TIMES JATIM, BANYUWANGI – Banyuwangi, sebuah daerah yang kaya akan kearifan lokal, kembali menarik perhatian nasional dengan pesona arsitektur yang menggabungkan keindahan tradisional dan inovasi modern.
Baru-baru ini, Forum Ketua Jurusan Teknik Sipil Politeknik se-Indonesia mengunjungi kota ini, untuk mempelajari bagaimana Banyuwangi secara konsisten menerapkan elemen-elemen kearifan lokal dalam setiap bangunan publiknya.
Dari Pendapa Sabha Swagata yang ikonik hingga replika rumah Suku Osing, kehadiran mereka menjadi bukti bahwa Banyuwangi bukan hanya menyimpan warisan budaya, tetapi juga menjadi teladan dalam desain yang berkelanjutan.
Ketua Forum Ketua Jurusan (Kajur) Teknik Sipil Politeknik se-Indonesia Dr. Ing. Luthfi Muhammad Mauludin mengatakan kedatangannya bersama rombongan dalam rangka melaksanakan melihat langsung arsitektural kombinasi modern dan kearifan lokal yang ada di Banyuwangi.
Mengingat selama ini Banyuwangi cukup konsisten dalam menerapkan kearifan lokal pada berbagai karya bangunannya.
Sebanyak 30 orang anggota forum tersebut mempelajari setiap sudut pendopo Banyuwangi yang hijau dan asri pada Rabu (30/10/2024).
“Kami ingin tahu banyak bagaimana Banyuwangi memadukan unsur unsur teknik sipil di dalam desain desain bangunan yang memadukan dengan kearifan lokal. Dan yang penting adalah bagaimana kebijakan ini bisa diterapkan,” kata Luthfi, Rabu (30/10/2024).
Selama di Pendapa, rombongan tersebut mendapatkan penjelasan mengenai setiap bagian Pendopo. Bangunan utama pendapa sendiri merupakan salah satu ikon heritage daerah yang telah berusia hampir 250 tahun.
Bangunan ini sempat di renovasi tanpa mengubah pondasi utamanya dengan melibatkan arsitek nasional kenamaan, Adi Purnomo.
Mereka menikmati setiap sudut pendapa, seperti bukit hijau yang mengapit sisi belakang pendapa. Di dalam bukit itu terdapat guest house yang terdiri atas sejumlah kamar eksklusif.
Guest house ini pernah disinggahi sejumlah tamu kehormatan seperti Duta besar AS, para menteri, dan tokoh-tokoh nasional lainnya.
Selanjutnya rombongan masuk ke bangunan rumah adat yang menjadi replika rumah Suku Osing Banyuwangi. Mereka juga melakukan cuci muka di sumur Sritanjung yang terletak di paling belakang Pendapa yang dipercaya menjadi bagian dari legenda Banyuwangi.
“Pendapa ini kearifan lokalnya lebih menonjol sehingga bangunannya terasa asri, sirkulasinya udara dan pencahayaannya juga lebih baik karena memadukan material unsur alam,” ucap Lutfie.
Usai berkeliling pendapa, rombongan mendapatkan penjelasan tentang bagaimana pemkab membuat kebijakan agar bangunan-bangunan publik disyaratkan wajib mengadopsi kearifan lokal.
Ini berlaku tidak hanya pada bangunan milik pemerintah namun juga yang dibangun oleh swasta.
Sejumlah bangunan milik pemkab yang menerapkan konsep ini di antaranya Bandara Banyuwangi yang diarsiteki oleh Andra Matin.
Bandara Banyuwangi cukup kental dengan nuansa arsitektur lokal hingga pernah menyabet penghargaan arsitektur internasional bergengsi Aga Khan Award.
Sejumlah hotel dan bangunan perkantoran di Banyuwangi juga diwajibkan mengadopsi kearifan lokal dalam desainnya baik bangunan gedung, desain eksterior maupun interiornya.
“Kami sudah datang ke berbagai daerah di Indonesia, meskipun setiap daerah memiliki keunikannya tersendiri namun di Banyuwangi ini kami merasakan keunikan yang berbeda. Salah satunya karena Banyuwangi sangat berkomitmen pada arsitektur kearifan lokalnya,” pungkas Luthfi.
Sebelumnya rombongan tersebut telah melangsungkan kegiatan selama dua hari sejak Senin 28 Oktober 2024 dan Selasa (29/10/2024) di Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi). (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Yatimul Ainun |