TIMES JATIM, MOJOKERTO – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per September 2024 terjadi deflasi –0,12 persen secara month to month. Sementara, inflasi secara Year on Year (YoY0 sebesar 1,84 persen. Data ini dipengaruhi oleh sejumlah komponen, khususnya sektor makanan, minuman, dan tembakau.
Data itu disampaikan Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti dalam rapat koordinasi (rakor) pengendalian Inflasi bersama Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) secara virtual di Satya Bina Karya (SBK). Rapat itu dipimpin oleh Plt Sekretaris Jenederal (Sekjen) Kemendagri, Tomsi Tohir.
“Jadi dari pantauan kami, harga di tingkat konsumen ini menurun, atau terjadi deflasi secara month to month. Karena memang dipengaruhi oleh penurunan harga-harga komoditas yang suplainya sedang tinggi di pasar yang masuk dalam kategori volatile food,” ucap Amalia, dikutip Jumat (4/10/2024).
Lebih lanjut, dia mengungkapkan penyebab deflasi berikutnya dipicu oleh menurunnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi. Amalia menambahkan, perkembangan harga BBM non-subsidi tersebut menyesuaikan dengan harga minyak internasional.
Pada kesempatan itu, Amalia juga menjelaskan perkembangan inflasi month to month per September 2024 berdasarkan wilayah untuk kategori provinsi. Dari total 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 14 provinsi mengalami inflasi. Sementara 24 provinsi mengalami deflasi. Adapun provinsi yang mengalami inflasi tinggi yakni Maluku Utara, Papua Barat Daya, dan Gorontalo. Sedangkan provinsi dengan deflasi tertinggi yakni Papua Barat, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan.
Amalia menjelaskan, dalam mengukur inflasi di Indonesia, BPS berkomitmen menjaga independensi dan terlepas dari intervensi pihak manapun. Selain itu, BPS juga menggunakan metodologi yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan standar internasional.
"Oleh sebab itu, kami akan menjamin kualitas dan terus menjamin kualitas secara ketat dalam setiap tahapan proses penyediaan angka statistik tidak hanya angka inflasi, tetapi juga angka yang kami keluarkan itu harus dipastikan jaminan kualitasnya,” tegasnya.
Plt Sekjen Kemendagri, Tomsi Tohir meminta pemerintah daerah (Pemda) memahami perkembangan data inflasi. Tak hanya itu, kementerian/lembaga yang memiliki tugas dan fungsi dalam memonitor laju inflasi juga diminta untuk memperhatikan hal tersebut.
“Bagi produk-produk tertentu yang harganya masih naik kami mohon [stakeholder] sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing, tolong betul-betul dapat dikritisi. Dicek betul (data di) daerahnya,” ujarnya.
Tomsi mengimbau stakeholder terkait untuk menindaklanjuti apabila masih ada kenaikan harga produk tertentu di daerah. Ia berharap capaian angka inflasi yang relatif terkendali dapat dipertahankan.
Sementara itu, terkait rakor tersebut Pjs Bupati Mojokerto, Akhmad Jazuli mengatakan, terkait mengendalikan inflasi di Bumi Majapahit agar OPD terkait dapat melaporkan harga bahan-bahan pokok secara berkelanjutan untuk dapat ditinjau ulang.
"Ini tolong dibikin laporan keatasan tapi data-datanya yang terakhir dari BPS untuk ditinjau ke teman-teman," ujarnya.
Jazuli juga berpesan agar peserta yang mengikuti rakor bersama Kemendagri tidak berubah-ubah, supaya dapat memahami setiap rakor yang diikuti setiap minggunya.
"Saya berharap kalau bisa rapat ini yang mewakili tidak gonta ganti, sebisa mungkin orangnya tetap biar nyambung dengan yang kemarin," ucapnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pjs Bupati Mojokerto Minta OPD Pantau Harga Kebutuhan Pokok
Pewarta | : Thaoqid Nur Hidayat |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |