TIMES JATIM, SURABAYA – Desa Gading Watu, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, dikenal sebagai wilayah industri mebel rotan dengan kerajinan tangan tradisionalnya, yang sudah berkembang sejak tahun 1970-an. Berbasis bisnis rumah tangga dengan warisan keterampilan secara turun-temurun, kini keberlangsungan bisnis tersebut mengalami berbagai tantangan global.
Antara lain persaingan harga, desain yang monoton, teknik produksi yang kurang efisien, keterbatasan teknologi, serta ketergantungan pada material rotan alami yang ketersediaannya semakin terbatas. Di sisi lain, Indonesia punya potensi besar melalui limbah pertanian, khususnya sabut kelapa, yang melimpah namun belum optimal dimanfaatkan.
Untuk membantu keberlangsungan bisnis yang lebih sustainable sekaligus mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), tim dosen Petra Christian University (PCU) melatih pengrajin Gading Watu untuk produksi mebel rotan dengan teknik cetak press dingin berbasis serat kelapa dan resin.
“Serat kelapa memiliki sifat mekanis yang baik sebagai material penguat, ramah lingkungan, serta dapat diintegrasikan ke dalam produk kriya berbasis rotan,” ungkap Ketua Tim, Dr. Adi Santosa, dikutip Jumat (12/12/2025).
Proses memasukkan sabut kelapa dalam cetakan yang sudah diolesi dengan lilin. (Foto: UK Petra)
Para pengrajin, kata Adi, dibimbing untuk praktik secara langsung, mulai dari menyiapkan bahan-bahan, menakar, menata bahan serat kelapa ke dalam cetakan, menuang cairan resin ke cetakan, mengepres, hingga menunggu cetakan kering sekitar 30 menit, dan membongkar cetakan untuk mendapatkan hasil yang sudah jadi.
“Hasil cetakan tersebut dapat diimplementasikan ke desain mebel baru, salah satunya seperti stool (kursi tanpa sandaran),” jelasnya yang juga dosen Interior Design PCU.
Lebih lanjut, inovasi material berbasis potensi lokal tidak hanya membuka dimensi desain baru bagi mebel rotan Nusantara, tapi juga menjadi pendorong strategis untuk memperkuat posisi komunitas pengrajin Gading Watu agar tampil lebih adaptif, berkelanjutan, dan kompetitif di pasar nasional maupun regional.
"Ini merupakan cara baru yang lebih praktis dalam mengolah bahan alam," tandasnya.
Sebagai informasi, pengenalan teknologi komposit serat kelapa–resin secara langsung memenuhi SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur), dengan mendorong industrialisasi berkelanjutan dan adopsi teknologi baru di sektor industri kecil. Hal ini kemudian memperkuat SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), karena tidak hanya meningkatkan efisiensi dan daya saing mebel rotan, program ini juga membuka peluang kerja yang lebih stabil dan menarik bagi generasi muda dalam industri kriya yang kini lebih adaptif dan modern. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Mengubah Limbah Sabut Kelapa Menjadi Mebel Rotan
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Deasy Mayasari |