TIMES JATIM – Beberapa hari ini, media masih secara intens memberitakan program “lapor mas Wapres” sehingga menjadi viral. Terlepas dari pro dan kontra program tersebut pada dasarnya adalah sebuah saluran pelaporan resmi yang memungkinkan warga untuk menyampaikan keluhan langsung kepada Wakil Presiden Indonesia.
Dengan menjembatani kesenjangan antara masyarakat dan pimpinan tertinggi, program ini bertujuan untuk mengatasi masalah pemerintahan di tanah air. Namun, pendapat masyarakat terbagi. Sementara beberapa memuji program ini sebagai respons tepat waktu terhadap masalah publik yang mendesak, yang lain mengkritiknya sebagai langkah politik yang dangkal.
Esai ini mengeksplorasi apakah “Lapor Mas Wapres” benar-benar menjadi langkah solutif atau hanya sekadar gimik politik, serta dampaknya pada administrasi publik dan akuntabilitas.
Inisiatif program “Lapor Mas Wapres” diperkenalkan untuk memberikan platform bagi warga Indonesia agar dapat melaporkan permasalahan yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari langsung ke kantor Wakil Presiden.
Program ini terutama menangani keluhan masyarakat mengenai layanan publik, pembangunan daerah, dan masalah sosial, menawarkan cara yang lebih mudah bagi suara-suara dari seluruh Indonesia untuk sampai kepada pembuat kebijakan tanpa harus melalui birokrasi yang berbelit.
Secara teori, platform ini mewujudkan prinsip demokrasi berupa transparansi dan akuntabilitas, yang berpotensi mengubah tata kelola pemerintahan dengan memungkinkan para pejabat untuk lebih memahami dan menanggapi kebutuhan rakyat.
Salah satu poin penting dari program “Lapor Mas Wapres” terletak pada potensinya untuk menangani keluhan publik secara efisien. Di negara yang beragam secara geografis dan demografis seperti Indonesia, masalah-masalah lokal terkadang tidak terselesaikan karena kurangnya akses ke otoritas yang lebih tinggi.
Program ini dapat memainkan peran penting dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut, memungkinkan warga dari daerah terpencil untuk melaporkan keluhan mereka langsung ke pemerintah tanpa harus melalui keterlambatan administratif di tingkat lokal. Dengan demikian, ini dapat mendorong kerangka tata kelola yang lebih inklusif di mana setiap warga memiliki suara.
Selanjutnya, program ini dapat menjadi katalisator bagi akuntabilitas pemerintah yang lebih besar. Dengan membuka saluran langsung untuk keluhan publik, kantor Wakil Presiden memposisikan dirinya sebagai lembaga yang mudah diakses dan bertanggung jawab, yang berpotensi mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Kepercayaan ini penting bagi demokrasi yang berfungsi baik, karena tidak hanya meningkatkan kepuasan warga tetapi juga memperkuat kohesi sosial, faktor penting bagi negara sebesar dan se-beragam Indonesia.
Mekanisme pelaporan langsung dalam program ini juga dapat meningkatkan responsivitas di kalangan lembaga pemerintah. Karena keluhan diarahkan ke pejabat tinggi, urgensi untuk menangani masalah yang dilaporkan mungkin meningkat, sehingga mempercepat penyelesaian masalah bagi warga.
Dalam jangka panjang, responsivitas yang lebih baik ini dapat meningkatkan efisiensi tata kelola Indonesia secara keseluruhan, menetapkan standar bagi lembaga pemerintah lainnya untuk diikuti.
Langkah Solutif atau Gimik Politik
Terlepas dari potensinya, penulis berpendapat bahwa program “Lapor Mas Wapres” mungkin tidak seefektif yang diklaim. Aroma gimik politik terdeteksi yang bertujuan meningkatkan citra publik kantor Wakil Presiden daripada benar-benar menangani keluhan masyarakat, atau bahkan kepentingan politik jangka panjang.
Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa program tingkat tinggi seperti ini sering kali tidak memiliki mekanisme tindak lanjut yang efektif. Tanpa sistem yang terstruktur untuk memastikan akuntabilitas di kalangan pejabat tingkat bawah, ada risiko bahwa program ini bisa menjadi upaya yang dangkal, dengan keluhan masyarakat tetap tidak terselesaikan dalam praktiknya.
Kritik lain adalah bahwa program ini mungkin menjadi sekadar latihan pengumpulan data tanpa hasil yang nyata. Mengumpulkan laporan dari masyarakat hanyalah langkah pertama dalam proses tersebut.
Agar program ini benar-benar efektif, harus ada strategi yang kuat untuk menganalisis laporan ini, memprioritaskan masalah, dan memobilisasi respons yang tepat dari lembaga pemerintah. Jika komponen-komponen ini tidak ada, “Lapor Mas Wapres” dapat dianggap sebagai inisiatif reaktif, hanya menangani keluhan-keluhan yang terisolasi tanpa menangani masalah-masalah sistemik.
Selain itu, program ini mungkin berfungsi sebagai taktik pengalihan. Dengan memberikan akses langsung kepada Wakil Presiden, pemerintah dapat dipandang lebih transparan dan mudah diakses. Namun, aksesibilitas ini mungkin tidak diterjemahkan menjadi perubahan kebijakan atau peningkatan layanan yang substansial.
Saluran ini mungkin mengalihkan perhatian dari reformasi struktural yang lebih dalam yang dibutuhkan dalam administrasi publik Indonesia. Tanpa reformasi seperti itu, masalah mendasar yang mendorong keluhan masyarakat mungkin tetap ada, menjadikan program ini sebagai solusi sementara daripada solusi yang transformatif.
Kemudian program ini memberikan kesan bahwa pelayan publik eksisting di level pemerintahan daerah hingga desa tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Padahal mestinya pemerintahan pusat cukup mengorkestrasi lembaga-lembaga pelayanan publik dengan fungsinya sebagaimana dalam regulasi yang ditetapkan.
Selanjutnya, kerja sama antar-departemen sangat penting untuk memastikan bahwa masalah yang dilaporkan diselesaikan secara efektif. Kantor Wakil Presiden tidak dapat menangani setiap masalah sendirian; ia harus bekerja sama dengan pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga publik lainnya.
Pembentukan tim khusus dalam lembaga-lembaga ini untuk menangani keluhan dari “Lapor Mas Wapres” dapat mempercepat respons dan memastikan bahwa program ini menghasilkan hasil yang berarti.
Program “Lapor Mas Wapres” memiliki potensi sebagai pendekatan inovatif untuk menjembatani kesenjangan antara masyarakat dan pemerintah. Jika diimplementasikan dengan efektif, program ini dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah, responsivitas, dan kepercayaan publik.
Namun, untuk menghindari anggapan sebagai gimik politik, program ini harus lebih dari sekadar pengumpulan keluhan dan mengutamakan tindak lanjut yang nyata. Dengan menerapkan mekanisme akuntabilitas yang ketat, komunikasi yang transparan dengan masyarakat, dan kolaborasi antar-departemen yang efektif, program ini dapat memantapkan posisinya sebagai langkah solutif.
Pada akhirnya, keberhasilan “Lapor Mas Wapres” bergantung pada komitmen pemerintah untuk mengatasi akar penyebab keluhan masyarakat, bukan sekadar merespons gejala-gejalanya. Jika program ini dapat menavigasi keseimbangan yang rumit ini, maka ia bisa menjadi alat yang berharga dalam lanskap pemerintahan Indonesia. Jika tidak, program ini berisiko memperkuat skeptisisme publik, sehingga dampaknya hanya sebatas gestur politik sementara daripada solusi yang berkelanjutan.
***
*) Oleh : Anshori, Direktur Pusat Study Hukum dan Sosial Lamongan dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Billfath Lamongan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Program Lapor Mas Wapres: Langkah Solutif atau Gimik Politik?
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |