TIMES JATIM, SURABAYA – Buruh di Jawa Timur akan mengalihkan tekanan ke penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), yang dinilai akan menentukan nasib riil upah buruh di tengah melonjaknya biaya hidup.
Ini dilakukan sebagai respon keputusan Gubernur Jawa Timur yang menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 sebesar Rp2,44 juta.
Ribuan buruh mengalihkan fokus perjuangan mereka pada penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang dijadwalkan akan segera diputuskan sebagai tindak lanjut dari SK Gubernur sebelumnya.
Massa buruh dari kawasan industri Ring 1 (Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, dan Mojokerto) menegaskan bahwa angka UMP yang hanya naik 6,1 persen menjadi alarm bahaya bagi penetapan UMK di daerah masing-masing.
Mereka khawatir jika pemerintah daerah menggunakan standar kenaikan yang sama, daya beli buruh akan semakin terpuruk di tengah inflasi yang terus melonjak.
Nuruddin Hidayat Wakil Sekretaris Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim mengungkapkam bahwa besaran UMP Jatim 2026 tidak sejalan dengan Putusan MK No.168/PUU-XXI/2023.
"UMP itu jaring pengaman paling bawah. Pertarungan sebenarnya ada di UMK. Kami tidak ingin angka UMK 2026 nanti ditetapkan hanya berdasarkan formalitas tanpa melihat fakta kenaikan harga pangan dan transportasi," terangnya di tengah kerumunan massa di Jalan Pahlawan, Rabu (24/12/2025) malam.
Hingga pukul 21.30 WIB, perwakilan serikat buruh masih berupaya melakukan lobi dan tekanan agar rekomendasi UMK dari Bupati/Walikota, khususnya di Surabaya Raya, tetap mengacu pada angka Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sebesar Rp3,5 juta atau menggunakan variabel Alfa 0,9 yang lebih tinggi dari keputusan UMP.
Ketidakpuasan terhadap angka UMP diprediksi akan membuat gelombang aksi demonstrasi terus berlanjut hingga beberapa hari ke depan.
Sebagai informasi, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menetapkan UMP Jawa Timur 2026 mencapai Rp 2.446.880, naik Rp 140.895 atau sekitar 6,11 persen dari UMP 2025 yang mencapai Rp 2.305.985.
Massa mengancam akan bertahan di pusat kota atau melakukan aksi mogok daerah jika tuntutan revisi UMP dan penetapan UMK yang layak tidak segera direspon secara konkret oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (*)
| Pewarta | : Zisti Shinta Maharrani |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |