TIMES JATIM, SIDOARJO – Mantan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor (Gus Muhdlor) menjalani sidang lanjutan dugaan kasus pemotongan dana insentif ASN BPPD Sidoarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (4/11/2024).
Sidang kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 26 saksi dari bidang Pajak Daerah (PD) II BPPD Sidoarjo yang insentifnya turut dipotong. Termasuk Kepala Bidang (Kabid), pengelola data dan staf.
Dari kesaksian ke 26 orang saksi tidak ada satu saksi pun yang menyebut nama terdakwa Gus Muhdlor dalam kesaksiannya terkait pemotongam dana insentif pegawai BPPD Sidoarjo ini.
Bahkan saat Majelis Hakim memberikan waktu kepada terdakwa Gus Muhdlor untuk bertanya kepada26 saksi, Gus Muhdlor memilih tidak bertanya ke para saksi karena 26 saksi tidak menyebut namanya terkait perkara ini.
"Tidak Majelis Hakim, saya tidak kenal mereka. Mereka juga tidak menyebut nama saya, jadi saya tidak bertanya atau berkomentar. Karena para saksi tidak menyebut nama saya dalam kesaksianya," kata Gus Muhdlor, seni (4/11/2024).
Gus Muhdlor hanya meminta kepada pihak JPU KPK terkait rekening koran yang ditahan atau disita oleh KPK untuk dikembalikan kepadanya.
"Saya hanya minta rekening koran saya dikembalikan, karena tidak ada bukti aliran dana terkait kasus ini ke rekening pribadi saya," pinta Gus Muhdlor
Sementara dari kesaksian 26 orang saksi menyebut jika tak tau pemotongan dana insentif itu untuk apa, tapi sudah berjalan sejak lama. Seperti yang diungkapkan Kabid I PD 2, Heru Edi Susanto.
Heru Edi mengakui jika pemotongan insentif ASN di BPPD telah berjalan beberapa tahun sebelumnya, atau jaman Kadis Pak Joko sebelum Ari Suyono. Ia juga mengatakan perannya dalam mengumpulkan dana potongan insentif staffnya melalui kitir yang ia bagikan.
"Kitir saya sendiri yang membagikan dan hasil dari pengumpulan dana itu kami serahkan ke Rahmah Fitria, Sintia, dan Abedia Jawara Maulana. Kalau kegunaan dari dana tersebut saya tidak tahu," kata Heru menjawab pertanyaan Jaksa.
Hal senada juga diungkapkan, Setya Handaka Kabid II PD 2 BPPD yang mengatakan kegunaan dana pemotongan insentif itu juga tidak ia ketahui kegunaan detailnya untuk apa. Para Kabid hanya turut mengumpulkan uang pemotongan insentif saja sebelum diserahkan ke Siska Wati.
"Jadi tidak pernah menghitung totalnya berapa, semua diserahkan ke Bu Siska Wati. Untuk menentukan jumlah potongan insentif tidak tahu, yang mengurusi Bu Siska Wati," jelasnya
Menurut Setya, ia baru mengetahui adanya pemotongan insentif itu setelah tiga bulan masuk BPPD Sidoarjo. Ketika itu, para Kabid, termasuk terdakwa Siska Wati dikumpulkan dalam rapat khusus di ruangan terdakwa Ari Suryono.
"Yang disampaikan insentif akan cair itu sekitar Maret 2023, bahwa nanti kalau sudah cair ada sodaqoh. Disampaikan oleh Bu Siska Wati, terkait nilai potongan tidak disampaikan," ungkap Setya.
Setya juga mengaku sempat mengeluh dan terbesit untuk pindah dari BPPD lantaran pernah tiba-tiba semua Kabid diminta uang 25 juta oleh Ari Suryono untuk keperluan pengamanan.
"Para Kabid kadang-kadang sempat menggerutu ingin pindah dari BPBD kalau situasinya kayak begitu, dimintai uang oleh Pak Ari Suyono," paparnya.
Sementara itu penasehat Hukum terdakwa Achmad Muhdlor, Mustofa mengatakan saksi-saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini tidak ada korelasinya dalam struktur kasus yang disangkakan ke kliennya.
Kesaksian saksi Setya Handaka terkait dengan penggunaan uang insentif semacam saksi testimonium de auditu. Pasalnya, saksi tidak melihat, mendengar dan mengalami sendiri.
"Saksi-saksi tadi saya kira tidak ada korelasinya dengan Gus Muhdlor. Kalau saksi Setya Handaka tadi menurut saya seperti saksi auditu ya, karena tidak mendengar sendiri dan tidak mengetahui yang sebenarnya, hanya sempat mendengar dari Ari Suryono," ungkap Mustofa. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: 26 Saksi Pegawai BPPD Sidoarjo Tak Satu Pun Sebut Nama Gus Muhdlor
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Deasy Mayasari |