https://jatim.times.co.id/
Opini

Aspek Perpajakan Aset Kripto Terbaru

Kamis, 07 Agustus 2025 - 13:26
Aspek Perpajakan Aset Kripto Terbaru Siti Rahayu, Penyuluh Pajak Ahli Madya, Kanwil DJP Jawa Timur I.

TIMES JATIM, SURABAYA – Perkembangan transaksi aset kripto di Indonesia cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini bisa dilihat dari jumlah pelanggan aset kripto dan nilai transaksi aset kripto.

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) melansir jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia telah mencapai 21,27 juta orang sejak Februari hingga September 2024 dengan nilai transaksi aset kripto mencapai Rp. 426, 69 triliun.

Dari sisi investor, jumlah investor kripto di Indonesia mengalami pertumbuhan signifikan, naik ke posisi ketiga dalam indeks adopsi global, dengan 22,11 juta pengguna per Nopember 2024.

Aset kripto adalah jenis asset digital yang menggunakan teknologi kriptografi untuk mengamankan transaksi dan mengontrol penciptaan unit baru. Aset kripto juga dikenal sebagai mata uang digital atau mata uang virtual.  

Secara umum asset kripto dapat digunakan sebagai alat pembayaran untuk barang dan jasa, serta dapat dibeli dan dijual sebagai investasi. Di Indonesia pada awalnya asset kripto dianggap sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka, bukan sebagai alat pembayaran. 

Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa regulasi untuk mengawasi dan mengembangkan industri aset kripto. Undang-Undang  no. 4 Tahun2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) menyatakan bahwa aset kripto tidak lagi dikategorikan sebagai komoditi melainkan sebagai bagian dari aset keuangan digital. 

Hal ini diperkuat dengan peralihan fungsi pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 10 Januari 2025 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024. Peralihan fungsi pengawasan ini menyebabkan adanya perubahan klasifikasi aset kripto yang semula sebagai barang komoditi menjadi aset keuangan yang oleh OJK dipersamakan dengan surat berharga.

Hal ini melatarbelakangi diterbitkannya PMK. 50 Tahun 2025 mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Pokok pengaturan dalam PMK 50 Tahun 2025 ini meliputi Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) sehubungan dengan penyerahan aset kripto.  

Perubahan definisi aset kripto dari komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital menjadi aset keuangan digital memenuhi karakteristik surat berharga mengakibatkan aset kripto menjadi kelompok barang yang semula dikenai PPN menjadi kelompok barang yang tidak lagi dikenai PPN. 

Lebih lanjut jenis layanan dan/atau transaksi terkait aset kripto dapat dirinci lebih lanjut atas perdagangan aset kripto, jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto, dan/atau jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto. Atas perdagangan aset kripto, pembeli tidak dikenai PPN karena aset kripto dipersamakan dengan surat berharga. 

Atas penghasilan yang diterima penjual dikenai PPh Final sebesar 0,21% 9 dari nilai transaksi Aset Kripto yang dipungut dan disetorkan oleh Pedagang Aset Keuangan Digital (PAKD). Dimana PAKD ini merupakan Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).  

Apabila PMSE nya berasal dari luar negeri maka penjual akan dikenai tarif sebesar 1% (satu persen) oleh PMSE luar negeri tersebut yang telah memenuhi kriteria sebagai pemungut pajak atau disetor sendiri oleh penjual sebagai penerima penghasilan.

Untuk jasa penyediaan sarana elekronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi aset kripto aspek perpajakannya adalah, dikenai PPh berdasarkan tarif pasal 17 (ketentuan umum PPh) dan dikenai PPN dengan tarif 12% dikalikan Dasar Pengenaan Pajak (11/12 dari penggantian) berdasarkan ketentuan umum PPN. Dimana bukti tagihan merupakan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Selanjutnya terhadap jasa verifikasi aset kripto oleh penambang aset kripto (mining) dikenai PPh tarif pasal 17 berdasarkan ketentuan umum PPh, sama halnya dengan jasa penyediaan sarana elektronik atas transaksi aset kripto. Atas jasa ini juga dikenai PPN dengan besaran tertentu sebesar 2,2% dari nilai transaksi. 

Penambang Aset Kripto ini harus dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan dapat membuat Faktur Pajak atas penyerahan asset kripto kepada penerima Jasa Kena Pajak (JKP) dengan karakteristik konsumen akhir.

Demikian aspek perpajakan terbaru atas transaksi aset kripto berdasarkan PMK 50 Tahun 2025, yang dilatarbelakangi dengan aset kripto yang dipersamakan dengan surat berharga. 

Dengan tidak dikenai PPN diharapkan ada kesetaraan terhadap transaksi aset kripto di Indonesia dengan beberapa negara lain yang tidak mengenakan PPN atas pembelian aset kripto. 

Dengan demikian maka para investor yang ingin melakukan investasi aset kripto tidak perlu melalui PMSE Luar negeri atau melakukan investasi aset kripto di luar negeri. 

Diharapkan ke depan akan terjadi peningkatan jumlah transaksi  dan jumlah investor aset kripto, sehingga penerimaan pajak khususnya pajak penghasilan dari transaksi aset kripto ini akan meningkat. (*)

***

*) Oleh : Siti Rahayu, Penyuluh Pajak Ahli Madya, Kanwil DJP Jawa Timur I.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.