https://jatim.times.co.id/
Opini

Perempuan di Tengah Kekacauan Bencana

Kamis, 11 Desember 2025 - 20:31
Perempuan di Tengah Kekacauan Bencana Nur Kamilia, Dosen Hukum STAI Nurul Huda Situbondo.

TIMES JATIM, SITUBONDO – Dalam setiap bencana, fokus publik biasanya tertuju pada angka korban, kerusakan infrastruktur, serta kebutuhan logistik. Namun di balik semua itu, ada kelompok yang jarang terlihat bahkan sering kali tidak disebutkan sama sekali dalam laporan resmi: anak perempuan. 

Mereka hadir, mereka terdampak, mereka terluka, tetapi suara mereka jarang menjadi pusat perhatian. Padahal mereka merupakan kelompok yang paling membutuhkan perlindungan khusus, terutama ketika lingkungan sekitar kehilangan batas aman dan kepastian.

Anak perempuan sering menghadapi pengalaman traumatis yang tidak selalu tampak secara fisik. Mereka mungkin tidak terluka oleh bangunan yang roboh, tetapi mereka membawa luka lain yang tidak mudah diceritakan. 

Dalam ruang pengungsian yang serba terbuka, minim privasi, dan penuh orang asing, anak perempuan dapat merasakan tekanan yang lebih besar dibanding kelompok lain. Namun realitas ini kerap tenggelam dalam hiruk-pikuk penyelamatan dan distribusi bantuan. 

Saat bencana terjadi, seluruh sistem perlindungan runtuh bersamaan dengan bangunan yang hancur. Sekolah tutup, rumah hilang bentuknya, dan lingkungan yang biasanya mereka kenal berubah menjadi tenda darurat. 

Dalam kondisi kacau seperti ini, anak perempuan sangat rentan mengalami rasa takut, cemas, dan kebingungan. Mereka kehilangan rutinitas, kehilangan ruang aman, dan kehilangan figur-figur yang biasanya menjadi tempat kembali.

Di area pengungsian, batas antara ruang keluarga dan ruang publik hampir tidak ada. Anak perempuan yang terbiasa memiliki ruang pribadi tiba-tiba harus berada di tempat yang penuh orang, minim penerangan, dan rawan terjadi interaksi yang membuat mereka tidak nyaman. Banyak anak perempuan merasa takut untuk menggunakan toilet umum atau bahkan sekadar berjalan sendirian di malam hari.

Selain itu, anak perempuan sering diberi peran tambahan tanpa disadari. Mereka diminta menjaga adik-adiknya, membantu orang tua menyiapkan kebutuhan keluarga, atau ikut mengantre bantuan. Pada usia yang masih sangat muda, mereka memikul tanggung jawab emosional yang sebenarnya terlalu berat.

Kerentanan ini tidak hanya berasal dari bencana itu sendiri, tetapi juga karena kondisi sosial sehari-hari yang sudah membentuk posisi anak perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Ketika bencana datang, kondisi ini menjadi lebih terlihat dan terasa.

Salah satu isu yang paling jarang dibicarakan adalah bagaimana anak perempuan menghadapi ketidaknyamanan dan situasi yang membuat mereka merasa terancam di ruang pengungsian. Fasilitas umum yang bercampur, area tidur tanpa sekat, serta kurangnya ruang aman bagi anak sering membuat mereka merasa diawasi atau tidak bebas bergerak.

Beberapa anak perempuan mengalami kecemasan saat harus mandi di tempat terbuka atau antre di fasilitas umum yang tidak terjaga. Mereka mungkin tidak bisa menjelaskan perasaannya secara detail, tetapi tubuh mereka mengingat: jantung berdebar, sulit tidur, dan enggan berinteraksi dengan orang lain.

Dalam situasi seperti ini, anak perempuan membutuhkan perhatian yang lebih peka dan lebih perlahan. Namun sering kali, karena kesibukan orang tua dan situasi darurat, mereka menjadi kelompok yang paling mudah diabaikan. 

Suara mereka tidak terdengar karena dianggap “hanya anak-anak”, padahal justru di usialah mereka paling membutuhkan dukungan psikologis dan lingkungan yang aman.

Ada pula anak perempuan yang tidak berani berkata jujur ketika merasa tidak nyaman dengan perlakuan seseorang. Dalam kondisi pengungsian yang padat, interaksi yang tidak tepat atau sikap yang melewati batas dapat terjadi tanpa disadari orang dewasa. Ketakutan ini sering disimpan sendiri, menambah beban batin yang berat.

Perlindungan anak perempuan bukan hanya tentang menyediakan makanan dan selimut. Lebih dari itu, ini tentang menciptakan ruang aman secara utuh, baik secara fisik maupun emosional. Ada beberapa langkah sederhana namun bermakna yang dapat dilakukan keluarga, relawan, dan komunitas:

Pertama, Menciptakan ruang privat yang aman. Pengungsian perlu memastikan adanya sekat, penerangan yang cukup, serta area khusus bagi perempuan dan anak. Ruang ini bukan kemewahan, tetapi kebutuhan dasar bagi rasa aman.

Kedua, Memberi perhatian pada tanda-tanda perubahan perilaku. Anak perempuan mungkin tidak bisa mengatakan bahwa mereka takut, tetapi perubahan seperti sulit tidur, menjadi pendiam, atau menolak pergi ke fasilitas umum adalah sinyal penting.

Ketiga, Menyediakan ruang konseling ramah anak. Keberadaan relawan psikososial dapat membantu anak perempuan memproses trauma dan mengungkapkan rasa tidak aman tanpa takut disalahkan.

Keempat, Mengedukasi relawan dan masyarakat tentang perlindungan anak. Satu pelatihan singkat tentang cara berperilaku sopan, menjaga batas interaksi, dan mengenali situasi rawan dapat membuat perbedaan besar.

Kelima, Membangun ekosistem orang dewasa yang waspada. Ketika orang dewasa menjaga sikap, menjaga bahasa, dan menjaga ruang, anak perempuan dapat bernafas dengan lebih lega.

Anak perempuan adalah kelompok yang suaranya paling pelan, bukan karena mereka tidak ingin bicara, tetapi karena lingkungan sering tidak memberi ruang. Bencana memang merusak banyak hal, tetapi jangan sampai ia merusak masa kanak-kanak mereka. 

Sudah saatnya kita berhenti melihat anak perempuan sebagai penerima bantuan pasif dan mulai melihat mereka sebagai individu yang berhak mendapatkan keamanan, kenyamanan, dan perlindungan penuh.

***

*) Oleh : Nur Kamilia, Dosen Hukum STAI Nurul Huda Situbondo.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.