TIMES JATIM, JAKARTA – Buku berjudul Teologi Korupsi yang ditulis oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, Prof Nasaruddin Umar penting dibaca oleh masyarakat Indonesia. Itu karena, saat ini negara ini masih diliputi problem ketidakjujuran tersebut.
Dalam pengantarnya, mantan Wakil Menteri Agama RI itu menyampaikan, keindahan Indonesia telah diakui oleh dunia. Tanahnya subur, alamnya indah, pantainya menawan, memiliki kekayaan bumi yang luar biasa besar.
"Sebuah negeri yang tidak hanya dikaruniai kekayaan alam, namun juga diberkahi dengan keragaman bahasa, suku, budaya dan bahkan agama," tulisnya dikutip TIMES Indonesia, Senin (30/1/2023).
Menurutnya, cerita tentang Indonesia ternyata bukan hanya tentang alamnya yang indah dan manusianya yang ramah. Namun, kisah pilu juga datang dari negeri kepulauan ini. Satu di antara kisah pilu itu adalah perilaku koruptif yang masih merajalela. "Ini bisa kita lihat dari perjalanan bangsa ini pasca reformasi, ada banyak pihak yang terjerat hukum akibat perilaku koruptif," jelasnya.
Pria kelahiran Sulawesi Selatan itu menilai, perilaku koruptif telah banyak melahirkan kerusakan, baik itu terhadap alam maupun relasi sosial masyarakat dan kebangsaan. Hal ini tak lain disebabkan massifnya perilaku koruptif di semua bidang, baik bisnis, politik maupun pemerintahan.
"Perilaku koruptif ini seperti telah menjadi model kehidupan bagi sebagian pihak, meski mereka tak menyadari bahwa ada banyak kerusakan yang ditimbulkannya," katanya.
Ia mengatakan, sebagai bangsa yang beragama, adalah sebuah ironi terjadinya korupsi dan berbagai turunannya. "Bagaimana bisa bangsa yang beragama, berketuhanan Yang Maha Esa, masih tega melakukan tindak korupsi? Di manakah nilai-nilai agama berada saat korupsi terjadi? Bukankah agama adalah nilai yang mengajarkan pemeluknya moralitas terbaik di dunia ini? Dan berbagai pertanyaan itu terus bergulir di ranah publik, mempertanyakan hilangnya agama di tengah korupsi yang menggila," jelasnya.
Korupsi dalam Alquran
Ia menjelaskan, istilah korupsi tidak dikenal secara jelas dalam Alquran maupun hadis. Namun sifat dan karakternya jelas sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Karena itulah, korupsi dipandang sebagai perbuatan yang jelas-jelas menyimpang dari Islam dan dikategorikan sebagai perbuatan tercela. "Dalam konteks ini, korupsi memiliki kesamaan dengan perilaku menyimpang dari ajaran dan perintah Allah," katanya.
Meski istilah korupsi tidak secara jelas disebutkan dalam dua sumber hukum Islam, kata dia, namun keduanya beberapa contoh perilaku menyimpang yang patut kita jadikan pelajaran. Alquran banyak mengungkap beberapa kisah rusaknya moralitas sebagai bagian dari bentuk penyimpangan.
"Dimulai dengan dikutuknya Iblis karena menolak perintah Allah untuk tunduk kepada manusia karena merasa lebih mulia, inilah salah satu bentuk menyimpang atau korupsi. Lalu kisah ini juga dialami Nabi Adam dan Siti Hawa ketika keduanya tidak patuh terhadap ketentuan Allah untuk tidak memakan buah khuldi, hingga akhirnya keduanya diturunkan ke bumi," katanya.
Ia menyampaikan, penyimpangan terhadap moralitas agama juga digambarkan secara jelas dalam kisah Nabi Syu'aib yang harus menghadapi perilaku tak terpuji dari umatnya. Masyarakat Madyan salah satu contoh masyarakat yang dicela dalam Alquran karena mentolerir korupsi berjamaah. "Jika mereka membeli maka mereka menggunakan takaran besar dan pada saat menjualnya mereka menggunakan takaran lebih kecil," katanya.
Para Ulama Membahas Perilaku Koruptif
Jebolan Universitas Leiden, Belanda, itu menyampaikan, para ulama fikih telah membahas secara gamblang perilaku koruptif seperti tertera dalam beberapa istilah di antaranya rasywah, ghasb, dan ghuluww.
Para ulama kontemporer kemudian menyebut istilah gratifikasi untuk menjelaskan arti korupsi yang lebih luas. Semua ini menandakan bahwa istilah korupsi telah memiliki padanan dalam kajian fikih Islam.
Dalam hadis, lanjut dia, banyak diceritakan bagaimana Rasulullah Saw dan para sahabatnya mengajak umat untuk menghindari perilaku menyimpang, khususnya korupsi. Rasulullah Saw. adalah sosok yang begitu nyata memberikan contoh bagaimana kejujuran adalah tonggak sebuah bangsa. la dengan tegas menghukum siapapun yang melakukan perbuatan menyimpang, termasuk korupsi.
"Sifat ini juga ditiru dan diajarkan oleh para sahabatnya. Umar bin Khattab adalah salah satu khalifah yang meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang bersih, pemerintahan yang menerapkan pengendalian pengelolaan keuangan secara transparan. Umar adalah sosok yang begitu detail dalam mengelola keuangan negara," jelasnya.
Kisah lainnya datang dari sosok khalifah Umar bin Abdul Aziz. la adalah sosok yang berintegritas. Mengelola negara baginya bukan berarti sewenang- wenang memaksakan kehendak dan kebijakan. Dengan integritasnya Umar bin Abdul Aziz mengelola pemerintahan yang begitu amat dicintai rakyatnya.
Menurutnya, apa yang tertulis dalam kisah Rasulullah dan para sahabatnya dalam melawan perilaku koruptif merupakan bentuk nyata bahwa nilai-nilai agama dijadikan dasar dalam menjalani tanggung jawab sebagai pemimpin. "Nilai-nilai agama adalah bagian tak terpisahkan dalam diri setiap muslim. Kita harus meniru apa yang telah dicontohkan Rasulullah Saw. dan para sahabatnya," ucapnya.
"Idealnya ketika agama menjadi pandangan hidup bagi pemeluknya, maka ia akan menjanjikan ketenangan, kedamaian, kearifan, keadilan, dan ketenteraman. Lalu, bagaimana jika agama dan pemeluknya dipisahkan oleh kesenjangan? Apakah masih bisa disebut agama jika tanpa pemeluk? Mungkin mitos? Apa masih bisa disebut manusia tanpa agama? Mungkin monster?," katanya.
Menghindari Lima Kebiasaan Buruk
Ia menjelaskan, agama hadir untuk selalu mendampingi manusia dalam menentukan dan menjalani pilihan hidupnya masing-masing. "Agama selalu mengajak kita memulainya dengan niat, dalam arti penghayatan mendalam terhadap pilihan kita," katanya.
Dengan niat yang kuat, kata dia, agama menuntun manusia untuk menjalani pilihan hidup dengan menghindari lima kebiasaan buruk yang berpotensi menggagalkan sebagai manusia.
Pertama, hindari cara-cara kerja yang tergesa-gesa. Kedua, hindari cara-cara yang instant dalam menyelesaikan segala urusan. Ketiga, hindari untuk meng- copy-paste cara-cara orang lain di dalam menyelesaikan problem. Keempat, hindari untuk menutup diri dengan orang lain di dalam menjalankan usaha. Kelima, hindari untuk mengisolasi diri di dalam kehidupan masyarakat.
Menurutnya, manusia tak bisa sepenuhnya hidup dalam keterpurukan dan keterkutukan. Allah menurunkan agama sebagai petunjuk menuju jalan kembali. Agama mengajarkan berbagai amaliah yang dapat menguatkan imunitas jiwa dan membentenginya dari perbuatan buruk yang dapat menghinakannya. "Dan jalan tasawuf adalah satu di antara jalan untuk memperkuat imunitas jiwa dari berbagai perilaku menyimpang," jelasnya.
Ia mengatakan, buku Teologi Korupsi ini merupakan sebuah refleksi yang bisa dijadikan renungan untuk meyakinkan diri bahwa agama akan menyelamatkan jika nilai dan ajarannya diterapkan dalam kehidupan.
Agama harus menjadi ruh dalam berbagai kebijakan yang diambil dalam pemerintahan. Bagi bangsa Indonesia, agama adalah bagian penting yang telah menjiwai lahirnya bangsa dan negara.
"Karya ini merupakan sumbangsih penulis bagi bangsa ini khususnya dalam membangun relasi agama dan Negara agar terbangun sinergi demi kemajuan dan keutuhan NKRI. Buku ini membahas banyak nilai agama yang dapat dijadikan referensi untuk memperkuat ketahanan dari ancaman bahaya korupsi," ujarnya. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |