TIMES JATIM, SURABAYA – Membangun standarisasi sistem pembayaran digital nasional merupakan pondasi utama dalam menjaga stabilitas dan inklusivitas ekonomi di era transformasi digital.
Gagasan ini disampaikan Bank Indonesia Kantor Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur dalam forum Capacity Building, Jumat (18/7/2025).
Berdasarkan data Bank Indonesia, volume transaksi digital tumbuh pesat dari Rp8 miliar pada 2019 melonjak menjadi Rp37 miliar. Pada 2020, mulai diimbangi dengan kejelasan regulasi dan standardisasi.
Salah satu inisiatif standardisasi yang kini dikawal ketat oleh Bank Indonesia adalah implementasi QRIS sebagai ‘satu bahasa’ dalam sistem pembayaran digital.
“Digitalisasi tanpa standar hanya akan menciptakan celah ketimpangan dan potensi dominasi pasar oleh segelintir pelaku,” kata Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Himawan Kusprianto.
Dengan dukungan industri, BI mengembangkan QRIS Cross Border dan QRIS Tap berbasis NFC sebagai jawaban atas tuntutan efisiensi, perlindungan konsumen, dan integrasi sistem pembayaran lintas batas.
Himawan mengatakan, bahwa inovasi digital yang dikuasai hanya oleh beberapa pelaku memiliki risiko mengarah pada persaingan usaha tidak sehat dan penguasaan pasar secara sepihak.
Oleh karena itu, regulasi dan compliance menjadi instrumen penting dalam memastikan bahwa inovasi tetap inklusif dan mendukung financial inclusion, bukan sebaliknya.
“Kita tidak ingin ke depan sistem pembayaran hanya dikendalikan oleh segelintir pemain besar, sementara UMKM dan masyarakat kecil tertinggal,” ujarnya.
BI, lanjutnya, juga terus mengembangkan platform untuk transaksi pemerintah daerah agar tercipta efisiensi fiskal berbasis digital.
Selain QRIS, Bank Indonesia juga mengakselerasi perluasan BI-FAST Fase 1 Tahap 2, sistem transfer dana cepat yang berbiaya murah dan transparan. Sistem ini diharapkan bisa menggantikan metode transfer lama yang lambat dan mahal.
Peran Media dalam Meningkatkan Literasi Kebijakan
Kepala Perwakilan BI Provinsi Jawa Timur, Ibrahim, menekankan pentingnya sinergi antara regulator dan media dalam menyampaikan arah kebijakan sistem pembayaran kepada publik.
“Media adalah garda terdepan dalam menjembatani kebijakan dengan pemahaman masyarakat. Dalam transformasi ini, edukasi menjadi hal yang krusial,” ujar Ibrahim.
Ia menambahkan, media memiliki tanggung jawab menjaga kualitas informasi, terutama terkait program-program seperti digitalisasi UMKM, literasi sistem pembayaran, hingga investasi di sektor teknologi keuangan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Bank Indonesia Membangun Standarisasi Sistem Pembayaran Digital
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |