https://jatim.times.co.id/
Berita

Sengketa Tanah Masjid, Warga Desa Gintangan Luruk PN Banyuwangi Tuntut Keadilan

Selasa, 16 Desember 2025 - 18:23
Sengketa Tanah Masjid, Warga Desa Gintangan Luruk PN Banyuwangi Warga Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, meluruk kantor PN Banyuwangi. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia).

TIMES JATIM, BANYUWANGI – Konflik terkait status tanah dan pengelolaan Masjid Al-Mukminin di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, kembali memanas.

Pada Selasa (16/12/2025), ratusan warga bersama para jamaah dan santri mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi, untuk menuntut Muhaidori, pihak yang dinilai telah mengingkari kesepakatan hasil mediasi sebelumnya.

Sekitar 10 kendaraan mengiringi kedatangan massa ke PN Banyuwangi. Aparat kepolisian terlihat melakukan pengamanan ketat guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Namun, harapan warga untuk mengikuti sidang perdana harus tertunda, lantaran hakim yang dijadwalkan memimpin persidangan sedang bertugas di luar kota.

Kilas Balik Permasalahan Masjid Al-Mukminin

Aksi warga ini menjadi babak lanjutan dari konflik yang sebelumnya sempat mereda. Kilas balik ke beberapa waktu lalu, tepatnya Jumat (10/10/2025), ratusan warga Desa Gintangan, sempat meluruk balai desa setempat.

Saat itu, suasana memanas ketika warga menuntut agar kompleks Masjid Al-Mukminin yang dibangun secara swadaya, dikembalikan ke tangan masyarakat dan dikelola oleh ahli waris pendirinya, Gus Lukman, putra almarhum Kyai Agus Nasik Yahya.

Melalui mediasi panjang yang melibatkan berbagai pihak, Muhaidori yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah masjid atas dasar kepercayaan almarhum Kyai Agus Nasik Yahya, guna dijadikan agunan di koperasi maupun bank untuk biaya pembangunan masjid, akhirnya menyatakan kesediaannya untuk mewakafkan tanah tersebut.

Kesepakatan itu disambut lega oleh warga, bahkan ditandai dengan pembentuk nadzir masjid dan momen saling memaafkan.

Namun, harapan damai tersebut tak bertahan lama. Permasalahan kembali mencuat ketika pihak Muhaidori disebut tidak menepati seluruh isi perjanjian.

Salah satu poin yang dipersoalkan adalah penolakan untuk mensertifikatkan rumah yang ditempati Gus Lukman, yang sebelumnya telah disepakati dalam mediasi.

Situasi sempat kembali memanas hingga dilakukan mediasi lanjutan dengan inisiasi di Kantor Urusan Agama (KUA) Rogojampi.

Sayangnya, upaya tersebut kembali menemui jalan buntu. Merasa tidak ada itikad baik, perwakilan warga Desa Gintangan akhirnya menempuh jalur hukum dengan melaporkan Muhaidori ke PN Banyuwangi, pada Sabtu (29/11/2025).

Meski sidang perdana urung digelar, Gus Lukman selaku penggugat diketahui hadir di PN Banyuwangi, dengan didampingi tim kuasa hukumnya, yakni Rifki Pria Hartawan Usman, S.H., Guntur Mustaqim, S.H., Fanki Sandra Utama, S.H., serta Yani Kurnia Ardi, S.H.

Salah satu kuasa hukum Gus Lukman, Rifki Pria Hartawan Usman, S.H., menegaskan bahwa gugatan tersebut diajukan untuk memperjuangkan hak almarhum Kyai Agus Nasik Yahya atas tanah masjid yang sertifikatnya kini tercatat atas nama Muhaidori.

“Anak dari almarhum Kyai Agus Nasik Yahya ini mengajukan gugatan untuk mengambil haknya, karena sertifikat tanah tersebut saat ini atas nama Muhaidori. Nantinya biar majelis hakim yang memutuskan, karena dalam setiap perkara pertanahan pasti ada riwayat hukumnya,” ujar Rifki, Selasa (16/12/2025).

Rifki mengungkapkan bahwa berdasarkan data yang dimiliki tim kuasa hukum, sertifikat tanah tersebut sejak awal memang atas nama santri almarhum Kyai Agus Nasik Yahya, yang dilakukan atas seizin almarhum karena kebutuhan pendanaan.

Menurut Rifki, setelah almarhum wafat, sertifikat tersebut tidak pernah dikembalikan kepada ahli waris. Bahkan, Gus Lukman yang selama puluhan tahun mengabdikan diri di Masjid Al-Mukminin disebut sempat mengalami perlakuan tidak adil.

“Setelah Kiai wafat, sertifikat itu tidak dikembalikan. Bahkan anak beliau yang sudah lebih dari 8 tahun mengabdi di Masjid Al-Mukminin sempat diusir dari tempat tersebut. Untungnya masyarakat yang mengetahui sejarah tanah itu membela,” ungkapnya.

Warga Pilih Jalur Hukum

Sementara itu, juru bicara warga sekaligus pengurus pondok pesantren, Ahmad Sulfi, menegaskan bahwa langkah hukum ini diambil demi mencari kejelasan dan keadilan.

“Kami ke sini ingin menggugat perkara perdata yang ada di tanah kompleks masjid dan juga Gus Lukman yang tidak diperbolehkan menempati kediamannya,” kata Sulfi, di sela-sela aksi di PN Banyuwangi.

Sulfi menyebut bahwa sejak awal, pihaknya berupaya menyelesaikan masalah secara kekeluargaan tanpa jalur hukum. Namun, berbagai upaya mediasi tidak membuahkan hasil.

“Dari awal kami tidak langsung pakai jalur perkara. Sudah dimediasi, tapi tidak ada titik temu. Bahkan sempat ada tekanan dan ancaman kepada guru kami. Akhirnya kami bergerak atas kesadaran hati masing-masing, dan semua kami serahkan doa kepada Allah,” tuturnya.

Sulfi berharap, proses hukum ini dapat menghadirkan keadilan, tidak hanya bagi Gus Lukman sebagai ahli waris, tetapi juga bagi masa depan pendidikan dan pembinaan moral para santri.

“Dulu almarhum Kyai Agus Nasik Yahya mengajak kami membentuk pesantren. Di zaman sekarang, sosok yang membina moral anak-anak itu jarang. Ini yang kami perjuangkan. Harapan kami sederhana, ada kejelasan dan kemaslahatan bersama,” tutupnya. (*)

Pewarta : Muhamad Ikromil Aufa
Editor : Ferry Agusta Satrio
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.