkan adalah kerja-kerja multi pihak yang lebih tersistem lagi. Tidak hanya menyentuh aspek tanggap darurat, kerja multi pihak juga bagus dilakukan di sisi-sisi preventif edukasi maupun rehabilitasi rekonstruksi. 

“Tidak hanya di tanggap darurat saja. Kami juga selalu menekankan untuk memastikan bahwa manajemen bencana yang ada itu harus lebih terkontrol secara optimal dalam perencanaan yang lebih sistemis,” jelasnya.

Pemprov Jatim Raih Pin Emas BNPB

Ya, Jawa Timur memang merupakan provinsi etalase bencana. Membutuhkan sosok pemimpin tangguh untuk menakhodai provinsi di ujung timur Pulau Jawa ini dalam mengambil setiap kebijakan. 

Menurut Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Jatim, Gatot Soebroto, ada 14 macam potensi bencana mengintai.

Mulai banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, likuefaksi, kebakaran hutan dan lahan, kekeringan, letusan gunung api, tanah longsor, tsunami, epidemi dan wabah penyakit, kegagalan teknologi serta Covid-19.

“Maka dari itu perlu pengkajian risiko bencana,” ujar Gatot.

Prinsip pengkajian meliputi data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada, integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli dengan kearifan lokal masyarakat, kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan serta kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana.

Hasil pengkajian risiko bencana oleh pemerintah daerah itu selanjutnya menjadi acuan menyusun kebijakan penanggulangan bencana hingga aksi intervensi melibatkan seluruh elemen pentahelix. Termasuk membentuk Unit Layanan Disabilitas Penanggulangan Bencana (ULD-PB) menggandeng Siap Siaga, program kolaboratif dengan Pemerintah Australia.

Ia berprinsip bahwa dalam memimpin penanganan kebencanaan membutuhkan sikap egaliter, membangun hubungan baik dengan lintas organisasi perangkat daerah maupun instansi vertikal.

“Harus kita rangkul semua, karena dalam penanganan bencana diperlukan Sapalibatisme. Semua disapa, dilibatkan sebagai kunci penanganan bencana. Ini saya kutip dari Profesor Samsul selaku Kepala BNPB pertama,” tegasnya. 

Sementara tugas lain yang tak kalah penting adalah keterlibatan Dinas PU Bina Marga dalam siklus penanganan bencana. Sebab, infrastruktur merupakan elemen krusial yang harus sesegera mungkin mendapat penanganan apabila terjadi kerusakan. Sekaligus memastikan perbaikan rekonstruksi pasca bencana.

Atas segala kinerja bakti segala sektor, Jatim mampu melaksanakan penanggulangan bencana secara optimal. Saling gotong royong membangun ketahanan menghadapi berbagai potensi ancaman.

Nilai Indeks Risiko Bencana (IRB) Jatim pun mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Tercatat pada tahun 2019, IRB Jatim berada di angka 137,88 kemudian menurun hingga 101, 65 pada tahun 2023.

Sesuai arahan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana tahun 2015-2019 (JAKSTRA PB 2015-2019). Bahwa strategi yang digunakan untuk penurunan IRB adalah dengan meningkatkan kapasitas penanggulangan bencana melalui pelaksanaan 71 indikator ketangguhan yang dikelompokkan menjadi 7 prioritas. 

Kinerja itu membuahkan hasil. Tanggal 31 Juli 2024, Penjabat (Pj) Gubernur Jatim Adhy Karyono menerima Pin Emas dari BNPB. Anugerah itu diberikan atas segala dedikasi Pemprov Jatim dalam melaksanakan aksi penanggulangan bencana yang terjadi di provinsi ini.

Pemprov Jatim juga meraih penghargaan Kategori Pemerintah Daerah yang Berpartisipasi Aktif dalam Mewujudkan Ketangguhan Bangsa dalam Menghadapi Bencana. Sebuah kado manis sekaligus amanah besar bagi siapa saja pemimpin provinsi ini.

Sebab, masih banyak isu strategis rencana penanggulangan bencana yang perlu digali. Antara lain meningkatkan anggaran mitigasi, meningkatkan anggaran percepatan rehabilitasi penanganan bencana termasuk memutakhirkan sistem peringatan dini.(*)

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.