TIMES JATIM, MALANG – Fajar Ramadhan (28) asal Kota Malang merupakan atlet catur tuna netra yang berhasil membawa namanya ke kancah nasional. Bagaimana tidak, pria yang sudah berkecimpung di dunia catur sejak Sekolah Dasar (SD) sudah menorehkan banyak prestasi di tingkat daerah hingga nasional.
Kepada TIMES Indonesia, ia bercerita bagaimana awal muka masuk ke dunia catur saat ia sudah menjadi tuna netra mulai usia 6 tahun.
"Dulu sering renang, terus tiba tiba proses cepet gak ada tanda tanda lihat jalan warna biru. Gak ada satu minggu, gak bisa lihat apa apa sampai sekarang. Terus ke dokter, katanya gak bisa diobati, saraf sudah putus dan cari sekolah SLB dan diajari catur sama bapak dan musik," ujar Fajar, Senin (18/11/2024)
Di tahun 2013, Fajar mulai mengikuti berbagai ajang perlombaan. Bahkan, di tahun tersebut ia sudah mampu mewakili Jawa Timur (Jatim) ke tingkat nasional dengan mendapatkan juara harapan 1.
"Alhamdulilah, di tahun berikutnya, yakni tahun 2014 baru bisa meraih juara 1," ungkapnya.
Setelah mendapatkan banyak prestasi, ia sempat berhenti selama kurang lebih 9 tahun. Bukan tanpa alasan, ia berhenti karena kesibukannya menjadi guru di salah satu sekolah swasta SLB di Kota Malang.
"Main lagi 2023 Desember itu main catur lagi, ternyata kok bisa lolos ke Papernas (Pekan Paralimpiade Nasional) ke 17 di Solo tahun 2024," katanya.
Di Papernas tersebut, ia pun berhasil mendapat medali perunggu. Bahkan, jika dihitung selama karirnya sebagai atlet catur tuna netra, ia berhasil meraih sekitar 10 medali.
"Provinsi saja saya 5 kali juara, terus di nasional juara 1 sekali, harapan satu sekali dan di Papernas sekali dapat perunggu," benernya.
Meski mendapat banyak prestasi, Fajar sebenarnya memiliki harapan besar atas perhatian pemerintah kepada para atlet, khususnya catur.
Sebab, selama ini ia tak pernah mendapat fasilitas pelatihan ataupun pembinaan selama mendapatkan prestasi bagi Kota Malang maupun provinsi Jatim.
"Dari pemerintah gak pernah ada selama ini. Kalau sudah dapat medali atau mau berangkat kejuaraan aja baru ada perhatian. Tapi rutin pembinaan ini gak pernah ada sama sekali, padahal banyak juga master nasional catur di Kota Malang dan kita semua pelatihan dan pembinaan selama ini ya biaya sendiri," jelasnya.
Meski catur tuna netra berbeda dengan yang pada umumnya. Ia tak pernah patah semangat dan tak mau dipandang sebalah mata. Apalagi, meski memiliki kekurangan, ia tak mau kalah untuk mendapatkan prestasi.
"Yang mendasari saya berprinsip, meski saya netra saya gak boleh kalah dengan temen temen umum. Kami disabilitas mampu berestasi seperti mereka," ucapnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |