TIMES JATIM, PACITAN – Polemik bantuan alat mesin pertanian (alsintan) dari Kementerian Pertanian yang mangkrak sejak 2017 di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Pacitan terus menjadi sorotan publik.
Menanggapi hal tersebut, Kapolres Pacitan AKBP Ayub Diponegoro Azhar akhirnya angkat bicara dan memberikan penjelasan komprehensif mengenai posisi penegak hukum dalam menyikapi persoalan ini.
AKBP Ayub menegaskan, pihaknya tidak bisa gegabah dalam mengambil tindakan. Menurutnya, segala proses penanganan barang milik negara maupun daerah harus merujuk pada aturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2014 juncto PP Nomor 28 Tahun 2020.
“Kami dari Polres tidak boleh terburu-buru menyimpulkan dan harus melihat secara komprehensif dengan merujuk dua PP tersebut,” tegas Ayub, Jumat (18/8/2025).
Ia menjelaskan bahwa dalam peraturan tersebut telah diatur berbagai alternatif pemanfaatan barang milik negara atau daerah agar tetap bisa memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan publik. Dengan demikian, kondisi mangkraknya alsintan sejak 2017 perlu ditelaah dari berbagai sisi, bukan semata-mata hanya dari segi penggunaannya yang tidak optimal.
Kapolres juga merujuk pada Peraturan Presiden mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah. Menurutnya, ada tiga poin utama yang harus menjadi dasar dalam setiap proses pengadaan.
“Pertama, pengadaan harus menghasilkan barang dan jasa yang tepat dari setiap uang yang dibelanjakan. Itu diukur dari aspek kualitas, kuantitas, biaya, jumlah, waktu, dan lokasi oleh penyedia,” jelasnya.
“Kedua, proses pengadaan harus sesuai peraturan. Ketiga, hasil pengadaan harus tepat waktu, tepat guna, dan tepat sasaran,” sambung Ayub.
Terkait polemik apakah alsintan yang dikirim dari pemerintah pusat itu berasal dari usulan petani atau tidak, Ayub menyebut bahwa usulan bisa bersifat bottom-up maupun top-down. Yang terpenting, kata dia, setiap pengadaan harus dilandasi oleh niat yang baik, dilakukan secara efektif, transparan, dan akuntabel.
“Setiap pengadaan pasti sudah ada perencanaan, baik dari sisi urgensi, kebutuhan, maupun ketersediaan anggaran,” tambahnya.
Namun demikian, Ayub menegaskan bahwa jika dalam proses pengadaan terdapat pelanggaran hukum yang dilakukan secara sengaja, maka hal itu merupakan tindakan yang bertentangan dengan undang-undang. Sebagai aparat penegak hukum, ia berkomitmen untuk menjalankan tugas secara adil, profesional, dan tidak sewenang-wenang.
“Kami wajib melakukan penegakan secara transparan, akuntabel, dan tetap mengedepankan keadilan. Kita tidak sewenang-wenang, mengedapankan asas praduga tak bersalah, harus sesuai ketentuan perundang-undangan dan kecukupan alat bukti,” ujar Ayub.
Ia juga menegaskan bahwa Polres Pacitan akan lebih mengedepankan langkah-langkah preventif ketimbang represif, sesuai dengan prinsip ultimum remedium dalam hukum pidana.
“Fungsi kepolisian tidak hanya represif, tapi juga preventif. Kami terbuka untuk berkoordinasi lintas sektoral guna membantu memberi masukan yang konstruktif bagi kemajuan Kabupaten Pacitan,” ujarnya.
Sikap DKPP Pacitan: Tidak Diusulkan, Tidak Digunakan
Sebelumnya, Kepala DKPP Pacitan Sugeng Santoso telah menyampaikan penjelasan terkait kondisi alsintan yang dibiarkan tak terpakai sejak dikirim oleh Kementerian Pertanian pada tahun 2017. Sugeng menyatakan bahwa bantuan alat tanam jagung tersebut bukan berasal dari usulan kelompok tani setempat.
“Alat tanam jagung dari Kementerian Pertanian yang mangkrak sejak 2017 tersebut merupakan dropping dari kementerian pusat langsung, tanpa ada usulan dari kelompok tani,” ujarnya.
Menurutnya, permasalahan utama bukan hanya terletak pada tidak digunakannya alat tersebut, melainkan juga karena fisik alat yang tidak sesuai dengan kondisi lahan pertanian di Pacitan.
“Begitu datang, fisiknya besar dan harus ditarik traktor roda empat. Untuk menggunakannya sangat berat dan tidak sesuai dengan petak lahan pertanian yang sempit,” kata Sugeng.
Bahkan, ia menyebut bahwa alat tersebut tidak pernah dimanfaatkan sejak pertama kali tiba. “Untuk ngangkatnya saja berat banget itu. Sepuluh orang saja belum tentu mampu mengangkat. Sepertinya belum pernah dimanfaatkan, Mas,” tuturnya.
Ia pun menilai bahwa ke depan, pemberian bantuan alsintan dari pusat perlu dievaluasi agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan di daerah. “Menurut saya juga kecil kemungkinan kalau petani mengusulkan permohonan alat berat seperti itu,” pungkasnya.
Kendati demikian, saat ditanya apakah DKPP Pacitan tidak memiliki rencana untuk memodifikasi atau mendistribusikan ulang alsintan tersebut ke wilayah lain, Sugeng justru tidak memberikan jawaban. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Faizal R Arief |