TIMES JATIM, SURABAYA – Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) mendorong pemerintah agar mengkaji ulang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 yang dinilai memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT), Selasa (3/12/2024).
Peraturan ini disebut memberi dampak bagi para petani tembakau dan berpotensi menyuburkan peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
BHS menegaskan bahwa dalam PP 28/2024 tersebut banyak masalah yang bisa merugikan masyarakat, konsumen dan bahkan negara. Misal terkait kemasan polos pada rokok sehingga berpotensi meluasnya peredaran rokok ilegal.
"Atau campuran rokok tidak bisa diketahui oleh publik, dan ini bisa membahayakan konsumennya. Juga masalah pembatasan kandungan tar dan nikotin dalam tembakau rokok kita, pasti kita tidak akan bisa menggunakan tembakau dalam negeri dan harus impor, tentu hal ini bisa menghancurkan pertanian tembakau dalam negeri," tegasnya setelah acara forum discussion bertema “Masa Depan Industri Tembakau di Era Prabowo-Gibran” yang diinisiasi Jurnalis Ekonomi Bisnis Surabaya (JEBS).
"Masih banyak lagi masalah di PP 28 ini yang bisa mengakibatkan menurunnya keinginan masyarakat untuk membeli rokok-rokok yang bercukai/legal, dan ini tentu juga akan berakibat menurunnya pendapatan negara dari sisi cukai rokok,” imbuhnya.
BHS menjelaskan, PP tersebut sudah ada sebelum Prabowo Subianto dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia, dan diharapkan peraturan pemerintah yang dinilai terlalu banyak aturan tersebut dan dapat merugikan IHT dan negara bisa dikaji ulang dengan melibatkan stakeholder industri, pengusaha industri, petani tembakau hingga konsumen rokok.
"Jangan sampai IHT yang merupakan industri real hilirisasi yang mempunyai TKDN mendekati 100 persen ini hancur, karena kita tahu pendapatan cukai dari IHT ini termasuk yang terbesar nomor 2 di pendapatan negara," urainya.
Di tempat yang sama, Ketua Gaperosu (Gabungan Pengusaha Rokok Surabaya) Soelami Bahar mengiyakan, bahwa selama ini pengusaha hasil tembakau tidak pernah dilibatkan dalam pembuatan PP 28/2024, dan jika itu diterapkan maka akan berdampak multi sektor mulai dari petani hingga pedagang kecil.
"Kalau ini memang benar-benar diterapkan sama pemerintah, habis deh rokok-rokok itu," terangnya.
Soelami menambahkan, dampak mengerikan jika aturan tersebut diberlakukan adalah bangkrutnya industri hasil tembakau yang memiliki sekitar 5,6 juta pekerja di seluruh Indonesia. Apalagi penerapan poin pembatasan tar dan nikotin.
"Pasti yang pertama terdampak itu petaninya karena kita tahu bahwa tembakau dalam egeri saat ini tar dan nikotinnya tinggi sampai ada yang 5 miligram nikotinnya. Kalau itu dibatasi maksimal 1 miligram bisa apa, itu pasti berdampak pada industri kami, harus mencari tembakau yang sesuai dengan arahan pemerintah, ujung-ujungnya kami akan impor dan petaninya terpuruk," jelasnya.
Selain meminta mengkaji ulang PP 28/2024, Gaperosu meminta pemerintah kembali ke peraturan lama tentang tembakau yang memberikan hukuman denda dan pidana bagi rokok ilegal.
"Pemerintah sekarang itu memberikan karpet merah bagi rokok ilegal, adanya PP nomor 53, kalau dulu pelaku rokok ilegal itu ada sanksi denda dan pidana, sekarang dihapus hanya denda," tegasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Haryo Minta Pemerintah Kaji Ulang PP Nomor 28 Tahun 2024
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |