TIMES JATIM, SURABAYA – Kasus pedofilia terus menjadi ancaman serius bagi keselamatan anak. Padahal, setiap anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan penuh kasih sayang, tanpa rasa takut menjadi korban kekerasan.
Menanggapi fenomena ini, Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (FPSI UKWMS) menggelar workshop internasional bertajuk “The Uncomfortable Truth: Can We Predict and Prevent Pedophilia?”.
Hadir sebagai narasumber, Prof Aureliano Pacciolla, seorang psikolog forensik dan psikoterapis asal Italia, menekankan pentingnya edukasi sejak dini sebagai langkah pencegahan efektif.
"Dalam sebuah proyek yang saya rancang, saya fokus pada upaya meningkatkan kesadaran anak-anak dalam menghadapi situasi berisiko," ujarnya kepada TIMES Indonesia, saat ditemui disela workshop, Kamis (11/9/2025).
Prof. Aureliano menjelaskan bahwa proyek ini ditujukan untuk anak usia 5–12 tahun dan anak usia 12–16 tahun. Tujuannya adalah untuk membekali anak-anak dengan pemahaman yang lebih baik tentang tanda-tanda bahaya.
"Kita mencoba untuk membuat anak-anak lebih sadar dalam situasi yang berisiko," ungkapnya.
Menurut profesor penerima Victor Frankl’s Award 2024 ini, pendidikan seksual anak merupakan cara pencegahan yang paling mendasar. Anak-anak perlu diajarkan tentang bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain dan bagaimana mengenali perilaku mencurigakan. Ini adalah langkah awal yang paling mudah dan efektif untuk mendeteksi potensi bahaya.
"Kita mengedukasi anak-anak dan remaja bahwa ada kondisi-kondisi tertentu, tidak boleh ada seseorang yang menyentuh diri kita," terangnya.
Lebih lanjut, Prof. Aureliano juga menegaskan bahwa pedofilia adalah kelainan personal yang sulit disembuhkan. "Mereka tidak dapat disembuhkan. Pedofilia merupakan gangguan mental (disorder) yang membuat fantasi seksual terhadap anak tidak bisa dihilangkan," tegasnya.
Meski demikian, bukan berarti tidak ada harapan untuk mencegahnya. Yang bisa dilakukan adalah mengendalikan emosi pelaku supaya tidak membahayakan. "Tentunya dengan penanganan profesional, pelaku dapat dibantu agar tidak melukai orang lain, meskipun fantasi tersebut mungkin akan terus ada," jelas Prof Aureliano.
Sementara itu, Agnes Maria Sumarki, Dekan Fakultas Psikologi menjelaskan bahwa isu ini sangat penting, apalagi makin hari makin banyak kejadian yang terjadi di masyarakat.
"Kadang dilakukan oleh keluarga sendiri, bahkan agamawan. Korbannya adalah anak-anak," ujar Agnes.
Tujuan utama workshop ini adalah untuk belajar dari ahlinya, tentang cara memahami dan menghadapi masalah pedofilia, baik dari sisi pelaku maupun korban.
"Kami ingin membangun kesadaran, kebetulan ada ahlinya juga. Dalam hal ini, kita belajar gimana caranya kita memahaminya sebagai seorang profesional atau psikolog, bagaimana kita bisa menghadapi masalah ini," tutur Agnes.
Ia juga menekankan pentingnya pendampingan psikologis untuk pelaku agar dapat membantu mereka memahami latar belakang masalah yang dialami. "Peran orang tua juga sangat penting untuk lebih asertif dalam mencegah perlakuan tidak wajar terhadap anak-anak," katanya.
Agnes berharap, semua pihak dapat memiliki kesadaran bahwa pendampingan psikologis sangat penting dan tidak hanya mengandalkan hukuman.
"Yang paling penting adalah empowering dari anak-anak yang jadi korban, supaya mereka tidak jadi korban lagi. Itu yang jauh lebih penting," pungkas Agnes. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Di UKWMS, Psikolog Italia Ungkap Kunci Perlindungan Dini Lawan Pedofilia
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Deasy Mayasari |