https://jatim.times.co.id/
Berita

Aku Tenang Ada Kamu, Petugas Hajiku!

Sabtu, 22 Juni 2024 - 22:27
Aku Tenang Ada Kamu, Petugas Hajiku! Akh. Muzakki.

TIMES JATIM, JAKARTA – Semua jemaah haji pasti lega. Pasti bahagia. Saat sudah melewati puncak ibadah haji di Armuzna. Singkatan dari Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Karena di sana bertumpuk banyak tentangan. Ya energi. Ya kesanggupan berada dalam situasi kesederhanaan. Ya mabit atau bermalam. Ya tentu ritual ibadah lainnya. Semuanya bercampur jadi satu. Untuk beberapa hari lamanya. Belum lagi, harus menghadapi cuaca yang sangat panas bagi jemaah kebanyakan dari Indonesia. Karena itu, berhasil melewatinya, tentu membahagiakan.

Tapi bagaimanapun, para jemaah haji itu harus menyempurnakannya dengan tawaf ifadah. Bagian dari rukun haji (dan umrah). Karena Jemaah haji dari Indonesia tinggal tersebar di lima wilayah di Makkah (Syisyah, Raudhah, Misfalah, Jarwal, dan Rei Bakhsy), secara teknis, pilihannya ada dua: melaksanakan tawaf ifadah dengan menggunakan fasilitasi Bus Shalawat, atau berjalan kaki. Tentu masing-masing dari dua pilihan itu pinya konsekuensi.

Bagi yang tinggal agak jauh dari Masjidil Haram, maka menggunakan fasilitasi Bus Shalawat yang siap siaga di depan hotel tinggal masing-masing adalah opsi terbaik. Hanya, kalau menggunakan Bus Shalawat ini, maka risikonya harus menunggu hingga usainya hari tasyriq. Karena bus tersebut baru beroperasi pada tanggal 14 Zulhijjah. Tapi kalau ingin berjalan kaki, bisa kapan saja. Hanya risikonya, perjalanan ke Masjidil Haram harus ditempuh dengan ikhtiar yang besar akibat jalan kaki. Apalagi, pasti dilakukan rekayasa jalan untuk menghindari kemacetan parah dan penumpukan orang hingga jutaan banyaknya.   

Bahkan, rekayasa jalan itu terus berlangsung selama belum ada jadwal kepulangan jemaah ke tanah airnya. Baik melalui bandara Jeddah maupun Madinah. Artinya, mau naik Bus Shalawat ataupun jalan kaki, jemaah haji akan segera berhadapan dengan penutupan jalan di satu titik arus dan pembukaan jalan lainnya di titik arus yang lain. Tentu, semua itu dilakukan untuk memfasilitasi jemaah haji seluas-luasnya dari berbagai titik wilayah di Makkah untuk bisa bergerak menuju Masjidil Haram.

“Kita berangkat ke Masjidil Haram hari ini saja. Tak perlu menunggu Bus Shalawat beroperasi.” Begitu kira-kira yang diterima seorang lelaki dari nasehat ibunya. Kutipan ini untuk menggambarkan cerita ulang yang dilukiskan oleh seorang pimpinan Tim Pengendali Petugas (Dalgas), Mahmud Syaltut, dari cerita yang disampaikan oleh lelaki itu. Lelaki itu Bernama Hadi Samsuar. Berasal dari Aceh. Dia tampak sangat menghormati ibunya yang dia panggil Mamak, dan kini sudah berusia 76 tahun. Dia sangat patuh terhadap nasehatnya. Tak ingin membuat ibunya gundah. Termasuk dalam hal rangkaian ibadah haji.

Akh-Muzakki-2.jpgMahmud Syaltut (Kanan) Berseragam Dalgas - (Dokumen Pribadi Akh. Muzakki)

Berangkatlah sang lelaki itu bersama isteri dan Mamaknya (ibunya) ke Masjidil Haram untuk melaksanakan tawaf ifadah. Berjalan kaki. Tak mungkin naik Bus Shalawat. Karena memang mereka melaksanakan tawaf ifadah itu masih di hari tasyriq. Apalagi, rekayasa jalan masih dilakukan oleh otoritas Arab Saudi dengan sangat ketatnya. Tapi, situasi itu tak menyurutkan tekad lelaki itu untuk tetap melaksanakan niatnya untuk melaksanakan tawaf ifadah di Masjidil Haram bersama isteri dan ibunya. Berjalanlah mereka bertiga ke Masjidil Haram. Hingga ritual tawaf ifadah pun usai dan lengkap dijalankan.  

Dan, risiko tetaplah risiko. Apalagi di awal, risiko itu sudah terbentang dengan jelasnya. Tak ada cara lain yang bisa dilakukan lelaki itu bersama isteri dan ibunya untuk bisa kembali ke hotel inapnya. Kecuali harus berjalan kaki. Seperti mitigasi awal yang diketahui dan dilakukan. Maka, berjalanlah mereka bertiga meninggalkan Masjidil Haram begitu selesia melaksanakan ritual tawaf ifadah. Disusurinya jalanan dengan kekuatan pemahaman rute yang terbatas. Akhirnya, digunakanlah kekuatan instingnya untuk menempuh jalan pulang itu.

Karena rekayasa jalan ada di mana-mana, terdoronglah pergerakan lelaki itu bersama isteri dan ibunya hingga terbawa sampai ke belakang Hotel Dar Al Tawhid Intercontinental. Di situlah mereka bertemu dengan Mahmud Syaltut, salah seorang Tim Pengendali Petugas (Dalgas), yang kala itu sedang mengenakan baju petugas haji Indonesia dengan seuntai kain komando dalgas berwarna hijau menempel di lengan. Apalagi dilengkapi dengan rompi warna hitam bertuliskan “Petugas Haji Indonesia”. Tentu, semakin jelas bahwa Mahmud Syaltut adalah petugas yang diberi amanah untuk melayani jemaah haji Indonesia selama berada di Arab Saudi.   Kebetulan, Mahmud Syaltut sendiri kala itu juga usai melaksanakan tawaf ifadah yang sama. Persis dengan yang dilakukan dan dijalani oleh lelaki bersama isteri dan ibunya di atas.

