TIMES JATIM, SURABAYA – Pengusaha angkutan laut penumpang swasta nasional menyuarakan keprihatinan mendalam atas lonjakan biaya operasional.
Dewan Pengurus Pusat Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menilai jika kondisi ini bakal mengancam keberlanjutan usaha serta pelayanan bagi masyarakat.
"Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian serius terhadap tantangan yang kami hadapi," ungkap Rakhmatika Ardianto, Wakil Ketua Bidang Roro & Car DPP INSA, Senin (4/8/2025).
Sebagai negara kepulauan, angkutan laut adalah urat nadi konektivitas dan pilar utama logistik nasional. Namun, keberlangsungan layanan vital itu, kini dalam kondisi memprihatinkan akibat berbagai tekanan biaya yang semakin berat.
INSA menyarankan beberapa hal yang memerlukan tindakan segera dari pemerintah. Antara lain terkait permasalahan pendangkalan alur pelayaran yang mengancam keselamatan.
Rakhmatika mengungkapkan, kondisi pendangkalan alur yang kritis, khususnya di beberapa pelabuhan utama Kalimantan seperti Pontianak, Sampit, Kumai, dan Banjarmasin, mengancam kondisi keselamatan pelayaran.
"Kapal-kapal terpaksa berebut alur saat air pasang, meningkatkan risiko tubrukan, seperti yang pernah terjadi antara kapal penumpang dan tongkang," ujarnya.
Selain itu, risiko kandas dapat menyebabkan kerusakan fatal pada bagian bawah kapal. Mulai plat yang mengalami kebocoran, kemudi patah, hingga baling-baling bengkok. Kerusakan tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian finansial besar, tetapi juga membahayakan nyawa penumpang dan kru.
Pendangkalan ini juga menyebabkan inefisiensi karena kapal tidak dapat beroperasi dengan muatan maksimal dan harus menunggu siklus pasang surut, sehingga memperpanjang waktu tempuh.
"Kami mendesak pemerintah untuk segera melakukan pengerukan alur sebagai prioritas utama demi menjamin keselamatan pelayaran," tegas Rakhmatika yang juga merupakan Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia ini.
Permasalahan kedua adalah beban biaya regulasi dan infrastruktur. Pengusaha angkutan laut menghadapi beban biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang signifikan, seperti biaya sandar kapal dan biaya sertifikasi.
"Kami berharap pemerintah dapat melakukan revisi dan rasionalisasi atas tarif-tarif ini. Di sisi lain, kurangnya jumlah dermaga yang memadai menyebabkan kapal harus antre untuk sandar," jelasnya.
Penambahan waktu tunggu ini disebutnya tidak hanya boros bahan bakar, tetapi juga memicu keluhan dari penumpang, terutama pada kapal Ro-Ro yang juga mengangkut penumpang.
Permasalahan ketiga adalah adanya tekanan ekonomi makro. Kondisi ekonomi saat ini turut memperparah keadaan.
Kenaikan biaya dok atau perawatan kapal yang signifikan, tingginya inflasi, serta fluktuasi nilai tukar Dolar AS menjadi pukulan berat.
"Sementara pendapatan kami dalam Rupiah, sebagian besar komponen biaya, terutama suku cadang dan perbaikan, mengacu pada Dolar," ucapnya.
Permasalahan keempat yaitu struktur tarif yang dinilai tidak berkeadilan. "Ini merupakan tantangan terbesar ketidakmampuan kami menyesuaikan tarif tiket," tandasnya.
Tarif angkutan laut kelas ekonomi yang dioperasikan oleh PT PELNI (Persero) menjadi acuan utama di industri dan saat ini tarifnya kurang lebih Rp800/mil. Walaupun tarif tersebut rendah, PT PELNI menerima subsidi pemerintah yang sangat besar.
"Sementara itu, kami, operator swasta yang beroperasi di lintasan yang seringkali berhimpitan dengan PELNI, tidak mendapatkan subsidi serupa. Hal ini menciptakan persaingan yang tidak sehat," katanya.
Sebagai perbandingan, tarif angkutan penyeberangan per mil saat ini Rp1.100. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan tarif angkutan laut penumpang saat ini.
Dia berharap pemerintah dapat meninjau ulang kebijakan tarif dan subsidi ini. Penyesuaian tarif PELNI secara wajar, dengan menyeimbangkan antara tingkat subsidi dan harga tiket, akan memberikan ruang bagi operator swasta untuk menetapkan tarif yang lebih sesuai dengan struktur biaya.
"Langkah ini akan memungkinkan kami untuk memberikan pelayanan sesuai standar keselamatan dan kenyamanan sesuai aturan pemerintah, serta menjamin industri angkutan laut swasta dapat terus hidup dan berkembang secara berkelanjutan," ucapnya.(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |