TIMES JATIM, PROGRAM – Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke-13, dibawa oleh para pedagang dan mubalig dari Gujarat, Persia, dan Arab. Proses penyebaran Islam berlangsung secara damai melalui jalur perdagangan, pernikahan, dan interaksi sosial.
Salah satu wilayah pertama yang menerima Islam adalah Aceh, kemudian berkembang ke berbagai daerah seperti Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Maluku.
Pada masa awal ini, pendidikan Islam di Indonesia lebih banyak dilakukan secara informal, dengan memanfaatkan masjid sebagai pusat belajar. Para ulama, yang dikenal sebagai "kiai" atau "ustadz", menjadi tokoh utama dalam mengajarkan ajaran agama Islam, khususnya Al-Qur'an dan ilmu-ilmu agama lainnya.
Pendidikan ini biasanya bersifat tradisional, dengan menggunakan metode lisan, di mana santri belajar membaca Al-Qur'an, memahami tafsir, hadis, fiqh, dan tasawuf.
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tradisional yang sangat penting dalam sejarah pendidikan Islam di Indonesia. Sejak abad ke-15, pesantren mulai berkembang dan menjadi pusat pendidikan Islam di berbagai daerah.
Di pesantren, para santri diajarkan berbagai ilmu agama, mulai dari tafsir Al-Qur'an, hadis, fiqh, hingga ilmu-ilmu dasar seperti bahasa Arab. Pesantren juga menjadi tempat untuk mengajarkan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam pesantren, sistem pendidikan biasanya menggunakan metode sorogan dan wetonan. Metode sorogan adalah metode di mana seorang santri belajar secara individual dengan menghadap langsung kepada guru.
Sementara wetonan adalah sistem pendidikan yang berbasis pada kajian kitab kuning yang dilakukan bersama-sama. Sistem ini membuat pesantren menjadi lembaga pendidikan yang fleksibel, mengutamakan pembelajaran agama secara mendalam.
Pada masa penjajahan Belanda, pendidikan Islam mengalami tantangan besar. Pemerintah kolonial Belanda lebih fokus pada sistem pendidikan yang bersifat sekuler dan lebih banyak mendukung pendidikan Barat. Pesantren dan sekolah-sekolah Islam terpinggirkan dan tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah kolonial.
Namun, meskipun dalam kondisi yang sulit, pesantren tetap bertahan dan berkembang. Banyak pesantren yang menjadi pusat perlawanan terhadap penjajahan Belanda, di mana para ulama dan kiai mengajarkan semangat perjuangan kepada para santri.
Pada saat yang sama, beberapa organisasi Islam mulai mendirikan sekolah-sekolah modern untuk mengimbangi sistem pendidikan Barat, seperti yang dilakukan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, pendidikan Islam mulai mendapatkan perhatian lebih besar dari pemerintah. Pemerintah Indonesia mengakui pentingnya pendidikan agama dalam membentuk karakter bangsa, yang tercermin dalam konstitusi negara, khususnya dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang mengamanatkan adanya pendidikan agama.
Pada tahun 1970-an, pemerintah Indonesia mulai merintis sistem pendidikan yang mengintegrasikan pendidikan agama dan pendidikan umum. Salah satu langkah awalnya adalah dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (setingkat SD), Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP), dan Madrasah Aliyah (setingkat SMA), yang berfokus pada pendidikan agama dan umum.
Pendidikan madrasah ini bertujuan untuk menghasilkan generasi yang memiliki keseimbangan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum.
Pada masa yang sama, semakin banyak sekolah-sekolah Islam modern bermunculan, seperti sekolah-sekolah yang didirikan oleh ormas-ormas Islam besar, seperti Muhammadiyah, NU, dan Persis.
Sekolah-sekolah ini menggabungkan pendidikan agama dengan pelajaran-pelajaran umum yang mengikuti kurikulum nasional, sehingga lulusan dari sekolah-sekolah Islam modern ini tidak hanya memiliki pemahaman agama yang kuat, tetapi juga siap bersaing di dunia kerja.
Saat ini, pendidikan Islam di Indonesia terus berkembang pesat. Banyak pesantren yang mulai mengadaptasi sistem pendidikan modern, dengan membuka program pendidikan formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi.
Lembaga pendidikan Islam seperti Universitas Islam Negeri (UIN) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) semakin banyak bermunculan, memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk memperoleh pendidikan tinggi yang berkualitas dengan perspektif Islam.
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, pendidikan Islam di Indonesia memiliki prospek yang cerah. Berbagai platform online dan pendidikan jarak jauh dapat membuka peluang bagi santri dan pelajar untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih luas, baik dalam bidang agama maupun ilmu pengetahuan lainnya.
***
*) Oleh : Ahmad Muzammil, M.Pd.I., Kepala Sekolah SD Zainul Hasan Genggong Probolinggo dan Dosen di Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |