TIMES JATIM, MALANG – Perubahan Undang-Undang Kementerian Negara yang baru-baru ini disahkan memberi keleluasaan bagi presiden untuk membentuk kementerian sesuai dengan kebutuhan pemerintahan. Hal ini memungkinkan pembentukan kementerian baru tanpa batasan jumlah, mengacu pada kebutuhan yang dianggap penting oleh presiden.
Salah satu perubahan besar yang memungkinkan penambahan jumlah kementerian adalah revisi Undang-Undang (UU) Kementerian Negara. Sebelumnya, UU Nomor 39 Tahun 2008 membatasi jumlah kementerian maksimal 34. Namun, dengan revisi terbaru, batasan ini dihapus, memberikan keleluasaan penuh bagi presiden untuk membentuk kementerian sesuai kebutuhan pemerintahan.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Achmad Baidowi, menyatakan bahwa pembentukan kementerian harus memperhatikan efektivitas, efisiensi, serta tidak boleh ada tumpang tindih tugas antar Kementerian.
Penambahan kementerian dipandang sebagai langkah positif dalam meningkatkan tata kelola negara. Misalnya, usulan pembentukan Kementerian Perumahan diharapkan dapat fokus menangani permasalahan perumahan rakyat yang semakin kompleks. Selain itu, rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) bertujuan untuk memaksimalkan penerimaan negara, bukan sekadar pembagian kursi bagi elit politik.
Kementerian baru juga dapat merespons tantangan spesifik seperti isu energi dan perubahan iklim. Dalam wacana yang berkembang, terdapat usulan pemisahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjadi dua, yakni Kementerian Energi dan Petrokimia serta Kementerian Mineral dan Batu Bara. Hal ini dianggap relevan karena peran dan masalah di sektor energi dan pertambangan sangat berbeda sehingga memerlukan penanganan yang lebih fokus.
Namun, rencana penambahan kementerian ini juga mengundang kritik tajam, terutama dari kalangan ekonom dan pakar. Salah satu kekhawatiran utama adalah terkait anggaran yang terbatas. Tambahan kementerian tentunya akan membutuhkan dana operasional yang besar, sedangkan ruang fiskal Indonesia diprediksi akan semakin sempit pada tahun-tahun mendatang. Belum adanya kejelasan alokasi anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 untuk tambahan kementerian ini menjadi sorotan serius.
Selain itu, kritik lain datang dari potensi tumpang tindih tugas dan fungsi antar kementerian yang bisa mengakibatkan pemborosan dan inefisiensi. Efektivitas pemerintahan juga dikhawatirkan akan terganggu jika kementerian baru dibentuk tanpa perencanaan yang matang dan pembagian tugas yang jelas. Pengalaman menunjukkan bahwa pembentukan lembaga baru tidak selalu menjamin peningkatan kinerja, bahkan bisa menjadi beban tambahan jika tidak dikelola dengan baik.
Untuk menciptakan pemerintahan yang efektif, penting adanya keseimbangan antara jumlah kementerian dengan efektivitas kerja. Pemerintah perlu memastikan bahwa penambahan kementerian bukan hanya sekadar mengejar kuantitas, tetapi juga mempertimbangkan alokasi anggaran yang efisien dan tugas yang jelas serta tidak tumpang tindih.
Oleh karena itu, pemerintahan Prabowo-Gibran disarankan untuk fokus pada pembentukan kementerian yang benar-benar mendukung prioritas nasional, seperti energi dan perubahan iklim, serta memperkuat sektor-sektor kunci lainnya. Hal ini akan membantu mencapai tujuan pembangunan yang lebih terarah dan mencegah munculnya isu pemborosan atau ketidakmampuan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
***
*) Oleh : Muhammad Dzunnurain, Student Faculty of Teacher Training and Education, English Education Department Unisma.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Perlukah Penambahan Kementrian di Era Prabowo-Gibran?
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |