TIMES JATIM, MALANG – Sebanyak 376 jemaah haji asal Kota Malang diberangkatkan menuju Tanah Suci pada Jumat (23/5/2025) pagi. Ratusan calon jemaah haji dari kloter 76 ini berangkat menggunakan delapan bus di Lapangan Ki Angmor, Kelurahan Bunul, Kecamatan Blimbing, Kota Malang.
Pemberangkatan ini dilepas langsung oleh Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat. Saat memberangkatkan, Wahyu menitip doa untuk Kota Malang agar aman, nyaman dan semakin baik.
"Kami berdoa mudah-mudahan seluruh calon jamaah haji dari Kota Malang ini lancar, mulai dari berangkat sampai kembali lagi ke Indonesia, serta menjadi haji yang mabrur. Saya juga menitip doa agar Kota Malang bisa lebih baik, aman, dan nyaman," ujar Wahyu, Jumat (23/5/2025).
Disisi lain, dengan adanya sistem baru pemberangkatan haji yang membuat para jamaah dari Kota Malang terbagi dalam beberapa kloter. Ia meminta agar sistem ini tak merugikan jamaah haji.
"Ada di tujuh kloter dan pemberangkatannya memang tidak bersama-sama seperti sebelumnya. Tapi saya berharap, sistem yang baru ini justru lebih mempermudah, meskipun format keberangkatannya berbeda," ungkapnya.
Sementara, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Malang, Achmad Shampton menjelaskan bahwa sistem pemberangkatan haji saat ini mengikuti ketentuan pemerintah Arab Saudi. Dalam sistem ini, setiap jamaah langsung terhubung dengan syarikah atau biro perjalanan haji yang ditunjuk.
"Syarikah itu seperti biro travel. Setiap jamaah yang keluar visanya, otomatis akan dikelola oleh syarikah tertentu. Misalnya, jamaah A dikelola oleh biro travel A, jamaah B oleh biro travel B," jelasnya.
Untuk mengatasi kendala yang muncul akibat perbedaan biro pengelola, pihaknya telah berupaya menyatukan kembali pasangan suami-istri yang sempat terpisah dalam kloter berbeda.
"Ketika ada pasangan yang terpisah, kami usahakan agar bisa kembali satu kloter. Misalnya, suami dan istri dikelola dua syarikah berbeda, itu sudah kami upayakan agar digabung dan sekarang mulai berjalan," tuturnya.
Shampton memperkirakan ibadah haji tahun ini akan berlangsung sekitar 40 hari. Namun, kepulangan jemaah belum bisa dipastikan waktunya karena sistem baru ini dapat menyebabkan durasi tinggal di Arab Saudi lebih lama, khususnya untuk kasus penggabungan kloter tertentu seperti lansia dan pendampingnya.
"Kecuali untuk kasus penggabungan seperti lansia yang terpisah dari pendampingnya, maka nanti ketua kloter akan melaporkan ke syarikah untuk digabungkan," ucapnya. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |