TIMES JATIM, MALANG – Ma’had Al-Jami’ah merupakan unit pendidikan berbasis pondok pesantren yang ada di perguruan tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Indonesia. Ma’had Al-Jami’ah hadir sebagai solusi integratif ditengah kondisi degradasi moral yang banyak dihadapi oleh generasi muda, khususnya mahasiswa.
Pasalnya, para mahasiswa baru yang berasal dari berbagai kota di Indonesia akan dihadapkan pada fenomena culture shock yang mengharuskan mereka kembali beradaptasi di lingkungannya yang baru. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan yang berbeda mulai dari sistem pembelajaran, interaksi sosial, hingga pola hidup yang lebih mandiri.
Pola hidup mahasiswa luar kota yang kurang pengawasan dari keluarganya biasanya cenderung bebas dan sangat berpotensi untuk salah pergaulan. Akibatnya, degradasi moral mulai melunturkan karakternya secara perlahan tanpa disadari.
Pada fase ini, mereka bisa saja kehilangan jati diri dan bertindak diluar nalar, etika, dan melanggar norma-norma yang ada yang bahkan berujung pada tindakan kriminal.
Menurut Pusiknas Polri, keterlibatan pelajar dan mahasiswa yang berstatus sebagai korban dan pelaku tindak kriminal menunjukkan tren yang memerlukan perhatian khusus. Berdasarkan catatan kriminalitas Pusiknas Polri, pelajar dan mahasiswa sebagai korban kejahatan meningkat signifikan pada tahun 2023.
Sebanyak 50.604 dari 398.987 orang korban kejahatan, persentasenya mencapai 12,6%. Pada kuartal kedua 2024, jumlah korban berstatus mahasiswa tercatat sebanyak 30.207 dari 199.343 orang, persentasenya mencapai 15,1%. Mirinya, 4,71% dari total pelaku pembunuhan masih berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa.
Badan Narkotika Nasional (BNN) juga mengungkapkan, pemakai narkoba di kalangan usia 15-24 tahun mengalami peningkatan signifikan. Benar saja, pada September 2024 angka keterlibatan pelajar dan mahasiswa mencapai 13,73% dari total terlapor sebanyak 4.865 orang.
Tentunya, data tersebut sangatlah memprihatinkan. Terlebih menyangkut generasi muda yang merupakan masa depan Indonesia. Oleh karenanya, pendidikan karakter menjadi kunci utama dalam mewujudkan masa depan Indonesia Emas yang dicanangkan puncaknya di tahun 2045.
Ma’had Al-Jami’ah merupakan salah satu solusi efektif dalam memberikan pendidikan karakter ditengah tantangan degradasi moral pada mahasiswa. Kehidupan mahasiswa yang tinggal di Ma’had cenderung lebih teratur dan mampu mengatur waktunya dengan baik untuk lebih baik dan produktif. Ma’had Al-Jami’ah bukanlah sekedar asrama kampus.
Layaknya pondok pesantren, Ma’had juga memberikan pendidikan agama dan moral yang disertai dengan pengembangan keterampilan modern seperti pengembangan keterampilan bahasa asing, keterampilan multimedia, keterampilan wirausaha, dan keterampilan sejenis lainnya yang dibutuhkan pada abad 21.
Ma’had Al-Jami’ah sebagai pilar pendidikan karakter di perguruan tinggi dapat menjadi pilihan bagi para mahasiswa yang menginginkan konsep pembelajaran integratif berbasis pengembangan intelektual dan spiritual di perguruan tinggi berbasis tradisi pondok pesantren.
Kini, eksistensi Ma’had sebagai bagian dari kampus tidak hanya terdapat di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) seperti UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, UIN Alauddin Makassar, dan UIN KHAS Jember.
Namun, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) seperti Universitas-universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya juga mengadopsi unit sejenis Ma’had sebagai pusat pembinaan keagamaan bagi para mahasiswanya.
Tentunya, Pembelajaran Akademik Perguruan Tinggi berbasis Pembelajaran Karakter di Ma’had Al-Jami’ah saling melengkapi satu sama lain dan memberikan manfaat yang sangat penting.
Pertama, membentuk karakter Insan Ulul Albab (pakar ilmu) yang memiliki keluhuran akhlak, kedalaman spiritual, keluasan ilmu, kematangan profesional. Karakter tersebut akan memperkuat implementasi tridharma perguruan tinggi yang mewajibkan penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Kedua, menciptakan lingkungan tarbawi yang sangat kental dengan pendidikan karakter dan pergaulan positif untuk kalangan mahasiswa. Hal tersebut akan membekali keterampilan mahasiswa dalam menjalani kehidupan sosial dan bermasyarakat.
Ketiga, membentuk kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional melalui konsep pendidikan yang integratif dalam mendukung pembelajaran akademik disamping perkuliahan.
Hal tersebut akan menghindarkan mahasiswa dari kesesatan dalam berpikir (logical fallacy) yang dapat terjadi akibat pemikiran radikal yang tidak disertai oleh iman dan takwa.
***
*) Oleh : Ahmad Royhan Firdaus, Musyrif Ma’had Al-Jami’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang asal Banyuwangi.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |