https://jatim.times.co.id/
Ekonomi

Stok Melimpah, Ini Penyebab Harga Cabai di Banyuwangi Tetap Meroket

Kamis, 11 Desember 2025 - 19:09
Stok Melimpah, Ini Penyebab Harga Cabai di Banyuwangi Tetap Meroket Petani petik cabai di Banyuwangi. (Foto: Fazar Dimas/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM – Di tengah limpahan produksi cabai di Banyuwangi, justru berbanding terbalik dengan harga cabai di Bumi Blambangan yang terus meroket. 

Ya. Harga cabai rawit di pasaran menembus Rp80.000 per kilogram, melambung tinggi meski stok di daerah penghasil cabai terbesar di Indonesia ini terbilang surplus.

Penelusuran TIMES Indonesia menunjukkan paradoks yang mencolok. Pasokan cabai melimpah, namun harga tak kunjung turun. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi?

Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Banyuwangi, Nanang Triatmoko, menjelaskan bahwa Banyuwangi saat ini menjadi daerah produksi cabai terbesar di Indonesia. 

Setiap bulan, tidak kurang dari 700 hektare tanaman cabai besar memasuki masa panen. Sementara cabai rawit bahkan lebih luas, mencapai 1.500–2.000 hektare per bulan. Adapun cabai keriting memiliki luasan sekitar seratus hektare.

Petani-petik-cabai-di-Banyuwangi-b.jpgKetua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Banyuwangi, Nanang Triatmoko. (Foto: Fazar Dimas/TIMES Indonesia).

“Banyuwangi menopang 40 persen kebutuhan cabai Jawa Timur. Tiap malam, tidak kurang 50 sampai 70 ton cabai dikirim ke Jabodetabek, Surabaya, dan Bali. Kadang bisa 100 ton, bahkan 125 ton,” ujar Nanang, Kamis (11/12/2025).

Bahkan, jika panen raya tiba, jumlah pengiriman bisa melonjak hingga 140 ton dalam satu malam. Kondisi ini membuat Banyuwangi benar-benar dikenal sebagai ‘lumbung cabai nasional’. 

Permintaan masyarakat Banyuwangi yang cenderung tetap kisaran 10 persen, membuat para petani cabai mengirimkan 90 persen hasil produksinya ke luar daerah. 

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Pangan (Dispertan) Banyuwangi. Kabupaten yang terletak diujung timur Pulau Jawa ini memiliki luas tanam cabai rawit merah ditahun 2025 mencapai 2.825 hektare, dengan 2452 ton produksi pada bulan Desember saja. Kebutuhan masyarakat Banyuwangi pada bulan itu hanyalah 292 ton, sekitar 20 persen dari total produksi.

Sementara cabai merah besar memiliki produksi Desember mencapai 1451,4 ton, dengan kebutuhan lokal hanya 348,14 ton, atau sekitar 23 persen dari total produksi cabai merah besar di Banyuwangi. 

Namun, jika stok melimpah dan kebutuhan minim, mengapa harga di Banyuwangi tetap tinggi?

Menurut Nanang, harga cabai tidak bisa dilihat hanya dari satu daerah saja. Komoditas ini ditentukan oleh kondisi harga di berbagai sentra produksi di Indonesia. Perkembangan telekomunikasi dan transportasi yang semakin cepat membuat harga cabai di berbagai wilayah menjadi hampir seragam, dengan jeda hanya satu sampai dua hari.

“Walaupun cabai di Banyuwangi sedang melimpah, harganya tetap tinggi. Karena sore hari barang itu sudah tidak ada di Banyuwangi semua diangkut keluar,” jelas Nanang.

Dia menjelaskan, cabai Banyuwangi yang dipanen hari ini, akan tiba di Jakarta, Surabaya, atau Bali pada pagi berikutnya. Pergerakan cepat ini menunjukkan tingginya permintaan dari luar daerah. Kondisi tersebut membuat harga cabai di Banyuwangi ikut terdongkrak oleh pasar luar. 

“Jadi harga cabai di Banyuwangi ditentukan oleh kebutuhan dan minat pasar di luar daerah,” tegas Ketua Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Banyuwangi, Nanang Triatmoko. 

Meski demikian, masyarakat Banyuwangi tidak perlu khawatir stok cabai di Bumi Blambangan. Meskipun harga tinggi dan permintaan meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru, Dispertan Banyuwangi memastikan stok cabai lokal tetap aman. Dinas juga meminta para petani untuk memprioritaskan penjualan di dalam daerah. (*)

Pewarta : Fazar Dimas Priyatna
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.