TIMES JATIM, JAKARTA – Pergantian alat kelamin masih terus menjadi pembahasan dalam sudut pandang akademis, medis dan hukum Islam. Termasuk para pakar dari Nahdlatul Ulama (NU).
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda Mergosono, KH Achmad Shampton Masduqie mengatakan, menurut hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur tahun 1986, tentang pergantian jenis kelamin, menyatakan bahwa Jika ada orang normal ingin merubah jenis kelamin karena hanya sekedar tidak merasa nyaman, hukumnya otomatis haram.
Kedua, jika ada orang yang memiliki kelamin luar berbeda dengan kelamin dalamnya, maka operasi boleh dilakukan sesuai hajat syariah.
Ketiga, jika ada orang ingin menyempurnakan bentuk kelamin luar yang sudah sama dengan kelamin dalamnya atau untuk kesehatan maka boleh bahkan dianjurkan untuk melakukan proses operasi.
“Hasil Bahtsul Masail tentang hukum pergantian kelamin, jika ada orang yang memiliki kelamin ganda dan ingin mengubah karena ingin menyesuaikan dengan kelamin yang di dalam maka hukumnya boleh dioperasi," jelas Kiai Shampton saat mengisi webinar Ganti Kelamin Dalam Sudut Pandang Akademis, Medis dan Hukum Islam yang digelar oleh Dunia Santri Community bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) pada Senin (30/8/2021) malam.
Namun, tegasnya, hasil Bahtsul Masail tersebut perlu dikaji kembali, dengan beberapa pembaharuan karena permasalahan cacat kelamin ini begitu kompleks.
Sedangkan KH Zahro Wardi Salah seorang pengurus LBM PWNU Jawa Timur mengatakan bahwa hukum ganti kelamin dari yang awal laki-laki ingin merubah ke perempuan, atau sebaliknya, telah juga dibahas pada Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Juli 2020.
Selain itu juga telah dijelaskan secara rinci saat Muktamar NU tanggal 10-16 Rojab tepatnya tanggal 5-11 Juni tahun 1979 di Semarang. Hasil keduanya mengatakan bahwa ganti kelamin itu haram.
Wan Ji Wan Hussin dari Malaysia, Senin (30/8/2021). (FOTO: Dok. Dunia Santri)
“Haram ini harus kita pahami, membuka di Tafsir Qurtubi dan Syarwani, bahwa pertimbangan ganti kelamin itu haram, dalam koridor mereka yang sudah terdeteksi jenis kelaminnya, karena sudah dijelaskan juga dalam surat An-nisa ayat 119, mengganti kelamin sama halnya merubah kodrat Allah SWT," ujar Kiai Zahro.
Ia memaparkan, hal kedua yang menyebabkan ganti jenis kelamin haram adalah karena adanya unsur penipuan sesama manusia, yang berikutnya ketidakbolehan mengganti jenis kelamin karena akan menyerupai lawan jenis.
“Dalam fiqih secara tegas penentunya ialah ciri primer yakni jenis kelamin dan alat reproduksi. Hal-hal yang mengubah fisik secara permanen itu dilarang oleh Allah, seperti mentato, mencukur alis, dan mengganti jenis kelamin,” tandasnya
Ia memaparkan bahwa terdapat pengecualian, operasi alat kelamin diperbolehkan jika berdampak kepada kesehatan. Seperti dalam kasus bibir sumbing, yang memang perlu dirubah untuk kebaikan. Ia juga mengatakan dalam sudut pandang tasawuf, Allah memerintahkan manusia untuk bersabar dan bersyukur.
Maka, jika ada orang yang ingin mengubah fisik termasuk gender, karena alasan tidak nyaman dengan ketentuan yang diberi, maka orang tersebut harus melihat orang yang kurang beruntung. Seperti orang cacat, agar setelah melihat yang di bawah timbul rasa bersyukur atas ketetapan yang diberi oleh Allah SWT.
Sementara itu, Dokter Muhammad S Niam selaku Dokter Spesialis Bedah Digestif, Dokter Ulfah Elfiah selaku Dokter Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik serta Dokter Yudi Siswanto selaku Dokter Spesialis Bedah Plastik dan Estetik secara mendalam membahas dari sudut pandang medis.
Ketiga dokter tersebut lebih membahas kepada pengenalan dasar tentang transgender, kemudian proses operasi dan hal-hal medis tentang pergantian kelamin pada seseorang.
Salah satunya ialah beberapa hal mengenai operasi kelamin. Pertama, operasi mengubah kelamin dari laki-laki ke perempuan dan sebaliknya dihukumi haram. "Tasyabbuh ke sex lawannya dengan mengubah penampilan laki-laki dengan baju perempuan dan sebaliknya saja dilaknat, apalagi mengubah kelamin," kata dr Niam.
Kedua, operasi menyempurnakan kelamin karena kelainan pertumbuhan baik laki-laki maupun perempuan sangat dianjurkan dalam agama. Ketiga, dalam menentukan jenis kelamin digunakan dipengaruhi beberapa faktor. Yakni kromosom seks secara genetik (XY untuk laki-laki, XX untuk perempuan).
Apabila kromosom tidak jelas karena ada kelainan, maka digunakan jenis alat kelamin interna (dalam: testis untuk laki-laki ovarium/uterus/vagina untuk wanita). Jika tidak jelas karena juga ada kelainan digunakan jenis alat kelamin eksterna (luar: penis untuk laki-laki, clitoris untuk wanita).
Namun, jelas mereka, apabila tetap meragukan karena kelainan bentuk kelamin luar yang tidak jelas mengarah pada laki-laki/perempuan, atau memiliki kedua organ seks laki-laki dan perempuan, dan keduanya sama-sama berfungsi sempurna atau sama-sama tidak berfungsi, maka boleh ditentukan dengan hati-hati berdasarkan kejiwaan pasien merasa laki-laki atau perempuan.
Sedangkan pembicara dalam Sudut Pandang Akademis, dan Psikologis pada open ini adalah Dokter Madriana Julia selaku Guru Besar FKKMK Universitas Gajah Mada (UGM) Spesialis Anak.
Kemudian Dokter Miftakhul Huda selaku Spesialis Kedokteran Jiwa atau Psikiatri, serta Dian R Zuhdiati, selaku Dosen Maser di UNESA. Dalam pembahasa tersebut, dokter lebih membahas tentang dinamika psikologis bagi pelaku transgender.
Selain itu tema Ganti Kelamin dalam Sudut Pandang Hukum Islam dijelaskan oleh Ustadz Wan Ji Wan Hussin Da'i dan Penulis Buku asal Malaysia, KH. Achmad Shampton Masduqie Pengasuh PP. Nurul Huda Mergosono, Malang dan KH. Zahro Wardi Perumus LBM PWNU Jawa Timur.
Agenda yang disiarkan langsung di Club House ini juga mengundang Peneliti Sosial dan Budaya Asal Thailand yaitu Rungthum Rangsikul.
Agenda Open Mic Kesehatan Dunia Santri Community bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter NU (PDNU) yang diadakan melalui Zoom Meeting dan Aplikasi Club House ini menjadi sebuah diskusi menarik. Diskusi ini diikuti secara antusias oleh para peserta hingga larut malam. (*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Ronny Wicaksono |