TIMES JATIM, BLITAR – Jaranan Jur Ngasinan resmi ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) yang dimiliki Kabupaten Blitar. Penghargaan ini menambah daftar deretan warisan budaya milik Kabupaten Blitar yang diakui dan mendapat penghargaan dari Kemenparekraf RI.
Penetapan Jaranan Jur Ngasinan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ini diterima oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Blitar, Suhendro Winarso akhir 2024 lalu. Jaranan Jur Ngasinan sendiri, selama ini dijaga kelestariannya di tempat asal kesenian tradisional ini muncul, yakni di Dukuh Ngasinan, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Sutojayan.
Kepala Disbudpar Kabupaten Blitar, Suhendro Winarso mengatakan, pengajuan Jaranan Jur Ngasinan sebagai WBTB ini membutuhkan waktu selama satu tahun. Karena pihaknya harus memberikan bukti orisinalitas dan otentifikasi, bahwa kesenian ini memang merupakan karya seni warisan budaya Kabupaten Blitar dan tetap lestari hingga kini.
"Berdasarkan berbagai data dan naskah pendukung akademik yang dimiliki, ternyata seni Jaranan Jur ini berasal dari daerah Ngasinan, Desa Sukorejo, Kecamatan Sutojayan. Bahkan masih ada penerus kesenian ini,” papar Suhendro kepada TIMES Indonesia, Kamis (16/1/2025).
Dari kajian akademik tersebut, lanjut Suhendro, pihaknya mendapat informasi jika Jaranan Jur Ngasinan sudah ada dan berkembang sekitar tahun 1921. Pada 1949, nama Jaranan Ngasinan berganti menjadi Jaranan Jur. Nama itu berkaitan dengan cerita rakyat tentang ditemukannya Gong Kyai Pradah yang telah menghilang dan dapat dipindahkan ke Sanggar Pusaka dengan syarat harus menggunakan arak-arakan Jaranan Jur.
"Jaranan Jur itu lestari sampai sekarang, karena menjadi satu rangkaian ritual Jamasan Gong Kyai Pradah. Cerita tutur yang berkembang itu masih diyakini warga sekitar sampai sekarang," jelasnya.
Sedangkan nama Jaranan Jur sendiri, berasal dari kata "Jur" yang memiliki arti jujur. Sehingga baik dalam pertunjukan dan pemainnya harus memiliki sifat jujur. Selain itu, dengan nama "Jur" menjadi tanda bahwa pemain jaranan tidak diperbolehkan untuk minum-minuman keras, bermain judi dan dianjurkan menjunjung tinggi kejujuran. Maka dari itu pelaku kesenian ini menjunjung tinggi kesakralan Jaranan Jur.
Jaranan Jur juga memiliki karakteristik yang berbeda dengan sekitar 20 kesenian jaranan yang berkembang di berbagai wilayah di Kabupaten Blitar. Menurut Dhimas Anggoro, Staf Teknis Bidang Budaya Disbudpar Pemkab Blitar, penampilan Jaranan Jur lebih sederhana baik secara kostum, koreografi maupun iramanya gamelannya. Ritme tempo gamelan pengiring juga lebih lambat jika dibandingkan dengan genre jaranan lainnya.
"Yang menjadi karakter kuat Jaranan Jur ini, ada adegan Gladagan. Atau fragmen tari yang menceritakan babi dikejar anjing. Nah.... Gladagan ini tidak ada di genre jaranan lainnya. Lalu fisik kuda lumpingnya lebih besar, tapi rambut dan ekornya cepak," pungkasnya.
Selain Jaranan Jur, Warisan Budaya Tak Benda yang resmi ditetapkan dari Kabupaten Blitar adalah Tradisi Jamasan Gong Kyai Pradah dan Jaranan Tril. (*)
Pewarta | : Erliana Riady |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |