TIMES JATIM, SURABAYA – Jatim Fest 2024 menghadirkan segmen yang menarik perhatian, yaitu Talkshow "Gen Z dan Sosial Media: Bijak Berkata, Cerdas Bertindak". Acara ini diselenggarakan di Grand City Mall, Surabaya, pada Jumat (4/10/2024).

Topik yang diangkat sangat relevan dengan perkembangan teknologi dan penggunaan media sosial oleh generasi muda, khususnya Gen Z, yang kerap kali menjadi penggerak tren informasi di dunia digital.

Dalam talkshow ini, sejumlah narasumber hadir untuk memberikan pandangan mereka, yakni Sherlita Ratna Dewi Agustin, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, Asteria Ratnawati, psikolog membahas dampak perilaku digital pada kesehatan mental, serta Saysa Claudia, seorang influencer yang turut berbagi pengalaman tentang pentingnya menyebarkan konten yang positif.

Sherlita mengatakan, pemerintah melalui regulasi yang ada, telah berupaya membantu masyarakat untuk lebih bijak dalam menyaring informasi di media sosial, mengingat peredaran informasi yang sangat cepat.

"Pemerintah sudah membuat undang-undang yang mengatur bagaimana kita bisa mengkategorikan apakah ini hoax atau ujaran kebencian," ucap Sherlita Ratna Dewi Agustin.

"Dulu, Klinik Hoax lahir di masa pandemi COVID-19, saat itu banyak sekali informasi yang berseliweran, terutama hoaks," ujar Sherlita.

"Awalnya, klinik ini bersifat satu arah, di mana kami hanya memberikan klarifikasi berupa informasi yang benar. Namun, seiring waktu, Klinik Hoax berevolusi menjadi layanan dua arah yang lebih interaktif. Sekarang, masyarakat bisa melaporkan hoaks melalui WhatsApp, yang lebih user-friendly dibandingkan dulu yang hanya lewat email." Tambahnya. 

Klinik Hoax Kominfo Jatim menyediakan layanan laporan cepat yang memudahkan masyarakat melaporkan hoax. Klinik ini juga dilengkapi dengan database hoax yang terus diperbarui, membantu masyarakat memverifikasi kebenaran informasi sebelum menyebarkannya.

“Ketika kita scrolling atau melihat media sosial, mau tidak mau kita pasti terpengaruh,” ungkap Asteria Ratnawati, seorang psikolog. “Studi menunjukkan bahwa aktivitas di media sosial tidak hanya mempengaruhi cara kita berpikir, tetapi juga berdampak pada emosi dan perilaku.

Asteria menambahkan, setiap informasi atau konten yang dilihat berpotensi mengubah persepsi terhadap diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Asteria juga menekanklan bahwa efek media sosial bisa sangat luas, mulai dari pengaruh terhadap suasana hati hingga perubahan perilaku sehari-hari, yang sering kali tidak disadari. 

Penggunaan media sosial yang tidak bijak bisa membawa dampak buruk. Mulai dari kecanduan game, berkurangnya interaksi sosial, hingga munculnya kasus cyberbullying. Cyberbullying, khususnya, dapat memengaruhi kesehatan mental korban, menyebabkan perasaan terpuruk, bahkan dalam kasus ekstrem, berujung pada tindakan bunuh diri.

Saysa Claudia awalnya hanya menganggap membuat konten di media sosial sebagai hobi. Namun, seiring waktu, minatnya ini mulai menarik perhatian berbagai brand yang menawarkan kerjasama. Dari situ, ia melihat peluang untuk mengembangkan karier di dunia konten digital.

Saysa pun memutuskan untuk fokus menjadi content creator, dengan meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya di bidang ini. Selain itu, ia juga aktif mengikuti berbagai kompetisi konten untuk memperluas pengalaman dan mengasah kemampuannya.  

Ia juga menekankan pentingnya memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk membangun personal branding. "Manfaatkan potensi diri, gunakan sosial media untuk membranding diri teman-teman sehingga orang bisa mengenal siapa kita dan jenis konten apa yang ingin kita sampaikan ke khalayak umum," ungkapnya.

Claudia percaya bahwa dengan konsisten menyajikan konten yang berkualitas dan relevan, seseorang bisa menciptakan citra diri yang kuat di dunia digital serta menarik lebih banyak peluang, baik personal maupun profesional. (*)