https://jatim.times.co.id/
Berita

Banjir Sumatera Jadi Alarm Nasional, Reforma Agraria Dinilai Kunci Atasi Krisis Lingkungan dan Ketimpangan Tanah

Sabtu, 27 Desember 2025 - 20:00
Banjir Sumatra Jadi Alarm Nasional, Reforma Agraria Dinilai Kunci Atasi Krisis Lingkungan dan Ketimpangan Tanah Ekonom sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini. (Foto: Dok. Universitas Paramadina)

TIMES JATIM, MALANG – Bencana banjir besar yang kembali melanda berbagai wilayah di Sumatra dinilai sebagai peringatan keras atas kegagalan tata kelola lingkungan dan ketimpangan penguasaan tanah yang telah berlangsung lama.

 Ekonom sekaligus Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, menilai tragedi tersebut seharusnya menjadi momentum nasional untuk melakukan terobosan kebijakan reforma agraria secara serius dan berkelanjutan.

Menurut Didik, sejarah kebijakan publik menunjukkan bahwa krisis kerap membuka policy window atau jendela kebijakan untuk melakukan koreksi struktural. 

Dalam konteks banjir Sumatera, koreksi tersebut menyangkut dua persoalan utama: degradasi daerah aliran sungai (DAS) akibat deforestasi masif, serta ketimpangan penguasaan tanah yang semakin menjauh dari amanat konstitusi.

“Banjir ini bukan sekadar bencana alam, melainkan indikator kegagalan tata ruang dan agraria. Ada deforestasi di hulu, konsesi besar yang menutup ruang resapan, dan ketimpangan pemilikan tanah yang sistemik,” ujar Didik dalam catatan kebijakan yang ditujukan kepada pemerintah dan pembuat keputusan.

Ia menegaskan, meskipun penanganan darurat dan bantuan korban harus menjadi prioritas jangka pendek, negara tidak boleh abai menyiapkan solusi jangka panjang. Tanpa koreksi struktural, bencana serupa akan terus berulang dengan dampak sosial dan ekonomi yang semakin besar.

Didik mendorong pemerintah segera menyusun policy brief reforma agraria Sumatera yang dapat langsung digunakan oleh Presiden, kementerian/lembaga, DPR, hingga pemerintah daerah. 

Kebijakan ini diarahkan untuk mengurangi risiko banjir secara struktural, menata ulang penguasaan dan penggunaan tanah, memberikan kepastian hak tanah bagi rakyat—terutama korban bencana—serta memulihkan fungsi ekologis DAS.

Ia menekankan, kebijakan tersebut tidak memerlukan undang-undang baru. Dasar hukumnya telah jelas, baik melalui Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 maupun Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. Yang dibutuhkan, menurutnya, adalah keberanian politik lintas sektor.

Dalam desain kebijakan yang diusulkan, reforma agraria harus dilakukan dari hulu hingga hilir. 

Di wilayah hulu, izin-izin skala besar yang menyimpang perlu dikoreksi melalui perhutanan sosial, konversi hutan produksi kritis menjadi hutan desa atau hutan adat, serta pengembangan agroforestri rakyat dengan hak kelola kolektif jangka panjang.

Sementara di zona tengah, redistribusi dan konsolidasi tanah dapat bersumber dari lahan terlantar, eks konsesi HGU dan HTI yang berakhir, maupun tanah ilegal. Distribusi lahan diarahkan sekitar dua hektare per kepala keluarga, disertai pembatasan jual dalam jangka waktu tertentu untuk mencegah spekulasi.

“Dalam kondisi darurat ekologis seperti sekarang, negara sah secara hukum melakukan redistribusi tanah demi keselamatan rakyat dan lingkungan,” tegas Didik.

Ia menutup dengan menekankan bahwa reforma agraria bukan sekadar agenda keadilan sosial, melainkan strategi mitigasi bencana jangka panjang. Dengan pengawasan publik yang kuat dan kolaborasi pemerintah, kampus, serta masyarakat sipil, kebijakan ini dinilai mampu memulihkan fungsi ekologis Sumatera sekaligus mengembalikan pengelolaan sumber daya alam ke jalur konstitusional.(*)

Pewarta : Imadudin Muhammad
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.