Melihat ada petugas haji Indonesia yang berseragam lengkap di atas, lelaki bersama isteri dan ibunya itu memanggil Mahmud Syaltut seraya mendatanginya. “Pak, bagaimana arah jalan pulang ke hotel tempat kami menginap?” begitu kira-kira kalimat yang terucap oleh lelaki itu seraya meminta arahan teknis arah jalan. Tentu, nama hotel dimaksud juga disebut oleh lelaki itu. Kutipan pertanyaan tersebut hanya ilustrasi saja dari cerita yang disampaikan oleh Mahmud Syaltut ke saya. Intinya, lelaki bersama bersama isteri dan ibunya itu sedang meminta bantuan kepada Mahmud Syaltut petunjuk arah jalan kembali ke hotel tempat mereka menginap.  

Lalu, Mahmud Syaltut pun membuka gadget-nya. “Saya tunjukkan jalan pakai Google Map,” jelasnya kepadaku tentang bagaimana dia memberikan petunjuk arah jalan pulang kepada lelaki bersama isteri dan ibunya itu. Mengertilah lelaki itu arah jalan pulang ke hotel. Tentu, bantuan petugas seperti Mahmud Syaltut itu sangat bermanfaat bagi Jemaah seperti dia bersama isteri dan ibunya itu. Tentu, di sinilah keberadaan petugas haji Indonesia di Arab Saudi sangat ditunggu oleh semua jemaah haji Indonesia. Mereka menjadi tempat bertanya. Mereka menjadi tempat untuk memastikan layanan terbaik yang harus mereka terima selama ibadah haji di Arab Saudi.

Baru saja lelaki bersama isteri dan ibunya itu hendak menggeserkan langkah menuju arah jalan pulang itu, Mahmud Syaltut melontarkan pertanyaan begini: “Izin, Pak, boleh saya wawancarai?” Lelaki itu pun langsung menjawab: Ya, silakan, Pak.” Lalu, bertanyalah Mahmud Syaltut itu: “Pelaksanaan haji tahun 2024 ini bagaimana, menurut Bapak?” Lelaki itu pun kontan berujar: “Alhamdulillah mudah. Banyak dimudahkan. Dengan banyak petugas di jalan, kami pun jadi mudah. Kami nggak tahu, buta di sini. Kalau nggak, kami buta. Bisa-bisa tersesat. Cuma dengan adanya petugas-petugas di jalan yang rela untuk membantu kami, jemaah kami, pelayanan Indonesia bagus. Alhamdulillah enak kami semuanya.”

Semua petugas haji Indonesia memang diwajibkan hadir di setiap momen apapun. Di hampir semua titik yang menjadi sarana Jemaah haji Indonesia untjuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan, para petugas haji Indonesia itu harus menjalani model shiftatau giliran dalam bertugas. Itu semua didesain agar semua kebutuhan jemaah haji Indonesia terlayani dengan baik. Mulai dari perihal konsumsi, akomodasi, dan transportasi, serta juga tak ketinggalan, peribadatan.    

Lalu untuk memudahkan jemaah mengenali mereka, semua petugas haji Indonesia wajib mengenakan seragam resmi petugas. Tak boleh mengenakan baju lain. Kecuali saat tidur untuk istirahat di dalam kamar. Selebihnya, mereka semua wajib mengenakan seragam resmi petugas haji Indonesia. Bahkan, untuk kebutuhan ritual yang mengharuskan mengenakan baju ihram, baju ritual itu pun juga bertuliskan “petugas haji Indonesia”. Satu sisi, kebijakan itu untuk mengingatkan semua yang sedang bertugas dalam pelaksanaan haji 2024 bahwa Anda adalah petugas, dan bukan jemaah. Tugas pokoknya adalah melayani Jemaah haji Indonesia. Sisi lain, itu untuk memudahkan jemaah haji Indonesia mendapati petugas resmi haji.

Lebih dari itu, pengenaan seragam resmi petugas haji Indonesia di atas membantu menebalkan rasa percaya diri para jemaah haji selama berhaji di Arab Saudi.  Rasa percaya diri penting bukan saja bagi jemaah haji Indonesia yang harus memenuhi kebutuhan hidup dan ibadahnya selama berada di Arab Saudi. Melainkan juga bagi mereka yang belum pernah tinggal di negeri orang. Dan Arab Saudi ini menjadi medan pemenuhan kebutuhan ibadah haji seluruh jemaah haji, termasuk dari Indonesia.

Maka, wajar dan sangat bisa dimengerti pernyataan lelaki jemaah haji Indonesia yang menyebut “Dengan banyak petugas di jalan, kami pun jadi mudah” di atas. Keberadaan petugas haji Indonesia dirasakan sangat bermanfaat karena membuat hidup jemaah haji terfasilitasi. Akhirnya mereka pun terlayani dengan baik.  Kalimat “Kalau nggak, kami buta. Bisa-bisa tersesat” oleh lelaki di atas hanyalah contoh kecil bagaimana para jemaah haji Indonesia merasakan betul keberadaan para petugas haji Indonesia di Arab Saudi. Maka, pantas jika mereka mengapresiasi layanan petugas haji Indonesia selama berada di Arab Saudi. (*)

 

Oleh: Akh. Muzakki Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya; Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024

Pewarta :
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.