TIMES JATIM, BANYUWANGI – AI merupakan serangkaian program komputer yang didesain untuk meniru perilaku manusia seperti penalaran, pembelajaran, dan perbaikan diri. AI hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti asisten suara, chatbot, video bertenga AI, dan AI yang berfokus pada Kesehatan seperti Help4mod dan Woebot.
Penggunaan AI sangat populer di kalangan pelajar, dengan presentase 49,3% mulai berusia 12 hingga 17 tahun menggunakan asisten suara yang tertanam dalam media digital. Lima puluh persen (50%) kalangan remaja menggunakan asisten suara lebih dari sekali dalam sehari untuk melakukan pencarian digital.
AI tidak hanya memfasilitasi komunikasi manusia, tetapi juga dapat menjadi agen sosial dalam berinteraksi langsung dengan remaja. Hal ini memiliki dampak besar terhadap perkembangan remaja, terutama karena mereka sedang mengalami perubahan struktur otak dan fungsi otak yang unik, serta proses penyembuhan akibat serangan virus Covid-19, seperti kecemasan saat lockdown, dan kurangnya layanan Kesehatan mental.
Remaja juga mengalami lingkungan AI yang alami, di mana teknologi AI generative digunakan dalam berbagai aspek pembelajaran, hiburan, dan rekomendasi yang dipersonalisasi. Penggunaan AI ini memunculkan kekhawatiran terkait motivasi, kreativitas, pemikiran kritis, dan potensi kekurangan. Oleh karena itu, penting untuk memahami pandangan generasi muda mengenai dampak AI yang "merusak" seperti yang dipahami oleh orang dewasa.
Meskipun ketergantungan terhadap teknologi merupakan masalah yang signifikan di kalangan remaja yang menggunakan TIK tradisional, masih belum jelas apakah remaja mengalami ketergantungan terhadap AI dan bagaimana hal ini berhubungan dengan masalah Kesehatan mental.
Di sisi lain, AI juga memiliki potensi untuk membantu mengatasi masalah Kesehatan emosional dan mental pada remaja, namun masih diteliti lebih lanjut bagaimana masalah Kesehatan mental mempengaruhi ketergantungan terhadap AI.
Beberapa penelitian sebelumnya telah meneliti hubungan antara ketergantungan AI dan masalah kesehatan mental. Namun, belum ada kesepakatan apakah ketergantungan AI menyebabkan masalah kesehatan mental atau sebaliknya. Mengenai dampak ketergantungan AI terhadap kesehatan mental, orang lebih sering menggunakan AI cenderung memiliki modal sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan AI, yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan.
Secara keseluruhan, sebagian besar penelitian ini mempertimbangkan teknologi AI tertentu, mengenai ketergantungan AI karena pengguna menggunakan berbagai jenis AI. Kedua, sebagian besar penelitian tentang hubungan antara ketergantungan AI dan masalah kesehatan mental bersifat Crossectional atau menggunakan analisis kualitatif, sehingga tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat di antara keduanya.
Ketiga, populasi dalam penelitian ini sebagian besar terdiri dari orang dewasa, dan hanya sedikit yang mencangkup remaja. Terakhir, keunikan kompetensi dan kehangatan yang mirip manusia membedakan AI dari teknologi tradisional, menunjukkan potensi kebaruan dalam hubungan antara ketergantungan AI dan kesehatan mental. Sifat kepanikan teknologi seputar penggunaan AI tidak mudah dijawab oleh para peneliti jika hanya mempertimbangkan kerangka teknologi tradisional dan mengabaikan keunikan teknologi baru ini.
Karena itu, penelitian ini mempertimbangkan kesamaan dan perbedaan antara teknologi AI dan teknologi tradisional untuk mengungkap hubungan khusus antara ketergantungan AI dan masalah kesehatan mental. Kami berargumen bahwa kemungkinan besar ketergantungan AI tidak menyebabkan masalah kesehatan mental karena AI memiliki kemampuan yang menyerupai manusia, sementara masalah kesehatan mental dapat mengarah pada ketergantungan pada AI karena AI dapat menjadi alat untuk mengatasi emosional.
Untuk menginvestigasi hubungan antara ketergantungan AI dan masalah kesehatan mental, akan bermanfaat untuk merujuk pada literatur tentang ketergantungan terhadap teknologi. Namun, ketika menyoroti ketergantungan AI, disarankan untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan antara teknologi AI dengan teknologi lama seperti gawai pintar dan komputer.
Meskipun teknologi tradisional memfasilitasi interaksi yang diproses melalui komputer, teknologi AI melampaui hal itu dengan ciri-ciri interaksi menyerupai manusia antar komunikator. Ini menunjukkan bahwa teknologi AI memiliki kesamaan dengan teknologi lama dan memiliki fitur unik yang tidak dimiliki teknologi tradisional.
Kesimpulannya bahwa kesamaan di antara keduanya menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental dapat mempengaruhi ketergantungan pada AI, sementara keunikan AI menunjukkan bahwa ketergantungan AI juga dapat memiliki dampak "khusus" pada masalah kesehatan mental.
Teori pengobatan mandiri menyatakan bahwa ketika seseorang menghadapi depresi atau kecemasan, mereka menggunakan obat-obatan untuk mengobati diri sendiri dan akhirnya menjadi kecanduan. Demikian juga, anak-anak dan remaja yang mengalami ketergantungan teknologi menggunakan ponsel pintar untuk "mengobati" stres dan masalah emosional mereka.
Teori kompensasi internet menyatakan bahwa orang-orang menggunakan internet untuk melarikan diri dari masalah kehidupan nyata atau meredakan suasana hati yang buruk, yang pada akhirnya dapat mengarah pada penggunaan internet atau teknologi yang membuat ketagihan. Karena kesamaan antara teknologi AI dan teknologi tradisional, AI juga dapat digunakan untuk menangani masalah emosional, yang meningkatkan risiko ketergantungan pada penggunaan internet atau teknologi yang membuat ketagihan.
Karena kesamaan antara teknologi AI dan teknologi tradisional, AI juga dapat digunakan untuk menangani masalah emosional, yang meningkatkan risiko ketergantungan pada AI. Misalnya, penelitian yang ada menunjukkan bahwa depresi dan kecemasan dapat mendorong penggunaan AI pada remaja dan orang dewasa, yang berpotensi berkembang menjadi ketergantungan AI.
Prevalensi ketergantungan AI yang dirasakan secara subjektif pada remaja adalah 17,14% meningkat menjadi 24,19% dari sini menunjukkan adanya tren peningkatan. Ketergantungan AI pada remaja tidak dapat memprediksi kecemasan dan depresi di masa depan, sehingga mengindikasikan bahwa kepanikan terhadap teknologi AI saat ini tidak diperlukan. Sebaliknya, masalah kesehatan mental memiliki efek positif prospektif terhadap ketergantungan AI, yang dimediasi oleh motivasi penggunaan AI.
Secara khusus, motivasi pelarian AI dan motivasi sosial AI memediasi efek longitudinal antara kecemasan dan ketergantungan AI, serta antara depresi dan ketergantungan AI, sedangkan motivasi hiburan AI dan motivasi instrumental AI tidak menunjukkan mediasi terhadap kecemasan dan depresi. Secara keseluruhan, besaran efek lintas lag dan efek mediasi berada pada tingkat sedang. (*)
***
*) Oleh : Ahmad Adzka Taufiqillah, Mahasiswa Universitas KH Mukhtar Syafaat Blokagung, Banyuwangi.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: AI dan Kesehatan Mintal
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |