TIMES JATIM – Di tengah riuhnya perayaan Hari Jadi ke-280 Pacitan, ada sebuah refleksi kecil yang menggugah hati, digelar oleh Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Pacitan. Bertempat di Pasar Minulyo, Rabu (19/2/2025) malam, acara bertajuk “Njogo Pasar Ben Ora Ilang Kumandange” ini mengajak anak muda untuk kembali mencintai pasar tradisional.
Ketua PC PMII Pacitan, Al Ahmadi, menegaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah membangkitkan kembali gairah pasar rakyat yang semakin kehilangan gaungnya.
"Intinya PMII mengajak anak muda agar senang ke pasar," ujarnya lugas.
Acara ini menghadirkan langsung para pelaku pasar untuk berbicara. Ketua Asosiasi Becak Pasar Minulyo, Mujianto, Ketua Pedagang Pasar Minulyo, Nanang Anshori, serta Ketua Pedagang Kuliner Pasar Minulyo, Yuliatun. Mereka menyampaikan kegelisahan terkait kondisi pasar yang kian lesu.
Nanang Anshori, mewakili para pedagang, mengaku terharu karena masih ada pemuda yang peduli terhadap pasar tradisional.
"Kami para pedagang hanya bisa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya. Nyatanya, kondisi pasar memang semakin sepi. Sementara, masalah yang kami hadapi ini kompleks," ungkapnya.
Salah satu persoalan utama yang diangkat adalah terkait penertiban pedagang yang kurang tegas.
"Pedagang kuliner di Pasar Minulyo dan PLUT sepi. Pasar Sawo juga begitu. Kenapa? Karena tempat-tempat yang bukan untuk jualan dibiarkan begitu saja. Banyak pedagang yang sudah punya lapak permanen di pasar, tapi tetap memilih jualan di tempat lain yang seharusnya tidak diperbolehkan. Tanpa ketegasan, kondisi ini tidak akan berubah," tegas Nanang.
Menurut Nanang, sejatinya harapan para pedagang sederhana. Pemerintah bersikap lebih tegas dalam menata pasar.
"Ke depan, mungkin perlu ada ketegasan dan penertiban, agar pasar bisa kembali ramai," tambahnya.
Fenomena PKL di Jalan Protokol, Pasar Jadi Terlupakan
Seperti diberitakan TIMES Indonesia sebelumnya, pemandangan di sepanjang Jalan Ahmad Yani Pacitan kini dipenuhi Pedagang Kaki Lima (PKL).
Ironisnya, ini justru kontras yang mencolok dengan kondisi Pasar Minulyo yang kian merana.
Lapak-lapak kosong, tanpa pedagang maupun pembeli, menjadi saksi bisu bagaimana sentra kuliner pasar tradisional ditinggalkan.
Fenomena ini sudah berlangsung selama tiga tahun terakhir.
Kepala Bidang Pasar Disdagnaker Pacitan, Edi Susilo, pernah mengakui bahwa banyak pedagang yang sebelumnya berjualan di sentra kuliner Pasar Minulyo kini beralih ke trotoar jalan utama.
Refleksi yang digelar PMII Pacitan ini bukan sekadar nostalgia akan kejayaan pasar tradisional. Ini adalah seruan untuk menjaga identitas ekonomi rakyat kecil yang semakin tersisih oleh perubahan zaman.
Pasar bukan sekadar tempat jual beli. Ia adalah denyut nadi kota, tempat pertemuan, tempat hidupnya cerita, dan saksi perjalanan Pacitan dari waktu ke waktu. Jika dibiarkan sepi, maka hilang pula kumandangnya.
Kini, bola ada di tangan pemerintah dan masyarakat. Akankah Pasar Minulyo Minulyo Pacitan juga yang lainnya kembali bergema, atau justru terus tenggelam dalam kesunyian? (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Refleksi Hari Jadi ke-280, Cara PMII Pacitan Suarakan Kebangkitan Pasar yang Kian Lesu
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Bambang H Irwanto |