TIMES JATIM, BANYUWANGI – Belakangan ini kaum santri dan pondok pesantren banyak disoroti keberadaannya oleh seluruh masyarakat Indonesia hanya karena keberadaan suatu pondok pesantren yang cukup nyentrik dalam menerapkan beberapa keputusannya bahkan bertentangan dengan pesantren-pesantren lain yang semestinya mengajarkan satu hal yang selaras.
Membahas tentang santri, menurut Wikipedia santri secara umum adalah sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Santri biasanya menetap di tempat tersebut hingga pendidikannya selesai. Biasanya, santri setelah menyelesaikan masa belajarnya di pesantren, mereka akan mengabdi ke pesantren dengan menjadi pengurus.
Membahas tentang santri sudah pasti kita juga akan bersinggungan dengan seluk-beluk tentang pondok pesantren.
Ponpes atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang bersistem asrama. Di mana seluruh santrinya diharuskan tinggal di dalam asrama yang sudah disediakan pesantren selama masa belajar tanpa diijinkan untuk pulang ke rumahnya kecuali saat musim libur dan keadaan yang mendesak.
Secara garis besar pesantren dibagi menjadi tiga tipe yaitu:
1. Pondok pesantren salaf.
Pesantren salaf adalah pesantren yang masih mempertahankan pola pengajaran pendidikan pesantren tradisional murni seperti yang diwariskan oleh para wali songo yang tercermin pada kurikulum yang mengajarkan kitab-kitab klasik (kitab kuning) saja, model pembelajaran yang terpusat pada kiai, dan juga hal-hal lain yang masih mempertahankan tradisi pesantren jaman dulu.
Pesantren dengan metode pembelajaran ini mempunyai beberapa karakteristik di antaranya pengajian hanya terbatas pada kitab salaf biasa disebut dengan kitab kuning, retorika bermusyawarah biasanya dilakukan dalam istilah “syawir dan bahtsul masail”, berlakunya sistem pengajaran “diniyah”, dengan tingkatan kelas sesuai kemampuan para santri dengan menggunakan pakaian, tempat dan lingkungannya mencerminkan masa lalu, sebagaimana yang telah diterapkan oleh beberapa pondok pesantren di Lirboyo–Ploso–Kediri, al-Anwar Sarang Rembang dan Pacol Gowang Jombang dan masih banyak lagi yang sudah tersebar di seluruh penjuru bumi Pertiwi ini.
Pesantren tipe ini sangat menjunjung tinggi prinsip barokah dan tawadhu tinggi kepada sang kyai sebagai tolak ukur keberhasilan santri dimasa mendatang.
2. Pondok pesantren semi- salaf.
Pesantren tipe ini adalah pesantren yang berusaha untuk memadukan antara sistem pesantren salaf dan pesantren modern di dalam penerapan sistem pembelajaranya, seperti pesantren Tebuireng dan Mathali’ul al-Falah Kajen. Adapun karakeristiknya pesantren tipe ini adalah adanya pengajian kitab klasik kitab salaf seperti: taqrib, jurumiyah dan ta’limul muta’alim, ada juga kurikulum berbasis kemodernan seperti: bahasa inggris, fisika, matematika, manajemen dan sebagainya. sama seperti halnya sekolah umum pada kebanyakanya.
3. Pondok pesantren modern.
Pesantren modern memiliki beberapa karakteristik diantaranya harus memiliki skill penguasaan bahasa asing seperti arab dan inggris yang digunakan dalam proses komunikasi santri dalam keseharianya, dan juga tidak ada pengajian kitab-kitab klasik (kitab salaf), kurikulumnya mengadopsi kurikulum modern seperti halnya: matematika, sains, fisika dan lainnya. sebagaimana yang telah diterapkan di beberapa pesantren antara lain: Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo, Zaitun Solo, Daar al-Najah dan Daar al-Rahman Jakarta dan lainnya.
Dengan kriteria-kriteria pondok pesantren yang disebutkan diatas timbul pertanyaan manakah dari ketiga tipe pondok pesantren tersebut yang relevan dengan zaman milenial ini, apakah pondok pesantren jenis salaf, semi-modern ataukah pesantren dengan taraf modern.
Sebenarnya jenis atau tipe dari pondok pesantren tidak bisa menjadi acuan mutlak terhadap skill dan kreatifitas para santri, hal ini pada umumnya murni dikembalikan pada individual santri tersebut, bahkan banyak sekali yang berangkat dari instansi salaf yang justru mahir dalam menggunakan teknologi mutahir yang notabenenya tidak diajarkan secara mutlak dalam pengajaran pondok pesantren salaf.
Santri secara garis besarnya memang digembleng dalam pengarahan dan mentor pembimbing umat tentang masalah halal atau haram, sah atau tidak sah dan beberapa kemaslahatan umat lainya yang harus dikuasainya dengan benar.Tetapi lebih dari itu, Era Society 5.0 santri juga dituntut untuk mengambil peran dalam roda perekonomian sebagai roda penggerak dalam keilmuan syariah, oleh karena itu santri harus dibekali software leadership pada era milenium ini.
Oleh karena itu, KH Ahmad Sugeng Utomo atau Gus Ut, pendiri dan pembina Santripreneur Indonesia mengatakan, Santripreneur Camp ini telah berjalan sejak 2019. Sejak dimulai, program yang fokus pada pelatihan leadership, enterpreneurship dan digital marketing ini telah diikuti sebanyak 2.500 santri dari seluruh Indonesia.
Hal ini sebagai tindakan lebih lanjut yang telah dilakukan sebagai upaya mengkader santri-santri agar tidak hanya mahir dalam urusan agama saja tetapi juga harus menguasai enterpreneur guna untuk menjawab tantangan kemajuan zaman milenial saat ini.
***
*) Oleh: Rizki Nur Kholis, Mahasiswa prodi tadris bahasa Indonesia fakultas tarbiyah dan keguruan Institut agama islam Darussalam.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Ronny Wicaksono |