TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Rifka Dina Aulia, seorang bocah yang masih berusia 7 tahun, terbaring lemas karena kondisihya yang mengalami gizi buruk sejak lahir. Rifka, hanya dirawat oleh neneknya SutonSari (69) di rumah semi permanen.
Saat TIMES Indonesia bertandang ke rumah bocah yang disapa Dina, di Dusun Krajan, RT 010 RW 003, Desa Sindetlami, Kecamatan Besuk, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Dina hanya bisa terbaring di tempat tidurnya ditemani sang nenek.
Dina, tidak bisa berdiri dan bermain seperti anak-anak seusianya. Ketika ia ingin bermain, sang nenek harus menggendongnya ke halaman rumah.
Dina, hanya mampu melihat pada setiap tamu yang menjenguknya. Ia tak bisa berbicara. Dan hanya sang nenek yang mengerti bahasa isyarat dari Dina.
Rumah yang ia tempat bersama neneknya berdindibg kayu lapuk. Begitu pula rumah pada bagian depan, yang juga berdinding kayu, tidak sama dengan para tetangga di sampingnya.
"Ia begini ini sudah kondisi cucu saya. Tak bisa berdiri. Karena lahir prematur. Kata media gizi buruk," ucap Suto, Kamis (24/2/2022).
Selain gizi buruk yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan anak atau stunting, penderitaan Dina kian lengkap setelah 4 tahun lalu, atau sejak Dina berumur 3 tahun,
Dina, saat ini telah menjadi yatim piatu. Suto nceritakan, sejak 8 bulan lalu Dina menjadi yatim setelah sang ibu, Babur Rahma (30) meninggal dunia. Selang dua bulan kemudian, ayahnya Hasan (32) menyusul menghadap sang Ilahi. Akhirnya, Dina menjadi yatim piatu dengan kondisi fisik memprihatinkan seperti saat ini.
"Sudah sejak lahir sudah tidak normal kondisinya, lahirnya prematur dengan berat hanya 1,1 kilogram. Sehingga kondisinya sekarang seperti ini, tidak bisa jalan, setiap harinya hanya minum susu saja," kata Salehuddin (36), yang merupakan paman Dina.
Salehuddin juga bercerita kehidupan Dina hingga saat ini. Semenjak ditinggal bapak dan ibunya, perawatan Dina kian terbengkalai. Dengan kaluarga yang kondisi ekonominya menengah ke bawah. Jangankan untuk biaya pengobatan Dina, untuk makan sehari-hari saja ia sudah sangat kewalan.
"Sebenarnya ada Kartu Indonesia Sehat (KIS), namun kami tidak bisa dipakai, karena kami tidak tahu cara mengurusnya. Jadi untuk perawatan Dina, hanya sebatas di bidan desa saja, paling banter di Puskesmas Besuk," urai Salehuddin.
Sementara, Sekretaris Desa (Sekdes) Sindetlami, Jamaluddin mengatakan, Dina sejatinya sudah dapat masuk dalam program bantuan bagi disabilitas dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Biasanya, bantuan cair setiap 3 bulan sekali.
"Satu bulan itu Rp 300 ribu, tapi dicairkan ketika 3 bulan sekali jadi Rp 900 ribu. Untuk tahun 2022 ini, masih belum dapat karena belum genap 3 bulan, bantuan diserahkan secara tunai kepada yang bersangkutan," ungkap Jamal.
Selain bantuan tersebut, lanjut Jamal, Pemerintah Desa (Pemdes) Sindetlami melalui bidan desa sering memantau kondisi kesehatan Dina sembari memberikan arahan terkait pola makan.
"Kami dari pihak desa sebenarnya sudah berusaha untuk kesembuhan adik Rifka Dina Aulia, dari gizi buruk yang dideritanya, tapi tetap kendala utama ada di ekonomi. Ia yatim piatu," tutur Jamal. (*)
Pewarta | : Dicko W |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |