https://jatim.times.co.id/
Berita

Hama Dilindungi Negara, Warga Widoro Pacitan Bingung Hadapi Serbuan Monyet Ekor Panjang

Jumat, 05 Desember 2025 - 18:06
Hama Dilindungi Negara, Warga Widoro Pacitan Bingung Hadapi Serbuan Monyet Ekor Panjang Petani di Desa Widoro, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan saat berjaga ladangnya menyusul adanya serangan monyet ekor panjang setahun terakhir. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, PACITAN – Konflik antara manusia dan satwa liar di Desa Widoro, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Pacitan, terus meningkat memasuki akhir 2025. Serangan koloni monyet ekor panjang yang datang secara berkelompok membuat warga berada dalam situasi dilematis bahwa satwa tersebut dilindungi negara, tetapi kerusakannya terhadap lahan warga makin tak tertahankan.

Di tengah kondisi itu, warga kini mulai mengandalkan berbagai cara untuk menyelamatkan tanaman dan sumber penghidupan mereka. Namun upaya tersebut kerap tak berbuah banyak.

Banyak yang gagal panen setelah tanamannya dirusak kawanan monyet ekor panjang selama setahun terakhir. 

"Apa pun dirusak. Jagung sebelum panen sudah kedahuluan kera. Kacang ditinggal pulang tahu-tahu ludes,” ujar Kaur Pemerintahan Desa Widoro, Eniati, saat ditemui, Jumat (5/12/2025).

Warga mengaku sudah mencoba berbagai cara, mulai dari pembuatan bunyi-bunyian, petasan long, jebakan ala kadarnya, hingga lem tikus. Tetapi kecerdikan kera membuat semua metode itu tak lagi menakutkan.

“Warga sampai kehabisan akal dan membuat petasan long untuk mengusirnya. Begitu reda suaranya, kawanan monyet datang lagi. Begitu terus,” kata Eniati.

Upaya lain seperti menembak ke udara dianggap berisiko. Selain melanggar aturan perlindungan satwa, warga menyebut tindakan itu justru membuat koloni kera lebih agresif. 

“Misalnya ditembak, maka yang terjadi justru timbul dendam dan ngamuk membawa kawanan yang lebih banyak,” imbuhnya.

Monyet Mengincar Orang-orang

Kaur-Desa-Widoro.jpgKaur Pemerintahan Desa Widoro, Eniawati saat ditemui menceritakan monyet ekor panjang yang bikin kesal warga. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia) 

Di beberapa dusun seperti Gesing, Tenggar, Widoro, hingga Serenan, kerusakan terjadi hampir tiap hari. Gubuk para petani dirusak, genting dijadikan mainan, bahkan warga yang pernah menghardik kawanan tertentu justru menjadi sasaran.

“Gentingnya dirusak, dibuat mainan lempar-lemparan. Apalagi kalau yang punya gubuk itu orang yang termasuk menghardik kawanan, maka akan diincar,” ungkap Eniati.

Kendati begitu, sebagian tanaman seperti padi masih relatif aman, tetapi kekhawatiran warga makin besar justru menjelang panen. 

Warga yang menanam jagung, kacang, kelapa, hingga palawija menyebut hasil panen tak pernah lagi utuh karena serangan koloni yang terus berulang.

Upaya Warga: Dari Petasan Sampai Pengawasan Bergiliran

Warga Dusun Widoro, Parmo (51), mengatakan hampir setiap hari kawanan kera menyerbu lahan dan merusak kepala kelapa yang selama ini diambil air niranya oleh warga.

“Cengkir kelapa dirusak sebelum jadi degan. Kalau sudah rombongan seratusan, itu beberapa rombongan,” tuturnya. 

Sebagian ada yang tidak berani menderes kelapa sama sekali lantaran paragonnya dirusak sama monyet. "Kalau sudah begitu, air niranya juga susut. Bikin kesal," sambungnya. 

Di daerah paling parah seperti kawasan Banyu Tibo dan beberapa tebing dekat pantai, monyet bahkan turun saat siang bolong tanpa rasa takut terhadap manusia.

Warga yang tinggal di Ngaglik, seperti Mukadi (75), juga mengalami hal serupa. “Ladang saya juga tak luput dari jarahan monyet. Ada yang sempat diserang kawanan seukuran manusia. Berani sama manusia,” ujarnya.

Sementara bagi penderes kelapa, ancaman itu membuat mereka harus mengurangi aktivitas harian. Nusrina (42), salah satu penderes, mengaku takut saat bekerja.

“Kelapa saya pernah dijarah. Biasanya saya bisa menderes 9 liter air nira. Tapi sekarang was-was,” katanya.

Untuk memperlambat serangan, warga kini melakukan pengawasan bergiliran di beberapa titik ladang. Namun luasnya wilayah dan mobilitas kawanan monyet membuat strategi itu tidak mudah.

Kecurigaan Warga: Habitat Terusik karena Wisata Baru

Warga menduga perubahan perilaku monyet dipicu menyempitnya habitat alami akibat pembukaan lokasi wisata baru di pesisir selatan seperti Pantai Nyawiji, Kijingan, Buyutan, dan Banyu Tibo.

“Dulu huniannya ada di tebing pantai, setelah dibuka wisata, habitatnya terusik. Dulu makanannya buah pandan atau belibis, kepiting bebatuan. Sekarang tegalan warga jadi sasaran,” kata Parmo.

Eniati juga mengamini hal tersebut. “Desa kami dulu hamanya belalang. Setelah reda beberapa tahun, justru kawanan kera. Ini baru setahun terakhir dan makin menyeluruh,” ucapnya.

