TIMES JATIM, BONDOWOSO – Suaranya masih berapi-api saat memberikan komentar atau jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan wartawan. Itulah ciri khas A Mansur salah seorang anggota DPRD Kabupaten Bondowoso.
Jiwa aktivis mahasiswa yang kritis seolah tidak pernah luntur. Hal itu bisa dilihat dari gaya bicara yang responsif saat memberikan kritik terhadap berbagai hal.
Namun di balik gaya dan karakternya tersebut. Ada kisah panjang yang dilaluinya hingga bisa menjadi anggota DPRD Bondowoso.
Karir Pendidikan
Sejak kecil, pria kelahiran Bondowoso 4 April 1976 tersebut sudah hidup di lingkungan lembaga pendidikan agama. Dia mengenyam pendidikan sekolah dasar di MI Miftahul Ulum Grujugan Kidul dan lulus sekitar tahun 1989.
Kemudian dia melanjutkan pendidikan menengah pertama, tepatnya di MTs Al Anwar Bunder selama tiga tahun dan lulus sekitar 1992.
Sementara untuk sekolah menengah atas yakni Madrasah Aliyah (MA) yakni di MA Al Anwar Bunder selama tiga tahun dan lulus tahun 1995.
Setelah lulus aliyah dia tidak langsung melanjutkan ke perguruan tinggi. Mansur masih memperdalam ilmu agama di Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan.
“Saat itu saya fokus belajar ilmu agama di pondok. Kan untuk ijazah sudah ada,” kata dia pada TIMES Indonesia.
Menurutnya, banyak pelajaran hidup yang didapatkan di Pondok Pesantren Sidogiri. Mulai nilai-nilai perjuangan, kesederhanaan, gotong royong dan kesabaran.
“Jadi pelajaran itu tidak hanya di kitab saja. Tapi keseharian di pondok pesantren itu banyak memberikan pendidikan dan melatih mental,” jelas dia.
Hari-hari dilaluinya dengan baik di salah satu pondok pesantren terbesar di Indonesia tersebut. Hingga akhirnya dia lulus tahun 2000.
“Tahun 2001 saya bertugas melakukan pengabdian di salah satu lembaga pendidikan di Bangkalan Madura,” jelas dia.
Masuk Kampus dan Ujian Hidup
Setelah rampung melakukan pengabdian di Pulau Garam Madura, Mansur melanjutkan ke perguruan tinggi STAI Jember (sekarang Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember) pada tahun 2001. Dia masuk Fakultas Syari'ah Prodi Hukum Islam.
Semester pertama di STAIN Jember, dia harus menerima kenyataan pahit. Ayahnya meninggal dunia. Kondisi ini membuatnya seperti kehilangan arah.
Dia kala itu sudah mempertimbangkan antara melanjutkan studi atau berhenti karena dia harus menggantikan peran seorang bapak di keluarganya.
Namun berbekal tekad yang kuat dia memutuskan untuk terus melanjutkan pendidikan. Apalagi ini menjadi tanggung jawab moral dia pada almarhum ayahnya.
“Saat abi meninggal saat saya semester pertama, saya hampir berhenti kuliah, karena banyak pertimbangan,” kata dia mengenang masa lalunya.
Sementara untuk membiayai hidupnya di kampus, Mansur sambil lalu bekerja membantu seniornya dan dia mendapatkan upah dari sana untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
Adapun untuk biaya kuliah dia dibantu beberapa dosen kala itu untuk mendapatkan beasiswa. “Sembarang saya kerjakan demi bisa bertahan hidup,” kenang dia.
Dia juga aktif di organisasi ekstra kampus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Syariah Tahun 2003. Di PMII lah dia juga belajar banyak hal dan mendapatkan banyak teman dan mulai membangun jejaring.
Kemudian Tahun 2004 dia aktif di Cabang PMII Jember. Jejaring dan pertemanan Mansur semakin luas. “Saya juga pernah jadi wakil Sekretaris IPNU Cabang Jember 2003-2004,” jelas dia.
Hari demi hari dilalui oleh Mansur dengan segala keterbatasan dan tantangan yang harus dia hadapi. Akhirnya dia berhasil lulus tahun 2005. Bahkan menjadi salah satu lulusan terbaik saat itu.
Ketertarikan Pada Politik Sejak Jadi Mahasiswa
Setelah lulus Mansur menikah di tahun 2005. Dia kemudian magang di salah satu lembaga bantuan hukum sambil lalu jadi sopir.
Di tengah kesibukan sebagai kepala keluarga, Mansur masih terus belajar. Sebab mencari ilmu baginya adalah kewajiban sepanjang hayat. Oleh karena itu, pada Tahun 2007 dia melanjutkan kuliah pascasarjana S2 di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Fakultas Hukum.
Selain melanjutkan studi, dia juga bekerja sebagai pendamping PKH (Program Keluarga Harapan) di tahun 2007. Sembari bekerja dan kuliah, akhirnya dia berhasil menyelesaikan S2 di Tahun 2009.
Sosoknya tidak mau dalam posisi nyaman di satu tempat. Oleh karenanya dia selalu mencoba banyak hal. Setahun pasca lulus S2 dia mengikuti ujian advokat, tepatnya Tahun 2010 hingga punya lisensi beracara. Kemudian pada tahun 2014 dia memiliki kesempatan untuk menjadi dosen di UIN KHAS Jember (saat itu masih IAIN Jember).
Sebenarnya dia sudah memiliki ketertarikan masuk politik praktis sejak masih mahasiswa. Bahkan saat semester enam tepatnya Tahun 2004 Mansur menyalonkan diri dari PPD (Partai Persatuan Daerah).
“Bahkan saat itu saya juga menjadi ketua PPD Kabupaten Bondowoso. Waktu itu sudah semester akhir, iya masih mahasiswa” jelas dia meyakinkan wartawan.
Pencalonan tersebut menjadi pengalaman pertamanya dalam keikutsertaan di Pemilu. “Bagi saya banyak hal harus dicoba, hidup harus dipertaruhkan,” tegas dia.
Meski tidak terpilih kala itu, tidak membuatnya pantang menyerah. Tahun 2009 dia menyalonkan kembali, namun tidak terpilih lagi.
Namun hal itu tidak membuatnya patah semangat dan putus harapan. Pada Pemilu 2014 dia kembali maju dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Meskipun pindah partai besar di Bondowoso ini dia juga belum beruntung menjadi legislator.
Belum berhasil selama tiga kali di Pemilu tidak membuatnya berpasrah diri. Pada kontestasi 2019 dia kembali maju dari PKB. Akhirnya dia bisa menduduki kursi legislatif periode 2019-2024 untuk pertama kalinya setelah 15 tahun menunggu.
“Alhamdulillah saya kembali terpilih sebagai legislator 2024-2029. Bukan tidak pernah gagal, justru lebih banyak gagalnya. Tapi tidak membuat saya berhenti berjuang. Di situ seninya hidup," tegas dia.
Tetap Mengabdi di Kampus
Dia sendiri merasa biasa-bisa saja setelah jadi legislator, sama seperti profesi pada umumnya. Tetapi yang membedakan adalah kesempatan lebih besar untuk mengabdi kepada masyarakat.
“Saya senang sosial, kumpul-kumpul dengan semua lapisan masyarakat. Tidak suka berdiam diri di ruangan saja. Makanya saya memilih jadi legislator, bisa membantu banyak masyarakat, di situ nilai ibadahnya," terang mantan ketua MWCNU Grujugan dua periode ini.
Semenjak terpilih sebagai anggota DPRD Bondowoso, Mansur mengundurkan diri dari PKH. Bahkan dia juga mengundurkan diri sebagai dosen UIN KHAS Jember tahun 2019.
“Saya kan dosen tetap, sudah dapat gajinya dari pusat. Jadi harus mengundurkan diri agar tidak double accounting,” jelas dia.
Namun demikian, dia tidak lantas melupakan Kampus yang telah memberikan banyak pengalaman baginya. Mansur tetap mengajar di Fakultas Syari'ah UIN KHAS Jember seminggu sekali.
“Saya mengajar, tapi pengabdian. Saya mengajar tiap Jumat. Berbagi soal fungsi legislasi di DPRD dan pembuatan undang-undang. Kalau sekarang tanpa honor, namanya pengabdian,” terang dia. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: A Mansur: Anggota DPRD Bondowoso yang Tetap Aktif Mengajar di Kampus Meski Tanpa Honor
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Imadudin Muhammad |