TIMES JATIM, SURABAYA – Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) diprediksi membawa dampak signifikan pada perekonomian global, termasuk Indonesia.
Dalam acara Suara Surabaya Economic Forum (SSEF) yang berlangsung di The Westin Surabaya, Jawa Timur, Rabu (18/12/2024), Gita Wirjawan, seorang wirausahawan sekaligus host End Game Podcast, mengungkap sejumlah tantangan yang berpotensi dihadapi Indonesia akibat kebijakan ekonomi Trump.
Dampak Tarif Impor AS
Gita Wirjawan menjelaskan bahwa salah satu kebijakan utama Trump adalah pemberlakuan tarif impor yang mencapai 10 hingga 100 persen terhadap barang dari berbagai negara. Kebijakan ini dikhawatirkan akan memukul negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, termasuk Indonesia.
"Indonesia memiliki surplus perdagangan sebesar 30-35 miliar dolar AS dengan Amerika Serikat. Hal ini menempatkan Indonesia dalam posisi rentan terkena dampak kebijakan tarif impor yang tinggi," ujar Gita.
Kebijakan ini diperkirakan akan berdampak langsung pada ekspor unggulan Indonesia ke AS, seperti produk tekstil, sepatu, dan kulit. Ketergantungan Indonesia pada pasar AS untuk beberapa komoditas ekspor utama menjadikan negara ini salah satu yang paling terpengaruh.
Intervensi Moneter dan Risiko Inflasi
Selain tarif impor, Trump juga dikabarkan akan mengarahkan Bank Sentral AS untuk menurunkan suku bunga secara agresif. Meskipun langkah ini dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi domestik AS, Gita menilai kebijakan tersebut dapat memicu inflasi dan menciptakan instabilitas ekonomi global.
"Penurunan suku bunga yang drastis dapat memperkuat dolar AS, sehingga nilai tukar Rupiah terhadap dolar kemungkinan akan melemah," jelasnya.
Pelemahan Rupiah ini akan menambah beban ekonomi Indonesia, terutama dalam hal pembayaran utang luar negeri dan impor barang modal.
Kebijakan Imigrasi Trump
Gita juga menyoroti dampak kebijakan imigrasi Trump, yang melibatkan deportasi besar-besaran pekerja tanpa dokumen lengkap.
Meskipun kebijakan ini terutama menyasar pekerja dari negara-negara Amerika Latin seperti Meksiko, implikasinya dapat memperkuat dolar AS dengan mengurangi impor dan pembelian mata uang asing.
"Penguatan dolar AS ini akan semakin menekan mata uang negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," tambah Gita.
Peluang Bagi Indonesia
Meskipun demikian, Gita melihat ada peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan situasi ini. Dengan meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan Tiongkok, banyak perusahaan global yang berpotensi mengalihkan basis manufaktur mereka dari Tiongkok ke negara lain.
"Indonesia memiliki kesempatan besar untuk menjadi basis manufaktur alternatif, asalkan mampu meningkatkan daya saing, infrastruktur, dan regulasi investasi," katanya.
Namun, untuk merealisasikan peluang ini, Indonesia harus siap menghadapi tantangan internal, seperti reformasi birokrasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pengembangan infrastruktur.
Kolaborasi di SSEF 2024
Forum SSEF 2024 yang mengusung tema "Economic Dynamic 2025: Global Trends and Local Strategy" menghadirkan berbagai narasumber kompeten untuk membahas strategi menghadapi dinamika global.
Selain Gita Wirjawan, acara ini dihadiri tokoh-tokoh seperti Muhammad Rachmat Kaimuddin (Deputi Infrastruktur Dasar Kemenko Perekonomian), Rachmat Harsono (CEO PT Samator Indo Gas Tbk), dan Eri Cahyadi (Wali Kota Surabaya). Sigit Djokosoetono Deputy CEO PT. Blue Bird, Taufik Deputy Chairman MarkPlus Corp, dan Budiawan Sidik Arifianto Peneliti Litbang Kompas.
Acara ini juga menjadi ajang diskusi strategis untuk menyusun langkah-langkah konkret dalam menjaga stabilitas ekonomi lokal di tengah ketidakpastian global.
Kebijakan ekonomi Donald Trump yang agresif akan membawa tantangan serius bagi Indonesia, mulai dari tekanan terhadap nilai tukar Rupiah hingga risiko penurunan ekspor ke AS. Namun, dengan strategi yang tepat dan peningkatan daya saing, Indonesia masih memiliki peluang untuk memperkuat posisinya dalam rantai pasok global.
Masa depan ekonomi Indonesia akan sangat bergantung pada respons kebijakan yang cepat dan tepat, baik di tingkat pemerintah maupun sektor swasta. SSEF 2024 menjadi momentum penting untuk membangun sinergi menghadapi perubahan ekonomi global di tahun-tahun mendatang. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Donald Trump Kembali Berkuasa, Bagaimana Dampaknya untuk Ekonomi Indonesia?
Pewarta | : Syarifah Latowa |
Editor | : Ronny Wicaksono |