TIMES JATIM, MALANG – Kondisi kawasan Kampung Kayutangan Heritage di awal tahun 2023 tampak terlihat sepi pengunjung. Hal ini sangat berpengaruh bagi para pelaku UMKM yang tepatnya berada di dalam kawasan Kayutangan Heritage atau di berkampungan.
Tentunya, kondisi ini sangat bertolak belakang dengan indahnya pedestrian Kayutangan Heritage yang mulai tertata rapih hampir 100 persen pengerjaan di setiap zonanya.
Ketika TIMES Indonesia masuk ke kawasan Kampung Kayutangan Heritage, memang terlihat tak ada satu pun wisatawan. Hanya ada sejumlah warga kampung saja yang bercengkrama di depan rumahnya.
Mungkin saja mereka juga tengah menunggu pengunjung datang, karena tak sedikit warga kampung Kayutangan Heritage memiliki usaha UMKM, mulai dari kuliner makanan hingga perkopian.
Seperti salah satu warung kopi bernama Hamur Kopi Mbah Ndut milik Rudi Haris (65). Ia hanya membuka kedainya pada Sabtu dan Minggu saja.
Sebelum Pandemi Covid-19 melanda, Rudi mengatakan bahwa kedainya buka setiap hari. Akan tetapi, kini karena sepinya pengunjung dan pembeli, ia tak mampu menutup biaya operasional yang ada.
"Dulu setiap hari, sekarang Sabtu dan Minggu saja. Kalau dibuka setiap hari, tapi gak ada orang beli terus jual ke siapa. Saya buka dari awal memang untuk wisatawan, bukan warga lokal," ujar Rudi, Selasa (3/1/2023).
Kediaman Rudi Haris yang menjadi lokasi warung kopi Mbah Ndut di Kampung Kayutangan Heritage. (Foto: Rizky Kurniawan Pratama/TIMES Indonesia)
Ia menilai setelah pembangunan pedestrian yang cukup apik dan aestethic, wisatawan malah memilih hanya berkunjung di sepanjang pedestrian Kayutangan Heritage saja.
Terlebih, di sepanjang pedestrian Jalan Basuki Rahmat tersebut kini juga telah menjamur kafe-kafe yang menarik bagi para muda mudi dan wisatawan.
"Makanya kita kalah, orang kalau kesini (kampung Kayutangan Heritage) seringkali saya tawari mampir untuk ngopi, katanya sudah ngopi di atas," ungkapnya.
Rudi juga menuturkan, bagaimana kondisi warung kopinya sebelum Pandemi Covid-19. Dulu, dalam sebulan saja ia mampu meraup untuk hingga Rp 2 juta.
Hal tersebut sebelum pedestrian Kayutangan Heritage tertata rapih mulai dari belum adanya ornamen lampu hingga banyaknya kafe-kafe di sepanjang pedestrian.
"Pembeli dulu pernah sampai gazebo dekat sungai, sekarang satu hari gak dapat apa-apa. Sabtu dan Minggu saja pernah gak dapat satu rupiah pun. Sebulan dapat Rp100 ribu ya pernah," katanya.
Apalagi, rumah yang digunakan untuk warung kopi oleh Rusdi ini telah berusia tepat 100 tahun. Ia mengaku malah kebanyakan pelanggannya dari luar Kota, seperti dari Jakarta.
"Biasanya orang Jakarta bilang kalau di atas (pedestrian) sudah biasa di Jakarta banyak. Makannya dia kadang ke warung saya, karena tenang, suasana rumah lama dan kopinya sama saja dengan yang di atas," katanya.
Dengan itu, ia berharap warung kopinya bisa kembali ramai. Sebab, warung kopi tersebut merupakan penghasilan utama di masa tuanya.
Ia sendiri berjualan kopi cukup murah di kantong. Mulai dari harga Rp7 ribu hingga Rp12 ribu saja.
"Ya saya harap di dalam perkampungan ini juga bisa seperti di depan. Jadi biar gak di luar saja yang ramai, di dalam tetap ramai," ucapnya.
Sementara, Ketua RT 2 bernama Joni menyebutkan bahwa memang tak ada satu persen pun yang masuk ke kawasan Kampung Kayutangan Heritage meski di kawasan pedestrian ramai wisatawan.
Padahal, Pokdarwis sekitar sudah berupaya agar pengunjung masuk, namun hasilnya masih nihil.
"Diluar memang ramai kalau malam, tapi tidak ada satu persen pun yang masuk ke kampung. Pokdarwis juga berupaya agar pengunjung juga masuk ke kampung. Ya biar UMKM ini bisa bernafas juga," tandasnya.
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Irfan Anshori |