TIMES JATIM, JAKARTA – Bulan November adalah bulan merenungkan dan mengapresiasi jasa guru-guru kita. Pada 1 November 2024 kemarin, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti telah meluncurkan bulan November sebagai Bulan Guru Nasional, di mana akan ada berbagai rangkaian acara sebagai wujud apresiasi atas peran dan jasa guru yang sudah mendidik generasi muda Indonesia.
Jadi, sebelum mencapai puncaknya pada peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024 pada 25 November 2024 nanti, terlebih dahulu akan didahului beberapa rangkaian acara Bulan Guru Nasional 2024. Acara tersebut di antaranya Jambore GTK Hebat 2024, kampanye Hari Guru di Sekolahku, Webinar Guru Hebat, apresiasi praktik baik #Guruhebat di media sosial, pameran pendidikan, dan lain sebagainya.
Tema yang diusung dalam perayaan GHN 2024 adalah Guru Hebat, Indonesia Kuat. Adapun tujuan dari peringatan HGN adalah: memberikan apresiasi kepada guru dan tenaga kependidikan, merayakan semangat kolaborasi guru Indonesia, menguatkan visi guru sebagai pembelajar sepanjang hayat, merayakan semangat menuju Generasi Emas Indonesia 2045, amplifikasi energi, semangat, dan praktik baik pembelajaran (Dikdasmen: 2024).
Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, dapat dilihat bahwa semangat HGN 2024 pada dasarnya adalah mewujudkan guru yang berkompeten dan berkualitas. Hal tersebut memang syarat untuk menciptakan pendidikan yang bermutu, sehingga guru mampu melahirkan generasi muda Indonesia yang berkualitas, berkarakter, dan mampu bersaing di masa depan.
Akan tetapi, tantangan yang dihadapi guru di era sekarang tidak mudah. Saat ini, guru dihadapkan pada situasi yang berbeda dibandingkan 10-20 tahun yang lalu. Dulu, guru merupakan sumber informasi dan pengetahuan yang utama bagi anak didik. Kini, informasi bisa dengan mudah dan cepat didapatkan di internet melalui gadget di tangan setiap anak, sehingga guru bukan lagi satu-satunya sumber informasi.
Di sisi lain, karakteristik anak didik pun berbeda. Anak-anak yang tumbuh di era digital bukan anak-anak yang mudah diarahkan. Mereka cenderung menyukai kebebasan dan bergantung pada teknologi. Anak-anak sekarang menyimpan potensi luar biasa dalam berbagai hal, namun di saat bersamaan juga dihadapkan pada berbagai ancaman terkait dampak negatif media sosial seperti mengikisnya etika dan nilai-nilai moral.
Situasi, keadaan, dan tantangan inilah harus mampu dibaca dan disadari oleh guru dalam mendidik anak-didik zaman sekarang. Sebagai pendidik yang bertugas mendampingi proses belajar murid, guru perlu mengenali dunia mereka, sehingga kemudian dapat memberikan pendampingan yang efektif dan dibutuhkan untuk proses perkembangan ke depan, baik secara kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Sebagai Fasilitator
Lantas, di era saat ini dengan segala tantangan yang sudah disebutkan di atas, apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi guru yang berkualitas? Tentu, pada dasarnya ada banyak faktor yang dapat dikupas mengenai hal ini. Di sini, penulis mencoba memberikan dua poin penting kaitannya dengan guru berkualitas di era digital.
Pertama, kompetensi. Kompetensi merupakan hal yang tak dapat ditawar. UU Nomor 14 Tahun 2005 pasal 8, disebutkan jelas bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Semua itu merupakan hal mendasar yang mesti ada dalam diri seorang guru agar bisa menjalankan tugas dengan baik.
Guna meningkatkan kompetensi guru tersebut, ada berbagai program seperti Pendidikan Guru Penggerak (PGP), Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan, Platform Merdeka Mengajar, Sertifikasi, Balai Guru Merdeka, dan sebagainya. Pendidikan, workshop, dan berbagai bentuk pelatihan tersebut mesti dijalani untuk terus melakukan upgrade pengetahuan dan skill, sebagai perwujudan belajar sepanjang hayat seorang guru.
Selain itu, poin yang penting ditekankan di era digital sekarang adalah memahami peran guru sebagai fasilitator. Sebenarnya ini menjadi bagian tak terpisahkan dari kompetensi guru. Namun, memahami peran sebagai fasilitator ini penting ditekankan karena adanya perubahan di bidang teknologi informasi digital yang begitu cepat.
Di era digital saat ini, guru cenderung bukan lagi pusat informasi, namun lebih kepada sebagai fasilitator. Hal ini karena sumber-sumber informasi di era digital sangat luas dan mudah didapat oleh anak didik. Menyikapi keadaan tersebut, guru mesti memahami apa yang mesti dilakukan dalam pembelajaran sebagai fasilitator belajar peserta didik.
Sebagai fasilitator, peran guru di era digital adalah lebih kepada bagaimana meningkatkan motivasi dan partisipasi siswa dalam pembelajaran, merangsang kreativitas, membangun pemikiran kritis, membentuk kemandirian belajar siswa, dan sebagainya. Itu merupakan kecakapan-kecapakan mendasar yang dibutuhkan anak-anak agar tumbuh menjadi generasi yang cakap, unggul, dan mampu bersaing di masa depan.
Tak sekadar sebagai fasilitator, di saat bersamaan guru juga mesti dapat berperan guru sebagai teladan yang bisa dicontoh sekaligus motivator yang selalu memberi semangat kepada anak didik. Sebagaimana trilogi pendidikan dari Ki Hadjar Dewantara, yakni “ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani”, yang berarti di depan memberi contoh, di tengah membangun motivasi, dan di belakang memberi dorongan semangat.
***
*) Oleh : Al-Mahfud, Aktif Menulis Topik-topik Pendidikan.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |