TIMES JATIM, SURABAYA – Rapat paripurna DPRD Provinsi Jawa Timur pada Senin (11/8/2025) menjadi momentum penting bagi pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak. Raperda ini merupakan penggabungan dari dua peraturan daerah sebelumnya, yaitu Perda No. 16/2012 dan Perda No. 2/2014, sebagai upaya efisiensi regulasi dan adaptasi terhadap perkembangan zaman.
Mayoritas fraksi menyatakan dukungan penuh, namun dengan beberapa catatan kritis yang menyoroti komitmen pemerintah dalam implementasi, pendanaan, dan sinkronisasi data.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), melalui juru bicaranya Laili Abdillah menegaskan bahwa perlindungan perempuan dan anak adalah tanggung jawab bersama. Fraksi ini mendorong pembahasan lebih lanjut dengan melibatkan akademisi dan organisasi masyarakat sipil untuk menghasilkan regulasi yang inklusif dan partisipatif. Selain itu, Fraksi PKB menekankan pentingnya komitmen anggaran yang memadai dan pembentukan kelembagaan yang kuat untuk memastikan perda ini berjalan efektif.
Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra, jubir Dr Benjamin Kristianto memberikan apresiasi terhadap inisiatif gubernur yang mendukung Raperda ini. Namun, mereka memberikan catatan khusus terkait legal drafting.
Menurut Gerindra, format dan struktur naskah harus disesuaikan dengan Undang-Undang No.12/2011 untuk meminimalkan potensi multitafsir di lapangan. Fraksi ini juga menyoroti perlunya penguatan peran pemerintah desa/kelurahan dalam upaya deteksi dini dan penanganan kasus kekerasan. Mereka juga mendorong agar Raperda ini dapat disinkronkan dengan program-program prioritas nasional dan daerah, seperti penurunan stunting.
Senada dengan itu, Fraksi Partai Golkar jubir Sumardi dan Partai Amanat Nasional (PAN) jubir Suli Daim juga menyampaikan pandangan serupa. Golkar meminta agar pembahasan Raperda dilakukan secara intensif dengan melibatkan berbagai komponen masyarakat, dan menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor.
Sementara PAN, selain mendukung penggabungan perda, juga menyarankan agar Raperda ini memiliki implikasi positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Pemberdayaan Gender di Jawa Timur. Poin menarik dari PAN adalah permintaan agar Raperda ini juga memberikan perlindungan hukum bagi para pendidik atau guru yang kerap tersangkut kasus hukum saat menjalankan tugasnya dalam pembinaan karakter.
Terkait data kasus kekerasan, Fraksi PKS dengan jubir Harisandi Savari menanggapi catatan gubernur mengenai perbedaan data antara Komisi E DPRD dan aplikasi Simfoni Kementerian P3A. Mereka berharap pembahasan Raperda ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk menyajikan data yang akurat dan terverifikasi. Catatan ini menggarisbawahi pentingnya landasan empiris yang kuat dalam perumusan kebijakan agar kebijakan yang dihasilkan benar-benar relevan dengan kondisi di lapangan.
Penutupan rapat ini menandai langkah maju dalam upaya legislasi di Jawa Timur. Meski telah disetujui, catatan dan masukan dari fraksi-fraksi menjadi bahan krusial bagi pemerintah provinsi untuk menyempurnakan Raperda ini sebelum resmi ditetapkan. Komitmen anggaran yang berkelanjutan, sinkronisasi data, serta penguatan sinergitas antarlembaga menjadi tantangan utama yang harus dijawab pemerintah dalam implementasi perda ini. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Jatim Sahkan Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak, Fraksi Soroti Komitmen Anggaran dan Sinergitas Lintas Sektor
Pewarta | : Zisti Shinta Maharrani |
Editor | : Deasy Mayasari |