TIMES JATIM, BANYUWANGI – Sebagai upaya untuk memperkuat komitmen untuk mewujudkan lingkungan berkelanjutan di ujung timur Pulau Jawa. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banyuwangi, Jawa Timur, menggandeng kolaborasi dengan berbagai pihak.
Kali ini, DLH Banyuwangi dengan menggandeng Yayasan Rijig Pradana Wetan untuk meningkatkan kerjasama pendampingan desa/kelurahan di Banyuwangi pada 2025 mendatang. Tujuannya untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dan berkelanjutan di desa dan Kelurahan.
Plt. Kepala DLH Banyuwangi, Dwi Handayani menjelaskan, bahwa seluruh SKPD terlibat untuk membantu pemerintah daerah, agar mampu memiliki sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Banyuwangi.
“Bersama berkomitmen mewujudkan Sistem Pengelolaan Sampah Di Desa dan Kelurahan Tahun 2025, melalui Semangat Rijig Pradana Wetan ‘Care The Sea Start From The Land’ siap untuk menjalankan Dokumen Rencana Induk Persampahan di Banyuwangi,” jelasnya.
Melalui semangat ‘Rijig Pradana Wetan - Care The Sea Start From The Land’, bersama pihak terkait berkomitmen untuk mewujudkan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Banyuwangi. Kolaborasi ini juga akan mendukung implementasi Dokumen Rencana Induk Persampahan di Banyuwangi.
Yayasan Rijig Pradana Wetan, yang berperan sebagai Partner Village For Sustainability, berkomitmen membantu masyarakat Banyuwangi memiliki sistem pengelolaan sampah yang lebih mandiri, berbasis pada kearifan lokal.
Ada 11 desa dampingan dan 7 desa yang termasuk dalam komunitas Rijig yang akan didampingi hingga 2025 mendatang. Beberapa desa dan kelurahan yang terlibat dalam program ini antara lain, Desa Tembokrejo, Desa Purwodadi, Desa Tamansari, Desa Segobang, Desa Kluncing, Desa Glagah, Desa Sidodadi, Desa Bajulmati, Kelurahan Bakungan, Kelurahan Kertosasi, Desa Setail, Desa Gentengkulon, Desa Gentengwetan, Desa Kebondalem, Desa Olehsari, Desa Karangdoro, dan Desa Pesanggaran.
“Desa-desa ini diharapkan bisa bertransformasi menjadi model pengelolaan sampah yang mandiri dengan layanan sampah yang dikelola oleh pemerintah desa, mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal dalam setiap prosesnya. Dengan langkah ini, Banyuwangi akan menjadi kota yang lebih bersih, sehat, dan ramah lingkungan,” ujar Yani.
Disisi lain, PISCES Partnership yang telah membentuk Pusat Pencegahan Polusi Plastik yang pertama di Indonesia atau dikenal dengan Living Lab di Banyuwangi.Nantinya akan menjadi pusat kajian pengelolaan sampah plastik di Banyuwangi, juga turut berperan penting. Kajian yang dihasilkan oleh Pisces diharapkan dapat menjadi referensi bagi kebijakan pengelolaan sampah plastik di daerah.
“Pisces diharapkan mampu memberikan solusi praktis bagi pengelolaan sampah plastik dan menjadi mitra strategis pemerintah daerah dalam mewujudkan pengelolaan sampah yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Tidak hanya itu, DLH Banyuwangi juga bekerja sama dengan Sungai Watch, yang memiliki misi untuk menghentikan laju sampah plastik ke laut dengan cara membersihkan sungai-sungai yang ada di Banyuwangi.
Saat ini, terdapat 66 jaring sampah yang terpasang di beberapa sungai di Banyuwangi, serta adanya fasilitas transfer station di Bangorejo, Rogojampi, dan Giri. Program pembersihan sungai ini juga dilengkapi dengan kegiatan edukasi dan sosialisasi untuk masyarakat mengenai pengelolaan sampah.
“Dengan kolaborasi ini, diharapkan Banyuwangi dapat menjadi daerah yang lebih bersih, hijau, dan ramah lingkungan, serta mampu memberikan contoh bagi daerah lain dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan,” kata Plt. DLH Banyuwangi, Dwi Handayani. (*)
Pewarta | : Fazar Dimas Priyatna |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |