TIMES JATIM, SIDOARJO – Terdakwa dugaan kasus pemotongan insentif ASN BPPD Sidoarjo Bupati non aktif, Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor menyesalkan beberapa keterangan kurang tepat dari sejumlah saksi pegawai KPP Pratama Sidoarjo barat yang dinilainya memberi keterangan tidak benar, tidak sesuai fakta terkait masalah Pajak.
Hal itu diungkapkan Gus Muhdlor dalam sidang lanjutan di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Surabaya di Jalan Juanda Sidoarjo, Senin (18/11/2024). Dalam sidang tersebut Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadiri sembilan (9) saksi dari Pegawai Pemkab Sidoarjo, Pegawai Bank Jatim dan Pegawai KPP Pajak Pratama Sidoarjo Barat.
Kesembilan saksi yang dihadirkan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni, Afghan, Kepala KPP Kabupaten Sidoarjo; Ari Pradono, Kasi Pengawasan 5 KPP Sidoarjo Barat; Herma, pegawai KPP; Reni Astuti Bendahara Sekda Sidoarjo; Moh Hidayat, Bendahara Sekda Sidoarjo; Krisnata Wijaya, Penyelia Kredit Bank BPD Jatim; Aris Sri Winarti, Penyelia Operasional Bank BPD Jatim; Winda Damayanti, Branch Manager Bank Mandiri; dan Umi Laila, Pimpinan Cabang Bank Jatim.
Saat diberi kesempatan Majelis Hakim untuk bertanya kepada para saksi, Gus Muhdlor sempat meminta saksi agar memberi keterangan yang benar dan jujur dipersidangannya tersebut.
Gus Muhdlor menyesalkan, kesaksian yang disampaikan sejumlah pegawai dan kepala Pajak Pratama Sidoarjo barat yang kurang tepat dan berbeda dari kesaksian sebelumnya.
"Keterangan Saksi tidak benar, tidak jujur beda dengan kesaksian sebelumnya," katanya kepada para Saksi, senin (18/11/2024).
Gus Muhdlor menegaskan jika keterangan para saksi akan membawa karma dikemudian hari kepada mereka, maka dirinya meminta agar para saksi memberikan kesaksian yang benar.
"Saya bisa pisah dengan keluarga, istri, anak-anak saya selama beberapa tahun jika anda tidak mengatakan hal yang sebenarnya, karma itu ada, sekali lagi saya katakan karma itu pasti. Maka beri kesaksian yang benar dan jujur di depan Majelis Hakim," ungkapnya.
Sementara usai persidangan, Penasehat Hukum Gus Muhdlor, Mustofa menyampaikan, awal mulai nominal Rp26 juta yang muncul sebagai pembayaran pajak usaha Gus Muhdlor di kantor pajak Pratama Sidoarjo Barat berawal ketika pihaknya menerima kabar tunggakan pajak usaha senilai Rp131 juta.
Padahal, saat itu terdakwa Gus Muhdlor merasa tidak memiliki bidang usaha. Apalagi tunggakan pajak dengan nilai ratusan juta rupiah tersebut. Dikatakan Mustofa dari situ tersangka Ari Suryono dipanggil untuk diminta melakukan mediasi atas kebenaran munculnya tunggakan pajak tersebut.
"Ari Suryono ini diminta Gus Muhdlor untuk mencari tahu dan menyelesaikan sebab dari munculnya tunggakan pajak itu, dalam perjalanan waktu Ari Suryono bersama sejumlah pegawai Pajak Pratama Sidoarjo Barat melakukan mediasi atas hal itu, dari hasil klarifikasi itu muncullah billing pembayaran dengan nominal Rp 26 juta dari Rp 131 juta yang disangkakan. Namun, pembayaran yang dilakukan Ari Suryono tidak melalui keputusan Gus Muhdlor. Padahal Ari Suryono ini ditugasi untuk menyelesaikan tunggakan pajak yang begitu besar, bukan untuk membayarnya," paparnya.
Mustofa menjamin, bahwa apa yang dilakukan Ari Suryono melalui pegawainya untuk membayar atau memberikan uang senilai Rp26 juta kepada Kantor pajak Pratama Sidoarjo Barat murni inisiatif pribadi tanpa sepengetahuan kliennya (Gus Muhdlor-red).
"Ari Suryono ini tidak pernah memberitahu alasan munculnya tunggakan pajak dan tidak memberitahu juga ada pembayaran ke kantor pajak Pratama Sidoarjo Barat dengan nominal itu tadi. Dan pegawai pajak Pratama Sidoarjo Barat juga tidak pernah menyampaikan ke Gus Muhdlor kalau ada billing 26 juta yang harus dibayar, malahan disampaikan ke Ari Suryono," pungkas Mustofa. (*)
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Deasy Mayasari |