TIMES JATIM, MALANG – Jika tidak ada aral melintang, Tes Kemampuan Akademik (TKA) akan mulai diselenggarakan. Program yang diinisiasi Kementerian Pendidikan Dasar & Menengah (Kemendikdasmen) ini adalah upaya mengukur capaian pembelajaran lewat mekanisme ujian bagi peserta didik tingkat Dasar sampai Atas.
Meski demikian, di tahun ini, implementasinya hanya diperuntukan kelas 12, sedang bagi siswa SD dan SMP, baru akan dilakukan tahun 2026 mendatang. Sekilas, pemberlakuannya lekat sekali dengan Ujian Nasional (UN) yang pada beberapa tahun lalu rutin dilakukan sebelum akhirnya dihapus.
Secara sederhana, TKA, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah merupakan kegiatan pengukuran capaian akademik murid pada mata pelajaran tertentu.
Dirancang untuk menjadi alat ukur yang objektif. TKA hadir untuk melengkapi ekosistem asesmen pendidikan, baik dalam konteks pembelajaran maupun perumusan kebijakan publik, (Kemendikdasmen; 2025).
Diterapkannya TKA tentu mengundang perhatian publik, apalagi modelnya seakan hanya mereingkarnasi kebijakan yang sebelumnya sudah ditiadakan saja.
Pertanyaan mendasar seperti apa urgensi penerapan TKA, bagaimana perbedaan fundamental antara TKA dengan UN atau Asesmen Nasional yang juga kerap dilakukan, sampai tujuan yang hendak dicapai lewat implementasinya menjadi bagian yang tak bisa terhindarkan.
Evaluasi Pembelajaran Lebih Sistematis
TKA adalah upaya memperbaiki model evaluasi pembelajaran. Dalam pendidikan, selain memperhatikan proses keberlangsungannya, keluaran atau hasil yang didapatkan tentu menjadi penting untuk dilihat dengan teliti. Alat ukurnya pun harus terintegrasi dengan model pembelajaran yang berlangsung.
Dibandingkan dengan model assesmen mandiri yang selama ini berlangsung di sekolah, nantinya, pemberlakuan TKA bakal lebih menyeragamkan cara ukur yang lebih tepat. Hal ini menjadi penting karena pada dasarnya, pendidikan yang berlangsung senantiasa memiliki tujuan berskala nasional.
Selain itu, TKA juga bukti bahwa menghadirkan kebijakan agar lebih relevan dan berorientasi pada siswa adalah hal yang wajib dilakukan. Sebab, dibandingkan dengan model UN yang bersifat wajib, TKA justru bersifat pilihan bagi siswa.
Hal ini akan disesuaikan dengan latar belakang kebutuhan siswa itu sendiri. Jika memang memiliki orientasi pada keberlanjutan pendidikan tinggi misalnya, yang nantinya membutuhkan catatan akademik seperti nilai untuk seleksi masuknya, maka hasil yang diperoleh dari TKA menjadi bekal siswa.
Sebaliknya, bagi siswa yang berlatar belakang pendidikan menengah vokasi, yang memiliki visi kelayakan kompetensi untuk modal masuk dunia industri, pilihan untuk tidak ikut serta TKA akan menghilangkan beban ujian administratif siswa yang seringkali menjadi momok.
Selain mata pelajaran yang diujikan merupakan pelajaran wajib seperti bahasa Indonesia, Bahasa Inggtis dan matematika, TKA juga menyediakan mata pelajaran pilihan. Hal ini merupakan upaya meleluasakan kesempatan bagi siswa sesuai dengan minat yang akan diambilnya.
Yang menjadi penting dalam implmentasi TKA ini, melengkapi bangunan paradigma TKA yang bersifat pilihan, Kemendikdasmen tentu perlu menyiapkan alternatif lain bagi siswa yang tidak ikut serta dalam TKA guna mengukur sejauh mana kompetensi belajar yang didapatkan.
Meskipun terkesan menyulitkan dan membutuhkan PR tersendiri, diferensiasi ini menjadi menarik karena mampu berdasarkan penerapannya pada kebutuhan siswa.
Semoga dalam implementasinya, TKA mampu optimal dalam memberikan gambaran capaian pendidikan secara komprehensif. Sehingga nantinya, evaluasi pendidikan bisa dilakukan dengan maksimal. Semoga lintas pihak mampu memberikan sumbangsihnya dalam implementasi kebijakan ini.
***
*) Oleh : Muhamad Hafiatul Annur, Mahasiswa Universitas Negeri Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
__________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |