TIMES JATIM, SURABAYA – Pada tahap kedua dari sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan kepala daerah atau Pilkada 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Hakim Konstitusi Saldi Isra menyebut perkara PHPU Gubernur Jawa Timur (Jatim) ini sangat sengit.
Diketahui, gugatan pemilihan gubernur atau Pilgub Jatim telah diajukan oleh pasangan calon (paslon) nomor urut 3, Tri Rismaharini dan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans. Dalil yang mereka ajukan adalah dugaan manipulasi sistem informasi rekapitulasi pemilihan (Sirekap) dan penyaluran bantuan sosial (bansos).
Pada Jumat (17/1/2025), MK melanjutkan sidang dengan agenda mendengarkan keterangan jawaban dari para termohon dan keterangan dari pihak terkait.
Menurut termohon, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim yang diwakili kuasa hukumnya Josua Victor, terkait dalil pengurangan suara pemohon dan penambahan suara pihak terkait, pemohon tidak menguraikan secara jelas dan terperinci bagaimana hubungan fakta-fakta tersebut dengan bertambah atau berkurangnya suara paslon tertentu.
"Bahwa faktanya tidak ada catatan kejadian khusus atau keberatan saksi yang spesifik yang menerangkan keberatan terkait dalil permohonan pemohon, serta tidak ada rekomendasi dan atau putusan Bawaslu baik ditingkat kabupaten maupun provinsi terkait dalil permohonan pemohon," ujarnya dihadapan Panel Hakim 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Diketahui, Pilgub Jatim Tahun 2024 diikuti tiga paslon yaitu Paslon Nomor Urut 1 Luluk Nur Hamidah-Lukmanul Khakim yang memperoleh 1.797.332 suara, Paslon Nomor Urut 2 Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak mendapatkan 12.192.165 suara, serta Paslon Nomor Urut 3 Risma-Gus Hans mengantongi 6.743.095 suara. Total suara sah mencapai 20.732.592 suara dan total suara tidak sah 1.204.610 suara.
Manipulasi Sirekap
Josua menyebut, asumsi dugaan manipulasi Sistem Informasi Rekapitulasi Pemilihan (Sirekap) ini didasarkan pemohon atas stabilitas perolehan hasil paslon diangka 58,54 persen dari awal sampai akhir rekapitulasi.
"Pemohon tidak menjelaskan datanya bersumber dari mana. Logikanya, angka itu menunjukkan hasil perolehan yang masuk berimbang, jika hasil yang masuk tidak berimbang, tentu mengakibatkan prosentase perolehan suara calon tersebut akan naik dan suara calon yang lain akan turun," urainya.
Lebih lanjut, menurut Josua, dugaan manipulasi Sirekap ini tidak beralasan hukum karena bersumber dari TPS dan diupload oleh KPPS.
Penyaluran Bansos
Menurut Josua, sejak 13 Februari 2024 masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paslon nomor urut 2 telah berakhir dan diganti dengan Penjabat Sementara (Pj) Gubernur.
"Tidak beralasan hukum jika pemohon melimpahkan kesalahan atas pembagian Bansos PKH yang menurut pemohon dilakukan pada 13 November 2024," katanya.
Pemohon, lanjut Josua, tidak menjelaskan secara terperinci korelasi pembagian Bansos dengan berkurang dan atau bertambahnya perolehan suara Paslon dalam Pilgub Jatim 2024.
"Sejak 13 November 2024 sampai permohonan diregistrasi di MK, termohon tidak mendengar adanya laporan pelanggaran terkait pembagian Bansos ke lembaga yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili," jelasnya.
Senada, Edward Dewaruci, kuasa hukum Pihak Terkait Perkara 265 Provinsi Jawa Timur mengungkapkan, pemohon tidak menguraikan subjek hukum, tempus, locus dan cara pengurangan suara. Menurutnya, minimnya perolehan suara Pemohon bukanlah bukti manipulasi pengurangan suara pemohon.
"Tak hanya itu, anomali perolehan suara tidak sah tidak dapat dibebankan kepada Pihak Terkait agar suara sahnya dikurangi. Pemohon tidak pernah masalahkan suara tidak sah yang rugikan Pemohon dan Saksi mandatnya tandatangani form C dan D Hasil. Tidak ada laporan ke Bawaslu terkait anomali suara tidak sah dan persoalan baru muncul setelah hasil quick count kalahkan Pemohon," ungkapnya.
Sementara itu, terkait stabilitas perolehan suara Pihak Terkait dan manipulasi Sirekap, Edward menyampaikan bahwa KPU tidak pernah tampilkan presentasi perolehan suara. Sehingga dalil manipulasi Sirekap tidak sesuai fakta sebenarnya.
"Sirekap hanya sarana transparansi bukan dasar penetapan hasil," katanya.
Lebih lanjut, merespon tuduhan manipulasi Form C.Hasil, Edward menyebut dalil tersebut tidak benar dan mengandung fitnah, penggunaan tip ex dan pencoretan bentuk koreksi menurut Kep KPU 1774/2024.
"Adanya Form C Hasil Susulan terkait pemungutan suara susulan, bukan manipulasi. Pemohon juga tidak pernah adukan dugaan manipulasi kepada Bawaslu," tegasnya.
Lebih lanjut, perihal penyaluran Bansos PKH, menurut kuasa hukum Khofifah-Emil, penyaluran Bansos PKH tidak memiliki relevansi dengan Pilgub Jatim 2024 karena Pj. Gubernur telah menunda Bansos PKH Plus di Jatim.
"Bansos merupakan program Kementerian Sosial (Pemohon jabat hingga September 2024) tanpa libatkan Pemerintah Daerah, Bansos PKH disalurkan Kantor Pos dan tidak ada interaksi dengan Penerima. Serta KIPP Jatim merilis money politic masif dilakukan Pemohon," tandasnya.
Oleh karena itu, pihaknya menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan benar dan tetap berlaku Keputusan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Timur Nomor 63 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Tahun 2024, tertanggal 9 Desember 2024. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Sidang PHPU Pilgub Jatim 2024, KPU Bantah Manipulasi Hasil Suara
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Deasy Mayasari |