TIMES JATIM, SIDOARJO – Proses identifikasi korban runtuhnya bangunan Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, masih menghadapi berbagai kendala.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto, mengungkapkan, salah satu tantangan terbesar adalah banyaknya korban yang merupakan anak-anak dan belum memiliki KTP ataupun rekam sidik jari.
“Karena mayoritas korban masih anak-anak, mereka belum memiliki data kependudukan lengkap, termasuk sidik jari. Maka, cara paling efektif yang bisa dilakukan saat ini adalah melalui tes DNA,” kata Suharyanto di posko Tim SAR Gabungan, Sabtu (4/10/2025).
Suharyanto menjelaskan jika proses identifikasi juga semakin sulit karena kondisi jenazah yang sudah berada di bawah reruntuhan selama enam hari. Perubahan fisik membuat pengenalan secara visual tidak lagi memungkinkan.
“Jenazah sudah tidak memungkinkan untuk dikenali dengan cara biasa. Identifikasi harus dilakukan secara ilmiah melalui DNA,” tambahnya.
Hingga hari ini, data sementara mencatat masih ada 49 orang yang dinyatakan hilang berdasarkan laporan dari keluarga dan pihak pondok pesantren.
“Tim tetap bekerja berdasarkan data yang sudah ada, sambil terus berkoordinasi dengan keluarga korban untuk memastikan keakuratan identitas,” kata Suharyanto. (*)
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Faizal R Arief |