Hutan Mulai Digunduli

Hutan-di-wilayah-Dusun-Gesing.jpgHutan di wilayah Dusun Gesing yang diduga mulai digunduli. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia) 

Dugaan penyusutan kawasan hutan di wilayah Dusun Gesing, Desa Widoro, Kecamatan Donorojo, Pacitan, kembali mencuat setelah warga setempat melaporkan meningkatnya aktivitas penebangan pohon. Kondisi itu disebut-sebut ikut memperparah konflik warga dengan kawanan kera ekor panjang yang setahun terakhir menyerbu ladang dan permukiman.

Pantauan TIMES Indonesia saat menyusuri wilayah Gesing, tepat di ujung Desa Widoro yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri, tampak jelas sejumlah batang pohon hutan sudah hilang dari tempatnya. 

Beberapa titik menyisakan tunggak dan anakan pohon yang masih kecil menandai bahwa penebangan terjadi tidak lama berselang.

“Kawasan ini dulu rimbun, Mas. Tapi sekarang sudah banyak pohon yang ditebang. Tinggal anakannya saja,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya saat ditemui di lokasi.

Menurut warga, penebangan itu bukan hanya mengubah bentang alam, tetapi juga diduga menjadi pemicu monyet turun ke ladang dan kebun warga. Habitat yang semakin menyempit membuat kawanan kera kehilangan sumber pakan alami dan beralih menyerbu tanaman pertanian.

“Dulu monyet itu cukup makan di hutan Rancahan atau Bedog. Sekarang pohon-pohonnya habis. Mereka turun cari makan ke bawah, ke ladang kami,” kata Mukadi, petani asal Gesing, sebelumnya.

Warga menilai kondisi hutan yang kian terbuka membuat ratusan kera mudah bergerak masuk ke area pertanian. Setiap hari, kelompok kera datang bergelombang. Jagung, kacang, pisang, kelapa, hingga daun pepaya rata dijarah. Bahkan gubuk petani ikut rusak.

“Kalau pepohonan banyak, mereka cuma lewat. Sekarang hutan tipis, mereka turun terus. Tidak takut manusia,” keluh warga lainnya.

Dari pengamatan lapangan, sebagian area hutan yang sebelumnya menjadi koridor jelajah satwa kini berubah menjadi lahan terbuka semak belukar. Hilangnya vegetasi pelindung membuat kera lebih sering terlihat di siang hari, bahkan mendekati permukiman.

Belum Ada Data Resmi, Tapi Warga Merasa Semakin Terdesak

Hingga kini, belum ada data resmi terkait pihak mana yang melakukan penebangan, maupun luas area yang terdampak. Namun warga mengaku merasakan dampaknya secara langsung.

“Kalau hutan habis, ya begini akibatnya. Kera lapar turun ke ladang. Kami serba salah,” ucap seorang penderes yang ditemui tak jauh dari lokasi.

Warga menyebut fenomena ini sebagai dilema besar. Di satu sisi, penebangan kayu dilakukan untuk kebutuhan ekonomi sebagian warga. Di sisi lain, hilangnya vegetasi membuat konflik dengan satwa liar semakin sering dan mengancam mata pencaharian mayoritas warga yang hidup dari ladang.

Butuh Investigasi dan Mitigasi Serius

Situasi ini menambah panjang persoalan ekologis di Widoro, yang sebelumnya juga dikaitkan dengan maraknya pembukaan destinasi wisata di wilayah pesisir yang diduga mengganggu habitat kera ekor panjang. Kini penebangan hutan memperkuat tekanan terhadap ekosistem dan menempatkan masyarakat di posisi yang kian sulit.

Warga berharap pemerintah desa, kecamatan, serta instansi terkait dapat turun melakukan pengecekan lapangan dan memberikan solusi jangka panjang.

Laporan visual TIMES Indonesia di Gesing memperlihatkan bahwa jejak penebangan dan hilangnya struktur hutan bukan lagi sekadar dugaan, melainkan kenyataan yang berdampak langsung terhadap kehidupan warga.

Respons BBKSDA Jatim: Warga Diminta Dokumentasikan Setiap Serangan

Laporan warga pun sampai ke Balai Besar KSDA Jawa Timur. Tim Respon Cepat RKW 06 telah turun pada awal Desember untuk mengecek kerusakan di lapangan.

Meski tidak menemukan kawanan monyet secara langsung, petugas mendapati sisa-sisa kerusakan berupa daun jagung patah, batang singkong tercabut, dan rumpun rumput yang habis diserang.

BBKSDA meminta warga mendokumentasikan setiap kejadian serangan mencakup waktu, jumlah monyet, arah kedatangan agar pola pergerakan dapat dianalisis dan solusi mitigasi bisa dirumuskan lebih efektif.

Petugas juga memberikan edukasi teknik pengusiran yang lebih terstruktur, agar upaya warga tidak lagi bersifat sporadis dan mengandalkan metode yang tidak efektif.

Butuh Solusi Jangka Panjang

Konflik warga dengan monyet ekor panjang di Widoro menjadi alarm ekologis bahwa perubahan lanskap memiliki dampak jangka panjang pada perilaku satwa. Tanpa langkah terpadu, kerugian ekonomi warga tani akan makin dalam dan potensi konflik manusia-satwa semakin besar.

Warga berharap intervensi yang lebih sistematis segera dilakukan pemerintah agar lahan pertanian bisa kembali aman. 

Sementara itu, upaya lokal berupa pengawasan bergiliran, pemasangan pengalih perhatian, hingga pemetaan jalur pergerakan monyet ekor panjang tersebut masih menjadi strategi warga untuk bertahan. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.