TIMES JATIM, TANGERANG – Money politik adalah praktik di mana calon pemimpin memberikan imbalan finansial atau barang kepada pemilih untuk mempengaruhi keputusan mereka. Praktik ini sering terjadi menjelang pemilihan umum, di mana calon-calon menggunakan uang sebagai alat untuk menarik simpati dan mendapatkan suara.
Tujuan utama dari money politik adalah memenangkan pemilihan dengan cara yang tidak etis, sering kali dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya.
Dalam pandangan Islam, money politik bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ekonomi syariah, seperti keadilan, transparansi, dan penghindaran dari praktik yang merusak (gharar dan risywah).
Keadilan menuntut setiap individu memiliki hak yang sama dalam memilih tanpa adanya tekanan atau imbalan materi. Transparansi mengharuskan proses pemilihan dilakukan secara terbuka dan jujur.
Larangan suap (risywah) dalam Islam sangat jelas dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw melaknat pemberi suap dan penerima suap.” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Suap dianggap sebagai tindakan yang merugikan masyarakat dan merusak sistem keadilan. Money politik, sebagai bentuk suap, menciptakan ketidakadilan dalam proses demokrasi dan melanggar amanah yang seharusnya dipegang oleh para pemimpin.
Contoh nyata dari money politik dapat dilihat dalam Pilkada 2024, di mana beberapa calon kepala daerah terlibat dalam praktik bagi-bagi uang kepada pemilih.
Misalnya, laporan menunjukkan bahwa calon tertentu membagikan uang tunai menjelang hari pencoblosan untuk memastikan dukungan dari masyarakat. Kasus-kasus seperti ini mencerminkan betapa merusaknya praktik ini terhadap integritas pemilihan.
Kasus ini menarik perhatian publik dan menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Banyak organisasi masyarakat sipil dan aktivis anti-korupsi menyerukan agar tindakan tegas diambil terhadap para pelaku money politik tersebut.
Mereka berargumen bahwa jika praktik ini dibiarkan terus menerus, maka akan semakin sulit bagi calon-calon yang jujur dan berkualitas untuk bersaing dalam pemilihan mendatang.
Money politik memiliki dampak yang merusak terhadap sistem demokrasi dan menyebabkan ketidakadilan sosial. Dengan adanya praktik ini, pemimpin yang terpilih tidak selalu berdasarkan kemampuan atau integritas, melainkan berdasarkan kekuatan finansial. Hal ini memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi, di mana hanya mereka yang memiliki sumber daya yang dapat bersaing dalam pemilihan.
Dampak jangka panjang dari money politik mencakup alokasi sumber daya yang tidak optimal. Ketika pemimpin terpilih melalui praktik ini, mereka cenderung lebih fokus pada kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan masyarakat luas. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat menurun karena kebijakan publik tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan rakyat.
Dari sudut pandang maqashid syariah, money politik bertentangan dengan tujuan syariah yang meliputi menjaga agama, akal, harta, dan keadilan. Praktik ini merusak nilai-nilai tersebut dengan mengedepankan kepentingan material di atas prinsip moral dan etika. Keadilan sebagai salah satu tujuan utama syariah dilanggar ketika suara dibeli dengan uang.
Money politik juga mengancam keberlangsungan masyarakat yang adil dan sejahtera. Dengan mengabaikan prinsip-prinsip maqashid syariah, kita berisiko menciptakan sistem yang korup dan tidak berkelanjutan. Dengan adanya prinsip maqashid syariah yang menjaga keadilan maka money politik tidak akan terjadi.
Untuk mengatasi money politik, diperlukan solusi berbasis ekonomi syariah. Pertama, penguatan literasi keuangan syariah di kalangan masyarakat perlu ditingkatkan agar mereka dapat memahami pentingnya memilih berdasarkan integritas dan visi calon. Kedua, pengawasan ketat oleh lembaga Islam harus diterapkan untuk memastikan bahwa praktik money politik dapat diminimalisir.
Penerapan zakat dan wakaf juga dapat membantu menciptakan pemerataan ekonomi dalam masyarakat. Dengan mendukung program-program sosial berbasis syariah, masyarakat akan lebih cenderung memilih pemimpin berdasarkan kontribusi nyata mereka terhadap kesejahteraan rakyat.
Kembali pada prinsip-prinsip syariah adalah langkah penting untuk mewujudkan sistem politik dan ekonomi yang bersih dan adil. Dengan menolak money politik dan mendukung integritas dalam proses pemilihan umum.
Kita dapat membangun masa depan yang lebih baik bagi bangsa ini. Hanya dengan cara ini kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili aspirasi rakyat dan mampu membawa perubahan positif bagi masyarakat.
***
*) Oleh : Salman Al Farisi, Mahasiswa S1 Ekonomi Syariah Universitas Pamulang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |