TIMES JATIM, PACITAN – Tak ingin terus didera bencana, Pemkab Pacitan, Jawa Timur sekuat tenaga berikhtiar untuk menanggulanginya. Seperti sekarang ini, seluruh elemen masyarakat rupanya dikerahkan melaksanakan ruwat jagad.
Sejak pukul 15.00 WIB sore, sepanjang ruas Jalan Ahmad Yani berjejeran tumpeng dari desa sukarela masyarakat setempat. Mereka berpakaian adat ala Jawa abad pertengahan. Udeng dan baju lurik tak luput dari pandangan, hampir keseluruhan mengenakannya.
Di awal prosesi, arak-arakan kirab membawa panji 12 kecamatan berjalan landai dari dalam pendopo kabupaten menuju panggung utama, yakni perempatan penceng. Sesekali warga bersorak ramai berbaur dengan berbagai musik tradisional gemuruh, beberapa mengabadikannya dengan ponsel.
Setiba di panggung utama, masing-masing panji dinaikkan ke sebuah menara yang sudah disiapkan panitia sebelumnya. Sejatinya tugu ikon Pacitan, namun sengaja dibikin undak-undakan laiknya kasta zaman kerajaan mataram. Kental dengan upacara pataka.
Thethek Melek kesenian khas Pacitan mewarnai Ruwat Jagad. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Sang pemandu ritual memberikan aba-aba, dupa kemenyan baunya menyengat seolah memberikan isyarat kepada semua orang bahwa itu sakral. Tari-tarian dengan lenggok gemulai perawan sedari tadi berbaris di atas panggung. Perhatian justru lebih kepada pernak-pernik pakaian yang dikenakan. Namanya pun tak disebutkan.
Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji menyahut mikrofon dan mengatakan kalimat pembuka. Seluruh pejabat mulai Gubernur Jatim, Forkopimda dan seluruh yang terlibat di ruwat jagad pun disebut.
"Alhamdulillah, pada saat ini kita dapat berkumpul dalam event Ruwat Jagad," katanya, Sabtu (5/11/2022).
Menurut Aji, Ruwat Jagad adalah momentum ajang renungan dan tarik empati sekaligus sebagai ikhtiar agar Pacitan aman dari mara bahaya. Sebab, belakangan bencana kerap melanda di berbagai wilayah.
"Maka dari itu, dengan momentum ini menambah empati, kewaspadaan dan ikhtiar kita semuanya selain berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa Allah SWT," imbuhnya.
Pria nomor satu di Pacitan itu menyebut, Ruwat Jagad adalah peristiwa kebudayaan yang disisipi rasa keprihatinan untuk mengingat besarnya potensi bencana yang sedang dihadapi saat ini.
Suasana saat prosesi Ruwat Jagad untuk keselamatan Pacitan. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
"Agar Pacitan aman, adem, ayem, tentrem sejahtera dan bahagia dijauhkan dari segala macam bala dan musibah, Al Fatihah," ujar Aji.
Selain itu, dirinya mewanti-wanti kepada yang hadir agar nilai gotong-royong tetap dijaga dengan baik. Selebihnya, prosesi upacara pembuka Ruwat Jagad juga disebut sebagai wujud kecintaan kepada bumi.
"Mudah-mudahan dengan event yang kita selenggarakan ini, Pacitan bisa lebih dikenal di jagat raya," ucap Bupati Indrata Nur Bayuaji.
Selain itu, kucuran doa mengalir bersahutan dari tokoh lintas agama, Katolik, Kristen, Kepercayaan dan Islam sendiri. Seluruhnya meminta Tuhan menyudahi bencana dan digantikan dengan kesejahteraan.
Akhir prosesi, Thethek Melek juga dipertontonkan menjelang matahari tenggelam di ufuk barat. Tari satu ini adalah perpaduan seni dan budaya lokal setempat. Puluhan pemuda memakai capil berkalung kentongan bambu. Salah satu tangannya menenteng cangkul untuk ditabuh. Sontak bunyi besi nyaring serempak disertai dengan teriakan. Ini berlangsung selama 10 menit. Mereka menari di atas jerami kering di atas aspal.
"Ini adalah gawe kita bersama untuk masyarakat," jelas Indrata Nur Bayuaji dan maksud Ruwat Jagad untuk keselamatan Pacitan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ruwat Jagad untuk Keselamatan Pacitan
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Deasy Mayasari |