TIMES JATIM, MALANG – Dua mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), ITN Malang meraih juara I, dan masuk 10 finalis terbaik Lomba Public Speaking pada Festival Arsitektur Nusantara Wawarah in Osing (WaOs) 2022.
Festival memperingati Hari Agraria dan Tata Ruang ini diadakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Perumahan dan Permukiman (PU-CKPP) Kabupaten Banyuwangi, di Gedung Djuang 45 Banyuwangi, pada 26 dan 27 November 2022.
Kedua mahasiswa tersebut adalah Haerunnisah yang meraih juara 1 bersama rekan setimnya dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dan Sherly Belarobertha masuk 10 finalis terbaik. Lomba yang mengusung tema “Menata Banyuwangi Menuju Tata Ruang Berkualitas” ini diikuti 49 peserta umum dari beragam profesi baik perorangan maupun tim dari seluruh Indonesia.
“Pastinya senang, dan bangga bisa menjadi juara 1. Kami harus bersaing dengan total 49 peserta. Apalagi mereka dari banyak kalangan, mulai mahasiswa dari beragam jurusan, guru, lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan lain-lain. Ini menjadi pengalaman baru bagi saya,” kata Nisa sapaan akrabnya melalui keterangan tertulis, Jumat (12/12/2022) lalu.
Festival Nusantara Lomba Presentasi “WaOs” ini menjadi tantangan sendiri bagi Haerunnisah. Pasalnya, saat menyusun konsep penataan ruang Banyuwangi cukup membutuhkan perjuangan. Dara asal Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur ini belum mengetahui secara menyeluruh tentang karakteristik masyarakat Banyuwangi.
“Karena kami bukan asli Banyuwangi, maka kami mencari data-data dari sosial media. Serta, melakukan wawancara sederhana kepada beberapa masyarakat Banyuwangi. Kebetulan saya dan rekan satu tim saat ini sedang magang bersama dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di PU-CKPP Kabupaten Banyuwangi, Program Kampus Merdeka,” imbuh mahasiswa semester 7 ini.
Dalam presentasinya Nisa mengangkat tema “Peran dan Partisipasi Masyarakat dalam Penataan Ruang”. Mereka melihat penataan ruang di Indonesia mulai dijalankan dengan serius. Mulai dari revisi peraturan penataan ruang dan target 2000 penyusunan RDTR kabupaten/kota di seluruh Indonesia.
Namun sayangnya, peran dan partisipasi masyarakat masih sangat rendah. Padahal regulasi yang membahas peran dan partisipasi masyarakat dalam penataan ruang sudah tersedia yakni, dalam Peraturan Pemerintah Dalam Negeri No. 4 Tahun 2019, dan Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 2010.
“Jadi, kenapa bisa masih rendah? Nah, ini lebih pada implementasi regulasi yang sudah ada, dan kurangnya kesadaran kita (masyarakat). Ini akan pentingnya penataan ruang dan rasa tanggung jawab (masyarakat) sebagai pemilik wilayah,” tuturnya.
Dikatakan Nisa, apa yang seharusnya masyarakat lakukan untuk mendukung penataan ruang inilah yang mereka bahas dalam perlombaan. Mulai dari kriteria masyarakat yang wajib berperan dalam penataan ruang, bentuk partisipasi serta memberikan studi kasus tentang keberhasilan dari peran dan partisipasi masyarakat Banyuwangi yang ada di Desa Kemiren Banyuwangi.
“Lomba ini semoga dapat memberikan wawasan baru kepada masyarakat, khususnya masyarakat Banyuwangi untuk meningkatkan lagi bentuk partisipasinya terhadap penataan ruang. Karena nasib suatu wilayah bergantung dari masyarakatnya itu sendiri,” tandasnya.
Berbeda dengan Nisa, Sherly Belarobertha yang masuk 10 finalis terbaik “WaOs” adalah dara asal Banyuwangi. Sherly lebih paham dengan kota kelahirannya, sehingga memudahkan baginya memotret permasalah dan memberikan solusi bagi kotanya.
Sherly dalam presentasinya mengangkat tema “Menata Banyuwangi Menuju Tata Ruang Berkualitas”. Menurutnya, permasalahan lingkungan Kabupaten Banyuwangi berawal dari permasalahan spasial (keruangan). Meliputi tidak efisiennya penggunaan lahan, penggunaan lahan tidak sesuai dengan peruntukan, serta tingginya konversi kawasan dari lahan tidak terbangun menjadi terbangun. Alih fungsi lahan tersebut mengakibatkan permasalah lingkungan terutama banjir.
“Permasalahan utama menurut saya adalah banjir. Seperti halnya kejadian di Kalibaru Banyuwangi banyak konversi lahan dari lahan tanaman keras ke tanaman tebu. Jadi tanaman tidak kuat menahan banjir, maka perlu adanya membatasi konversi lahan,” jelas mahasiswa PWK semester lima ini.
Ikut lomba dan masuk nominasi 10 terbaik merupakan pengalaman baru bagi Sherly. Ia pun sempat grogi tatkala menjadi peserta pertama yang harus presentasi. Tidak hanya di hadapan juri, namun juga di depan semua finalis dan undangan yang hadir. Selain ITN Malang ada juga kampus lain seperti ITS, UI, dan UNEJ.
“Karena grogi pertama dipanggil, jadi saya merasa kurang maksimal saat presentasi. Paling utama dalam lomba ini memang publik speaking. Alhamdulillah di PWK kami sudah diberikan semua materi yang mendukung tata ruang. Jadi untuk materi (lomba) sudah sesuai. Saya jadi tau solusinya dan bagaimana saat diterapkan di masyarakat,” ungkapnya. (*)
Pewarta | : Mohammad Naufal Ardiansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |