https://jatim.times.co.id/
Opini

Menimbang Beban Fiskal dan Regenerasi ASN

Jumat, 17 Oktober 2025 - 22:58
Menimbang Beban Fiskal dan Regenerasi ASN Dr. H. Abid Muhtarom, S.E., S.Pd., M.S.E., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Lamongan.

TIMES JATIM, LAMONGAN – Isu pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) kembali mengemuka menjelang 2029. Dorongan aspiratif dari jutaan tenaga kontrak pemerintah ini tidak bisa dianggap angin lalu.

Mereka telah lama mengabdi dengan dedikasi tinggi di berbagai sektor pelayanan publik. Aspirasi mereka untuk memperoleh status yang lebih pasti memiliki dasar moral dan sosial yang kuat.

Di sisi lain, pemerintah juga dihadapkan pada dilema besar: bagaimana mewujudkan keadilan bagi PPPK tanpa mengorbankan stabilitas fiskal negara. Sebab, kebijakan semacam ini bukan hanya soal kesejahteraan ASN, tetapi juga soal keberlanjutan keuangan publik dan regenerasi birokrasi di masa depan.

Jika seluruh PPPK diangkat menjadi PNS tanpa perencanaan fiskal yang matang, lonjakan beban anggaran negara akan sulit dihindari. Anggaran belanja pegawai dalam APBN berpotensi meningkat tajam, mengingat jumlah PPPK kini sudah mencapai jutaan orang di berbagai instansi pusat dan daerah.

Kondisi ini akan mempersempit ruang fiskal untuk belanja produktif seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang justru menjadi penopang pertumbuhan ekonomi nasional.

Selain beban fiskal, kebijakan pengangkatan besar-besaran PPPK menjadi PNS juga membawa implikasi terhadap sistem rekrutmen aparatur negara. Ketika belanja pegawai terserap untuk gaji tetap, peluang pembukaan formasi baru CPNS kemungkinan besar tertunda selama 5–7 tahun ke depan.

Situasi ini akan menutup kesempatan bagi fresh graduate untuk masuk ke sektor publik, menimbulkan stagnasi regenerasi ASN, dan memperlebar jarak kompetensi antargenerasi di tubuh birokrasi.

Dari sisi ekonomi politik, wacana ini juga sarat muatan strategis menjelang Pemilu 2029. Janji politik untuk mengangkat PPPK menjadi PNS memang populer dan mudah menarik simpati publik. Namun tanpa kebijakan fiskal yang realistis, langkah itu dapat berubah menjadi beban berat bagi APBN dan menurunkan kredibilitas kebijakan ekonomi nasional.

Kuncinya bukan menolak aspirasi PPPK, tetapi memperkuat basis fiskal negara. Pemerintah perlu melakukan efisiensi pada sektor belanja yang kurang produktif, meninjau ulang struktur APBN, serta memperluas sumber penerimaan melalui digitalisasi pajak, reformasi subsidi, dan penguatan ekonomi riil. Dengan langkah ini, belanja pegawai bisa ditingkatkan secara bertahap tanpa mengorbankan program pembangunan lain.

Selain itu, sistem ASN masa depan perlu mengadopsi model hybrid yang memberi ruang karier dan kesejahteraan setara bagi PPPK dan PNS. Pemerintah dapat menerapkan pola insentif berbasis kinerja (performance-based pay), sehingga penghargaan terhadap pegawai tidak semata bergantung pada status kepegawaian, melainkan pada kontribusi nyata terhadap kinerja publik.

Tahun 2029 akan menjadi momentum uji kepemimpinan nasional: apakah calon presiden dan kabinet baru mampu menampung aspirasi jutaan PPPK tanpa menciptakan ketidakseimbangan fiskal? Tantangan ini membutuhkan kebijakan yang berani, rasional, dan berorientasi jangka panjang.

Apabila pengangkatan PPPK menjadi PNS dilakukan secara tergesa tanpa tambahan ruang fiskal yang memadai, negara berpotensi menghadapi krisis fiskal ringan yang menurunkan kualitas pelayanan publik. Bila ditempuh dengan strategi bertahap, efisiensi belanja, dan realokasi anggaran yang cerdas, kebijakan ini justru dapat menjadi simbol keadilan sosial dan reformasi birokrasi yang inklusif.

Pertanyaan yang perlu dijawab secara jujur adalah: apakah negara siap menanggung konsekuensi fiskal dari pengangkatan PPPK menjadi PNS, serta siap menerima jeda rekrutmen CPNS selama beberapa tahun ke depan?

Kebijakan publik yang baik tidak hanya menampung aspirasi, tetapi juga menjaga keberlanjutan. Di sinilah tantangan besar kepemimpinan nasional ke depan menemukan keseimbangan antara keadilan bagi ASN dan disiplin fiskal negara.

***

*) Oleh : Dr. H. Abid Muhtarom, S.E., S.Pd., M.S.E., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Lamongan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.